spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Narkotika dan Asusila Kian Meraja, Butuh Solusi Segera!

Oleh:
Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd.
Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bontang, Otong Hendra Rahayu mengatakan, tindak pidana di Kota Bontang kebanyakan dari kalangan usia produktif, tak terkecuali anak-anak di bawah umur.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bontang mendata, bahwa tindak pidana narkotika dan asusila merupakan dua kasus tertinggi yang terjadi di Kota Bontang pada awal tahun 2024. Melihat itu, Kejari sangat mengkhawatirkan hal tersebut karena kenaikan kasus narkoba setiap tahunnya. Dalam periode November 2023 – Februari 2024, pihaknya telah memusnahkan 404
gram narkotika.

Sedangkan untuk kasus asusila, khususnya pelecehan seksual kerap menyerang anak-anak di bawah umur, yang menyasar pada anak SMP dan SMA. Kebanyakan dari kasus yang terjadi di Bontang, korban dan pelaku adalah anak-anak di bawah umur. Modus operasinya bermula dari media sosial.

Sebanyak 15 kasus pelecehan terdata di Kejari Bontang, dalam kurun 6 bulan terakhir. Faktornya berupa kemudahan akses internet dan tidak adanya pengawasan orang tua, sangat mendukung terjadinya kenaikan kasus ini di Bontang.

Meskipun pelaku adalah anak di bawah umur, Kajari mengingatkan bahwa anak-anak di bawah umur tetap bisa terjerat hukum, bahkan menjadi tahanan penjara, melalui Undang-Undang Peradilan Anak.

Pesatnya perkembangan teknologi internet dan mobile phone tidak dimungkiri membawa perubahan dalam masyarakat. Pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran, baik budaya, gaya hidup, etika, dan norma yang sudah ada.

Ibarat pisau bermata 2, kemajuan teknologi memberi pengaruh positif dan negatif terhadap kehidupan manusia. Yang menjadi permasalahan tentu pengaruh negatif. Contohnya, merebaknya kasus narkotika dan asusila sebagai dampak dari kemudahan akses internet dan tidak adanya pengawasan orang tua di Kota Bontang.

Baca Juga:   Buku Pesona Borneo, Wujud Cinta Literasi Budaya Kita

Konten medsos yang cenderung tidak mendidik bahkan merusak begitu mudahnya diakses siapa saja tak terkecuali anak-anak. Bukanlah hal baru, banyak kasus kejahatan dan kerusakan moral yang terjadi di negeri ini, terlebih yang dilakukan remaja, akibat terpengaruh konten di medsos. Gaya hidup hedon digadang-gadang sebagai satu-satunya cara menggapai kebahagiaan. Mabuk atau ‘ngefly’ gara-gara narkotika tidak lagi menjadi hal yang memalukan bahkan membanggakan karena dipandang sebagai gaya hidup kekinian. Kenikmatan fisik dianggap sebagai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi sehingga pelampiasannya pun tak peduli halal haram.

Di sisi lain, penulis sebagai orang tua tunggal dengan 2 anak remaja, merasa kurang adil ketika dikatakan tidak adanya pengawasan orang tua. Harga kebutuhan pokok yang terus melambung, biaya pendidikan dan kesehatan yang gila-gilaan, membuat para orang tua membanting tulang bekerja mencari nafkah. Pulang ke rumah kelelahan fisik sudah begitu kuat mendera. Kalau sudah begini, jelas berat fokus dalam mengasuh dan mendidik anak-anak.

Sulit untuk disangkal, rusaknya kehidupan di negeri ini karena penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem sekuler memisahkan agama dari kehidupan, sedangkan kapitalisme menjadikan cuan sebagai tujuan utama. Agama dikurangi bahkan dilarang mengatur urusan publik, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Walhasil, baik orang tua maupun anak-anak sama-sama gagal membedakan hal baik dan buruk.

Konten-konten berbau kekerasan, pornografi, pornoaksi, kejahatan, dan ide-ide tak senonoh justru terkesan dibiarkan karena laku jadi komoditas bisnis. Yang menambah runyam, program-program yang menyuarakan penerapan Islam secara menyeluruh justru dituduh radikal dan dituding menumbuh suburkan terorisme sehingga harus dibasmi.

Baca Juga:   Lapas Over Kapasitas, Bukti Hukuman Tidak Menjerakan

Jelas ini ironis. Karena ajaran kebenaran dan kebaikan yang hakiki hanya bisa bersumber dari agama (baca: Islam), tidak selainnya. Jadinya, karena menghindari stigma buruk, ajaran agama yang disampaikan sebatas moral saja itu pun hanya bersifat anjuran.

Sebab berikutnya, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama (baca: Islam) turut memberi andil sehingga kondisi ini bisa terjadi. Ajaran Islam dipahami sebatas ritual saja, hingga tidak berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Masyarakat pun juga terus kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi mungkar.

Tanpa berniat sedikit pun mengecilkan upaya yang sudah dilakukan, undang-undang yang ada tidak mampu mengerem lajunya kenaikan kasus narkotika dan asusila. Sebab sanksi/jenis hukumannya tidak memberikan efek jera. Sudah menjadi hal biasa, penjual/pemakai narkotika maupun pelaku asusila berulang adalah orang yang sama.

Islam sebagai agama yang paling banyak pemeluknya di negeri ini, memiliki seperangkat aturan yang sempurna dalam mengatur kehidupan.

Islam memposisikan negara sebagai pelindung utama dari dampak buruk medsos. Konten-konten di medsos yang merusak dan berdampak pada kehancuran bangsa ditutup atau diblokir. Bahkan negara memberikan sanksi tegas bagi para pelakunya, sehingga memberikan efek jera. Negara akan mengontrol, menjaga, dan hanya mengijinkan konten-konten yang bermanfaat serta mendidik dan memupuk keimanan masyarakat.
Negara tidak akan membiarkan para orang tua mengasuh sendiri anak-anaknya. Negara bahu membahu bersama masyarakat membentuk lingkungan yang sehat dan kondusif bagi generasi. Negara, masyarakat dan orang tua sama-sama menyadari, masa depan peradaban manusia ada di tangan generasi.

Baca Juga:   Bisnis Haram Menjerat, Butuh Solusi yang Akurat

Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu sehingga tak ada lagi orang tua yang kesulitan dalam mengasuh anak-anaknya. Negara bertanggungjawab penuh menciptakan lapangan pekerjaan. Sumber daya alam hanya dikelola negara sehingga hasilnya dapat untuk mencukupi kebutuhan primer masyarakat.

Karena ingin menciptakan generasi yang sehat mental dan fisiknya, negara, masyarakat dan individu sama-sama senantiasa berupaya terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan dan menerapkannya secara total dalam semua bidang kehidupan.

Rasulullah SAW dalam hadis-hadisnya telah memerintahkan umatnya untuk selalu menjaga kesehatan mental, yaitu menjaga kesehatan pikiran, perasaan, serta kecenderungan-kecenderungannya agar sesuai dengan ajaran Islam. Ini semua akan mendukung pula terhadap kesehatan seluruh jasad.

Beliau bersabda, “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR Bukhari-Muslim).

Maka dapat disimpulkan, persoalan narkotika dan asusila hanya bisa diselesaikan ketika semua pihak yang bertanggung jawab di dalamnya turun tangan, yaitu keluarga, masyarakat, dan seutamanya adalah negara. Rasulullah SAW bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Yang menjadi pertanyaan, mungkin kah terwujud jika sistemnya tetap sekuler kapitalisme?

Wallahualam.

Most Popular