spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Masalah Mudik Butuh Penanganan Komprehensif

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Mudik merupakan tradisi tahunan penduduk di negeri ini. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, jumlah pemudik pada Lebaran 2023 mencapai 123, 8 juta orang. Angka itu naik dari 85,5 juta orang pada mudik Lebaran 2022.

Jumlah ini lebih besar dari jumlah pemudik pada tahun-tahun sebelumnya, setara dengan 46% jumlah penduduk Indonesia. Artinya, pada libur Lebaran 2023, hampir setengah penduduk Indonesia akan melakukan mobilitas antarkota.

Rencananya pasca Idulfitri 1444 H, renovasi Terminal Bus Bontang akan segera dimulai. Namun begitu, terminal bus sementara belum juga ditentukan lokasinya hingga saat ini.

Ketua Komisi III DPRD Bontang, Amir Tosina mengatakan, sudah menyarankan kepada Dishub Bontang agar lokasi terminal sementara berada di dalam kota saja.

Disarankan posisinya yang strategis di tengah kota, sehingga memudahkan akses bagi warga Bontang yang ingin menggunakan bus antarkota. (radarbontang.com, 29/4/2023)

Berdasarkan evaluasi tahun-tahun sebelumnya, volume kendaraan selalu padat selama arus mudik maupun arus balik. Walhasil, kemacetan selama mudik pun tidak dapat terhindarkan.

Untuk itu, kepolisian menyiapkan sejumlah skenario rekayasa lalu lintas untuk meminimalkan kemacetan. (Kompas).

Akar Masalah

Mobilitas penduduk adalah keniscayaan dalam tradisi mudik. Selain fokus pada upaya memecah penumpukan manusia, pergerakan tahunan penduduk ini harusnya diiringi pemahaman mengenai aspek kebutuhan manusia.

Baca Juga:  Ekonomi Merana, THR Cair Setengahnya, Apakah Bisa Diadukan Juga?

Artinya, problem mudik tidak hanya fokus pada upaya untuk mengurai terjadinya permasalahan mudik, seperti tersedianya terminal dimana. Lebih dari itu, ada masalah mendasar yang wajib hadir agar mudik aman dan manusiawi dapat terwujud.

Ada hajat manusia yang harus terpenuhi selama melakukan perjalanan. Ada tubuh yang lelah saat melakukan perjalanan jauh, dan berdampak pada konsentrasi utamanya pengendara. Ada hajat yang harus tertunaikan selayaknya manusia.

Masalah mudik ini bukan sekadar mengantisipasi terjadinya kemacetan dan apakah terminal memadai. Memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dan menghadirkan spirit keimanan juga tidak kalah penting.

Jika seluruh masalah tersebut terpetakan, tentu yang masyarakat butuhkan bukan sekadar rekayasa lalu lintas. Infrastruktur pendukung mudik yang manusiawi dan nyaman untuk mendukung ibadah harus menjadi pertimbangan. Pemerintah wajib menghadirkan paradigma pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk dalam suasana mudik.

Masalah Mendasar

Mudik erat kaitannya dengan problem pembangunan infrastruktur yang menjamin terlaksananya mudik yang nyaman dan manusiawi. Masalahnya, kebijakan kapitalistik telah mengalihkan pelayanan dari yang seharusnya negara lakukan menjadi ke pihak swasta.

Selama periode 2015—2019, negara membutuhkan dana sebesar Rp4.769 triliun untuk membangun infrastruktur, termasuk pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, terminal dan lain-lain. Dari jumlah itu, 41,3% persen diserap APBN/APBD, 22,2% BUMN, dan 36,5% partisipasi swasta.

Baca Juga:  Eksploitasi Anak Masih Terjadi di Peringatan HAN

Selain melibatkan swasta, dalam menyelenggarakan pembangunan pemerintah juga menggunakan skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU) atau public private partnership (PPP).

Skema ini menjadi naik daun ketika banyak negara giat membangun infrastruktur, tetapi di sisi lain tidak mempunyai cukup uang untuk mendanai proyek.

Kebijakan swastanisasi aset-aset umum ini telah berdampak pada penyelenggaraan pelayanan umum berbasis bisnis alias untung rugi. Untuk memperoleh fasilitas umum sepanjang perjalanan, pemudik harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Mereka harus merogoh kocek agar kebutuhan asasinya terpenuhi.

Maka, jaminan terlaksananya arus mudik tidak cukup hanya dengan memastikan terurainya masalah mudik melalui berbagai rekayasa lalu lintas. Lebih jauh lagi, harus ada rekayasa sistemis dan komprehensif agar mudik aman dalam atmosfer keimanan dapat terlaksana.

Pandangan Islam

Pembangunan sarana transportasi baik darat, laut, maupun udara, serta sarana pendukungnya, adalah tugas negara. Negara juga memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi saat menggunakan fasilitas tersebut. Tanggung jawab ini tidak boleh negara alihkan kepada siapa pun.

Dalam Islam, fasilitas umum termasuk dalam kategori marâfiq al-jamâ’ah, seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya, yang tidak boleh dimiliki oleh individu. Semua ini merupakan bagian dari infrastruktur kebutuhan masyarakat. Wajib bagi negara membangunnya secara mandiri dan rakyat menggunakannya secara gratis.

Baca Juga:  Ironi Kota Industri dengan Angka Pengangguran Tertinggi

Dalam hal mudik, spirit pelayanan ini hadir melalui pembangunan infrastruktur. Negara wajib membangun jalan sesuai kapasitas kebutuhan masyarakat.

Di sepanjang jalan tersebut, negara harus menyediakan fasilitas pendukung untuk memenuhi kebutuhan pemudik, seperti terminal yang memadai, rest area yang dikalkulasikan dengan interval jarak dari normalnya kondisi pemudik membawa kendaraan. Ini karena pengendara yang keletihan dan kelelahan rawan mengalami kecelakaan.

Tempat istirahat bagi para pengendara ini, harus dilengkapi berbagai fasilitas memadai yang memungkinkan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa lelah, agar pemudik dapat melanjutkan perjalanan hingga tiba di tujuan dalam kondisi optimal.

Maka, tempat istirahat tersebut harus memenuhi kebutuhan pengendara untuk makan, menjalankan ibadah, memenuhi hajat, mengisi bahan bakar kendaraan, sekaligus beristirahat.

Pada masa Kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II, beliau pernah membangun sarana transportasi bagi jemaah haji berupa rel kereta api. Sebelum pembangunan jalur kereta api ini, biaya perjalanan haji cukup mahal, harus menyewa unta dan perlengkapannya yang menghabiskan biaya banyak dan waktu tempuh perjalanan sekitar dua bulan.

Di sepanjang jalur tersebut, khalifah membangun fasilitas bagi para jemaah. Para khalifah pada masa Islam membangun jalan dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan para ibnusabil, seperti tempat makan maupun penginapan yang gratis.

Wallahualam.

Most Popular