BONTANG – Kelangkaan minyak goreng beberapa bulan terakhir membuat masyarakat Indonesia bertanya-tanya. Sebagai negara produsen minyak nabati terbesar di dunia, Indonesia semestinya tidak mengalami kekurangan stok kebutuhan dapur ini.
Berangkat dari persoalan itu, sejumlah pemuda yang tergabung dalam Forum Pemuda Inspirasi (Fordasi) Bontang menggelar kegiatan Talk Show Teras Inspirasi Senin (21/3/2022) malam di Kopi Inspirasi, Kantor Radar Bontang Kompleks Ruko Halal Square, Jl. Achmad Yani, Kota Bontang.
Ketua Fordasi Bontang, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, diskusi lewat forum ini diharapkan menjadi wadah untuk membangun kepekaan generasi muda di Bontang. Apalagi isu kelangkaan minyak goreng juga sangat berdampak bagi warga Bontang.
“Ada banyak pihak yang terasa. Misalnya penjual gorengan yang setiap hari butuh minyak. Diskusi ini akan kita kawal ke pemangku kebijakan,” katanya.
Mengusung tema “Minyak Goreng Langka, Bontang Bisa Apa ?” Fordasi mengundang dua narasumber dari tokoh pemuda Ahmad Nugraha dan politisi Taqiyuddin.
Dalam pemaparannya, Ahmad Nugraha menjelaskan, sejumlah faktor dan alasan kelangkaan minyak goreng. Pertama, soal kenaikan harga minyak dunia, kedua memanasnya situasi perang Rusia-Ukraina menjadi sentimen utama yang membuat harga minyak melonjak tinggi. “Rusia pun terancam kena sanksi. Salah satunya adalah larangan ekspor ke pasar,” terangnya.
Lantas, dia melanjutkan bagaimana Indonesia sebagai negara penghasil sawit juga mengalami kelangkaan ? Ini karena adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi ini untuk kepentingan pribadi.
“Kementerian perdagangan bahkan sempat kewalahan melawan mafia-mafia ini. Meski kemarin sudah ditetapkan lima orang tersangka,” bebernya.
Dia menambahkan, hal lain yang membuat minyak goreng sulit ditemukan karena adanya konsumsi CPO yang mengalami pergeseran. Jika dulu CPO hanya digunakan untuk memenuhu industri pangan saja. Sekarang pemerintah mewajibkan untuk industri biodiesel.
“Sekarang CPO tidak dipakai di Industri pangam saja. Ada peralihan. Pola pergeseran konsumsi ini yang praktis memengaruhi pasokan minyak untuk pangan,” tambahnya.
Sementara, narasumber lain, Taqiyuddin mengungkapkan pemerintah kesulitan untuk mengatur harga minyak di pasaran. Pasalnya, pemerintah kewenangannya sangat terbatas. “Sebatas menjaga distribusi saja. Tidak sampai bicara harga,” katanya.
Sehingga kata dia, pada mekanisme pasar bebas saat ini diperlukan regulasi yang kuat untuk membuat instrumen pemerintah lebih punya dominasi.
Politisi Bontang itu mengungkapkan, operasi pasar yang dilakukan pemerintah dan PT Energi Unggul Persada juga belum bisa jadi solusi. “Karena ini sifatnya hanya sementara. Sedangkan kebutuhan masyarakat terus-menerus,” pungkasnya. (yus)