Beranda TikTok saya beberapa hari terakhir dipenuhi cuplikan aktivitas pasangan pemimpin Kukar, dr Aulia Rahman Basri dan Rendi Solihin. Algoritma seolah paham: ini konten yang saya ikuti, sekaligus sedang saya amati.
Setelah pertemuan terbuka dengan para pimpinan media, Selasa (1/7) malam di Bukit Mahoni, di mana mereka duduk tanpa podium, mendengar langsung kritik dan harapan jurnalis, keduanya nyaris tak terlihat mengambil jeda. Seperti yang mereka janjikan malam itu, setelah ‘bercermin’ pada masukan dari para pelaku media lokal, gerak mereka diubah. Dari “berbenah” ke “bergerak”.
Tulisan bersambung soal kunjungan ke wilayah pesisir bahkan saya terima langsung dari Direktur Radar Kukar, Muhammad Rafii. Detilnya menarik: mulai dari sambutan warga, agenda teknis, hingga potensi yang dibuka perlahan tapi pasti.
Saya mencatat beberapa hal. Pertama, soal internet gratis. Di Desa Sungai Bawang, Kecamatan Muara Badak, mereka bukan cuma datang seremonial. Bupati Aulia bahkan mencoba langsung akses jaringan internet berbasis Starlink yang baru dipasang. “Alhamdulillah, kita coba sendiri akses internetnya dan berjalan lancar,” ucapnya. Ini bukan pernyataan kosong. Desa ini dulunya blankspot total. Hari ini, lima titik router aktif, 203 kepala keluarga bisa terhubung ke dunia luar.
Kedua, soal sekolah. Di SD Negeri 4 Muara Badak. Pasangan Aulia-Rendi menyimak langsung keluhan kepala sekolah. Bukan sekadar soal gedung rusak, tapi tentang minimnya ruang penyimpanan aset dan praktik pungutan liar berkedok penjualan buku dan seragam. Aulia menegaskan, “Itu coba dievaluasi dan ditindaklanjuti. Kita pastikan masuk sekolah tidak ada pungutan.” Rendi pun menimpali, “Kalau masih ada yang langgar, akan kita tindak.”
Ketiga, urusan dapur masyarakat. Di dermaga Desa Muara Badak Ilir, ratusan nelayan menyambut pembagian bantuan freezer, perahu fiber, mesin diesel, ketinting. “Ini bagian dari rencana kita membangun ekosistem. Kualitas ikan dijaga, nilai jual naik,” kata Aulia. Tak sekadar alat, mereka sedang membangun rantai pasok perikanan yang masuk akal.
Lalu soal budidaya rumput laut. Saat ini, 3.600 hektare lahan sudah digarap. Target berikutnya,selesaikan pabrik pengolahan dengan kapasitas 20 ton per hari. “Insya Allah akan kita selesaikan semua yang masih kurang, agar pabrik segera beroperasi,” ucap Aulia di sela panen rumput laut. Ia paham, nilai tambah tak lahir dari bahan mentah yang dijual murah.
Dari semua rangkaian ini, saya melihat sesuatu yang jarang: kepala daerah yang menyambung titik-titik kecil—internet, sekolah, dermaga, rumput laut, menjadi simpul besar pembangunan.
Mereka tidak datang membawa janji, tapi langsung menjawab tantangan. Bekerja dalam diam, tapi jejaknya jelas. Bukan pencitraan, tapi kerja nyata yang bisa disentuh warga.
Apakah langkah cepat ini akan terus terjaga? Itu urusan waktu. Tapi satu hal yang pasti, untuk saat ini, mereka sedang hadir di tempat yang tepat, dengan cara yang tepat. Dan itu lebih dari cukup untuk memberi harapan warga Kukar. (*)
Oleh: Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.