Emirza, M.Pd
(Pemerhati Sosial)
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah permasalahan yang serius saat ini. Masih banyak korban yang tak mau melapor. Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Bontang, Aji Erlynawati saat menghadiri seminar keluarga oleh Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bontang (Kapasisbon), beberapa waktu lalu.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah yang sangat serius di seluruh dunia. Kekerasan dapat datang dalam berbagai bentuk, termasuk fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi. Ini adalah masalah yang harus ditangani dengan serius oleh pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terkait,” ucapnya dalam seminar bertema ‘Antisipasi dan Penanganan Kekerasan sebagai Ruang Aman pada Perempuan dan Anak di Kota Bontang.’ (radarbontang.com, 23/1/2023)
Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021, terdapat 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 73,7% merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ada 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7%.
Direktur LBH APIK Jakarta Siti Mazuma mengungkapkan, berdasarkan catatan akhir tahun (Catahu) LBH Apik Jakarta, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus yang masuk. Ini meningkat drastis daripada 2020 (1.178 kasus).
“Dari total pengaduan yang masuk, kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, yakni 489 kasus. Disusul kasus kekerasan dalam rumah tangga 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus,” ungkap Zuma. (11/12/2021).
Darurat Kekerasan
Negeri ini sudah darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Banyak pihak berusaha menyelesaikan permasalahan ini. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga meminta semua pihak mendukung upaya KPPPA terkait kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum (11/12/2021).
Fenomena seks bebas berujung kehamilan lalu berakhir kekerasan menjadi persoalan yang harus di perhatikan. Terlebih jumlahnya bukan menurun melainkan terus bertambah. Hal ini menimbulkan keresahan bersama.
Fenomena seks bebas ibarat ‘gunung es’ yang hanya terlihat sedikit tetapi faktanya generasi di Indonesia karena gaya pacarannya bebas dan ternyata banyak yang melakukan seks bebas. Sebuah hasil survei lengkap Durex Reckitt Benkinser RB Indonesia menyatakan pada responden anak muda usia 18-20 tahun, 33 persen telah melakukan aktivitas seksual.
Ini menunjukkan pergaulan bebas remaja bebas kebablasan dan tidak peduli dengan syariat dianggap hal yang biasa. Artinya betapa rusak moral generasi muda saat ini padahal zina adalah perbuatan dosa besar tetapi dianggap remeh. Kurangnya kontrol dan komunikasi orang tua, lingkungan pergaulan, gaya hidup, dan kurangnya sosialisasi dianggap menjadi penyebab maraknya zina.
Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini juga ada pengaruhnya. Diakui atau tidak, sistem pendidikan saat ini berusaha menjauhkan Islam dari kehidupan. Jadi walaupun pendidikan agama diajarkan, itu hanya sebatas formalitas saja. Sehingga, Islam dipelajari tetapi tidak dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Justru agama dianggap sebagai penghambat kemajuan.
Masyarakat juga kurang mengontrol pergaulan saat ini. Hukum yang berlaku di negeri ini memandang seks bebas bukan tindakan kriminal yang bisa diperkarakan selama dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan dan selama tidak ada pengaduan. Akibatnya, meski berbagai program dan solusi telah diupayakan untuk menghentikan seks bebas tetapi faktanya adalah kegagalan. Seks bebas masih ada di tengah remaja.
Akar Masalah
Semua pihak menginginkan persoalan seks bebas segera dihentikan. Tetapi sayangnya, solusi yang ditawarkan berpijak pada ide kebebasan dan ide hak reproduksi. Maka ide ini menuntun siapa saja untuk memandang bahwa aktivitas seksual adalah hak yang tak bisa dilarang.
Akibatnya, seks di luar nikah tidak dianggap salah. Maka melahirkan solusi yang menyesatkan seperti ‘pacaran sehat’, ‘pekan kondom nasional’, ‘setia kepada pasangan’ (termasuk pasangan bebas), menerapkan strategi edukasi kesehatan reproduksi (kespro) kepada anak-anak sejak usia dini, menempel iklan tata cara aborsi yang benar di jalan raya dan lain lain. Jangankan menghentikan seks bebas, malah menimbulkan permasalahan baru yaitu kekerasan dalam pacaran dan kasus lainnya.
Seks bebas di kalangan remaja tidaklah terjadi dengan sendirinya. Penyebab utama maraknya seks bebas adalah karena penerapan sistem kapitalisme sekuler yang mengagungkan kebebasan individu dalam hal berperilaku dan beragama. Kebebasan individu lahir dari pemahaman sekularisme yang meniadakan peran Sang Pencipta untuk mengatur kehidupan. Manusialah yang berhak membuat peraturan.
