BONTANG – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bontang merupakan salahsatu dinas yang ikut memikirkan cara menurunkan kasus stunting di Kota Taman—julukan Kota Bontang. Lantaran angka stunting di Bontang masih cukup memprihatinkan.
Menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementrian Kesehatan, angka stunting di Kota Bontang per Juli 2022 mencapai 20,21 persen. Presentase tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yakni 19,6 persen.
Salahsatu upaya yang dilakukan DPPKB dengan menggelar audit kasus dan manajemen stunting. Kali ini DPPKB bekerjasama dengan BKKBN Provinsi Kaltim, guna mensukseskan kegiatan tersebut. Kegiatan digelar di Ruang Pertemuan Hotel Grand Raodah 1 beberapa waktu lalu.
Kepala DPPKB Bontang Bahauddin mengatakan, pihaknya rutin melakukan audit dan manajemen penekanan angka stunting. Bahkan kegiatan ini terus masif dilakukan.
“Kasus semacam ini perlu dipecahkan bersama. Tidak hanya Dinkes, tapi kami dan stakeholder lainnya juga harus berperan aktif,” tegasnya.
Ditambahkannya, DPPKB Bontang cukup intens menggelar pertemuan-pertemuan semacam ini. Hal itu ditujukan khusus membahas stunting. Agar solusi dapat dipecahkan bersama-sama.
Dari kegiatan tersebut, diharapkan timbul kesadaran masyarakat, agar bisa memperhatikan pola asuh anak sejak dini. Bahkan saat masih berada di kandungan.
Misalnya, melakukan pengecekan berkala kesehatan, pola makanan bergizi bagi ibu hamil, serta anak bayi. Khususnya, masyarakat yang ada di pesisir menjadi konsen utama.
“Kami berharap dari kegiatan ini, dapat mendukung kelurahan agar dapat memberikan edukasi tentang pola asuh anak bagi orang tua, di wilayah yang akan menjadi titik utama,” pungkasnya.
Perlu diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun), akibat kekurangan gizi kronis. Mengakibatkan anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan, pada masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. (al/adv)