Problem jalan rusak di sepanjang jalan menuju wilayah Kelurahan Bontang Lestari (Bonles) belum terselesaikan sampai saat ini. Hal itu kembali dikeluhkan Anggota DPRD Bontang, Rusli dan Nursalam di sela-sela agenda Rapat Paripurna ke-5 masa sidang II DPRD Bontang, dalam rangka pengambilan keputusan terhadap 5 (lima) raperda kota Bontang, Rabu (25/1/2023).
Anggota Komisi I DPRD Bontang, Rusli mengeluhkan, di minggu-minggu ini di sepanjang jalan menuju Bonles, ada beberapa kejadian mobil terbalik. Bahkan dirinya mengaku, mobil yang dikendarainya pernah hampir terbalik. Kondisi jalan dianggap Rusli sangat tidak laik.
Menurutnya, sejak Bonles ditetapkan menjadi kawasan industri, fasilitas jalan tak pernah diperbaiki. Kejadian-kejadian yang disebutkannya tadi, menurutnya tidak pernah digubris sejak awal ditetapkannya Bontang Lestari sebagai wilayah industri. ( radarbontang.com, 25/1/2023 )
Vital
Jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan satu kawasan dengan kawasan yang lain. Keberadaan jalan merupakan salah satu faktor terpenting untuk menunjang aktivitas masyarakat.
Tetapi bagaimana jika fasilitas umum ini rusak, seperti banyaknya jalan berlubang yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Miris jika ini terus dibiarkan tanpa segera diperbaiki.
Jalan menuju wilayah Kelurahan Bontang Lestari bukanlah satu-satunya jalan yang rusak, sehingga dapat menimbulkan bahaya atau kecelakaan. Ada banyak jalan rusak yang sudah menjadi santapan sehari-hari bagi pengendara kendaraan.
Sesuatu yang hanya dapat dimaklumi saja, walaupun menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran ini karena menyangkut keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Jalan adalah fasilitas umum yang harusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Karena, jalan umum adalah hal vital yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk melancarkan keperluannya dalam rangka memenuhi hajat hidupnya.
Sungguh ironis, di negeri yang kaya sumber daya alam, infrastruktur transportasinya pada sebagian wilayah sangat buruk. Dengan sumber daya alam yang ada, seharusnya negeri ini mampu membangun infrastruktur terbaik untuk rakyatnya. Infrastruktur yang dapat diakses oleh semua orang, tanpa harus berbayar.
Kapitalisme
Akar masalah ini adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mengkomersialkan infrastruktur. Fakta banyaknya infrastruktur yang rusak, wajar dipertanyakan sudahkah anggaran yang dikeluarkan negara digunakan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Sistem kapitalisme ini menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator. Pemerintah hanya mengaturnya saja, tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada swasta. Tak heran jika kualitas jalan makin ke sini makin mudah rusak.
Jalan menjadi salah satu infrastruktur negara, maka kewajiban negara untuk menyediakannya. Bukan menyerahkannya kepada swasta baik swasta pribumi maupun swasta asing.
Tetapi inilah realitanya, tidak ada periayahan (baca: mengurus) yang sungguh-sungguh untuk rakyat.
Hal ini bukti tata kelola transportasi yang berkaitan dengan pengelolaan infrastruktur dalam sistem kapitalisme liberal. Bagaimana pandangan Islam terkait hal ini?
Sistem Islam
Islam adalah sebuah ideologi yang mempunyai aturan, tak terkecuali kepemilikan umum. Jalan merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya diserahkan pada negara untuk keamanan dan kenyamanan masyarakat. Maka, tidak akan dibiarkan jalan rusak tanpa diperbaiki dengan cepat.
Ingat ungkapan Khalifah Umar bin Khattab ketika menyaksikan ada jalan yang rusak maka beliau berkata “Jangan ada satu keledai pun yang terperosok karena jalan yang rusak, ini akan menjadi pertanggung jawabanku di akhirat kelak”. Begitulah ungkapan seorang pemimpin dalam Islam.
Pemimpin bervisi akhirat yang selalu menyandarkan setiap kebijakan yang dikeluarkan, pasti akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Jangankan nyawa manusia, nyawa hewan pun diperhatikan.
Tidak harus menunggu adanya laporan dari masyarakat, baru kemudian diperbaiki. Dalam Islam, pemimpin berkewajiban memantau.
Islam pun tidak membolehkan pengelolaan fasilitas umum diserahkan kepada swasta, karena orientasinya pasti berbeda. Pihak swasta pasti menargetkan diperolehnya keuntungan materi.
Tetapi dalam Islam, penyediaan semua fasilitas umum merupakan bagian dari pelayanan negara kepada masyarakat. Seluruh pembiayaannya diambil dari kas negara yang pengelolaannya diatur dalam institusi yang disebut Baitulmal.
Karena pengadaan fasilitas umum secara langsung ditangani oleh negara, maka negara tidak boleh memungut dana dari masyarakat. Hal ini karena negara mengelola semua kekayaan yang dimiliki dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Ada satu karya mendunia yang menggambarkan bagaimana seorang Khalifah membangun infrastruktur jalan. Kisah paling fenomenal adalah proyek pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Hijaz, Syam, hingga Istanbul.
Proyek ini dibangun oleh Sultan Hamid II hanya dalam waktu dua tahun, beliau ikut mendanai proyek ini dengan dana pribadinya demi menyediakan fasilitas umum bagi masyarakat.
Jika kas pemasukan di Baitulmal kosong sedangkan fasilitas umum itu vital dan urgen untuk segera direalisasikan, tetapi dana terkuras karena bencana alam, peperangan ataupun lainnya, maka negara mendorong partisipasi masyarakat untuk berinfak, yakni melakukan ta’awun.
Jika masih belum cukup juga, maka negara akan menerapkan dharibah (pajak). Pajak hanya dikhususkan bagi muslim laki-laki yang mampu.
Besaran pajak juga disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diperlukan. Jika sudah terpenuhi, maka penerapan pajak dihentikan.
Dengan demikian negara tidak akan membiarkan berlarut-larut dalam penanganan fasilitas umum, karena alasan tidak tersedianya dana ataupun alasan birokrasi. Negara memprioritaskan periayahan rakyat demi tercapainya keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan untuk semua.
Dalam Islam, jalan merupakan fasilitas umum yang menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Maka, keberadaan khilafah merupakan kebutuhan yang urgen untuk segera ditegakkan. Hanya dengan sistem Islam, keamanan dan kesejahteraan hakiki akan mampu diwujudkan.
Wallahu alam.