Pemikiran mendasar inilah yang menjadi dasar hukum seseorang berperilaku bebas semau yang diinginkan, seperti seks bebas tanpa batas.
Maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik dalam negara, masyarakat, maupun keluarga. Ini karena minimnya pemahaman tentang kewajiban negara, masyarakat, ataupun anggota keluarga, dan tidak berlakunya aturan baku di tengah-tengah umat. Ini karena umat Islam berada dalam cengkeraman sistem sekuler kapitalisme yang mengakibatkan kaum muslimin kehilangan gambaran nyata tentang kehidupan Islam yang sesungguhnya.
Islam yang seharusnya menjadi landasan berpikir dan bertingkah laku, tergantikan oleh pemikiran sekuler kapitalistik. Maka, saat ini yang mendominasi umat adalah kehidupan sekuler kapitalistik.
Corak kehidupan ini membuat kaum muslimin tidak mampu menyelesaikan dengan tuntas segala permasalahan. Jika kaum muslimin mau memahami Islam, hanya Islam yang memberikan jawaban tuntas terhadap permasalahan apa pun, termasuk permasalahan kekerasan terhadap remaja.
Solusi dalam Islam
Sistem Islam memiliki aturan yang lahir dari Yang Maha Mengetahui maka seluruh persoalan makhluk-Nya dapat diselesaikan dengan memuaskan. Karena aturan Islam sesuai fitrah manusia dan memuaskan akal sehingga akan menenteramkan jiwa. Dengan menerapkan aturan-aturan Allah, manusia akan mendapatkan kebahagiaan dan terhindar dari bahaya.
Dalam Islam, Negara bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh untuk mengatur seluruh urusan umat. Umat akan mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan merata. Semua ini bisa terlaksana jika aturan Islam diterapkan secara keseluruhan dalam sebuah institusi Negara yang menjadikan akidah dan syariat Islam sebagai dasarnya .
Negara akan mencegah segala hal yang melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslimin. Dengan menerapkan tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara, umat manusia akan tercegah dari perbuatan maksiat, termasuk pelecehan dan kekerasan seksual.
Islam menetapkan bahwa “terjaganya kehormatan perempuan” bukan hanya tanggung jawab keluarganya. Masyarakat dan negara juga memiliki tanggung jawab. Maka, upaya mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan bisa terwujud dengan tiga pilar ini.
Pilar pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan akan mendorong seseorang untuk selalu terikat aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga wajib menerapkan aturan di dalamnya, seperti memisahkan tempat tidur anak sejak usia tujuh tahun, membiasakan menutup aurat dan tidak mengumbar aurat, tidak berkhalwat, dan sebagainya. Aturan ini akan membentengi individu umat dari bermaksiat. Berbekal ketakwaan juga, seseorang akan tercegah dari bermaksiat.
Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ini akan menguatkan individu dan keluarga. Kontrol ini diperlukan untuk mencegah berbagai rangsangan di lingkungan masyarakat. Jika masyarakat beramar makruf nahi mungkar, tidak memfasilitasi dan dijauhi semua bentuk kemungkaran, tindakan asusila, pornoaksi, dan pornografi, maka rangsangan dapat dicegah.
Pilar ketiga, peran negara. Islam mewajibkan negara menjamin kehidupan yang bersih dari kemungkinan berbuat dosa. Negara menjaga agama dan moral, juga menghilangkan hal yang dapat merusaknya, seperti pornoaksi atau pornografi, minuman keras, narkoba, dan sebagainya.
Dalam Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang dapat melindungi perempuan dan mengatasi persoalan kekerasan terhadap perempuan secara sempurna. Rasulullah saw. bersabda terkait tanggung jawab pemimpin negara, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Negara adalah pelaksana utama penerapan syariat Islam. Maka, negara berwenang memberikan sanksi tegas bagi pelaku tindak kejahatan dan kekerasan seksual.
Negara akan menerapkan aturan sosial yang bersih melalui aktivitas dakwah dan pendidikan sehingga setiap anggota masyarakat memahami tujuan hidup dan makna kebahagiaan hakiki.
Maka, secara otomatis semua ini akan menghindarkan ummat manusia melakukan berbagai tindakan kemaksiatan, termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan. Sudah seharusnya kita sebagai muslim menyandarkan penyelesaian kepada aturan Islam saja.
Syariat Islam akan melindungi perempuan, bahkan siapa pun dari segala bentuk kekerasan. Dengan tiga pilar penegakan hukum Islam tersebut, aturan Islam dapat terwujud secara sempurna. Wallahualam. (**)