BONTANG – Ramai beredar informasi di media sosial, ratusan siswa SMK Negeri 1 Bontang terancam tidak dapat mengikuti Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB).
SNPMB merupakan sistem baru yang diterapkan untuk seleksi calon mahasiswa, yang ingin melanjutkan pendidikan di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia, salah satunya melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) yang diikuti oleh siswa dengan status eligible.
Menanggapi informasi tersebut, Kepala Sekolah SMKN 1 Bontang, Kasman Purba menyatakan, belum mengetahui pasti mengapa proses penginputan data ratusan siswa itu gagal. Akibatnya, sebanyak 40 persen atau sekitar 182 siswa tingkat akhir di sekolahnya tidak terdaftar.
“40 persen itu kuota yang diberikan kepada sekolah yang berakreditasi A untuk daftar SNBP,” ujarnya, Jumat (7/2/2025).
Namun begitu, pihaknya telah mengirim perwakilan guru langsung ke Kementerian Pendidikan, untuk berkonsultasi meminta penambahan waktu agar bisa kembali melakukan penginputan di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS).
“Kami sudah ajukan dan diterima, selanjutnya kami diminta untuk menunggu bagaimana prosesnya,” jelasnya.
Sementara itu, dikutip dari laman sosial media bontang_ku, terdapat banyak komentar yang mengharuskan pihak sekolah untuk memperjuangkan hal tersebut. Terdapat juga akun yang menyampaikan adanya ancaman jika bersuara terkait hal ini.
Akun Instagram @ipnggg__ menyatakan bahwa sekolah tidak memperjuangkan dan ada ancaman dari sekolah, “Setidaknya bisa memberikan kepada siswanya yang sudah memperjuangkan nilai dari awal masuk tapi apa, sekolah hanya memberikan harapan yang tidak pasti, bahkan sampai ingin menuntut siswa ke jalur hukum….,” ujarnya.
Dikonfirmasi terkait komentar-komentar di sosial media, Kasman pun menampik adanya ancaman, dan pihaknya tetap berupaya agar penginputan data tersebut dapat dilakukan kembali dengan mendelegasikan 3 guru langsung ke kementerian. Ia juga menyatakan bahwa kejadian ini baru terjadi pertama kali ini.
“Selasa (4/2/2025) kemarin kami sudah mengirim 3 guru ke sana,” katanya.
Dijelaskannya, bahwa informasi dari kementerian sendiri mengungkapkan terdapat 300 sekolah lain di Indonesia yang mengalami hal serupa.
Penulis: Syakurah
Editor: Yusva Alam