Oleh : Dian Eliasari, S.KM.
Member Akademi Menulis Kreatif
Harga beras di sejumlah pasar tradisional Kota Bontang sejak Januari sampai saat ini terus mengalami gejolak harga. Seorang pedagang beras Pasar Rawa Indah Murni menuturkan pada awal Februari ini kenaikan harga mencapai Rp 35.000,00 untuk beras premium ukuran 25 kilo. Dengan begitu harga beras premium saat ini dijual Rp335.000,00.
Menurut pengakuannya, peningkatan harga beras terjadi secara bertahap setiap harinya. Gagal panen akibat cuaca buruk, menjadi faktor naiknya harga beras di tingkat petani hingga ke pedagang. Bahkan, ia memperkirakan harga beras masih akan terus melonjak. Hal itu lantaran cuaca buruk dan musim panen belum mulai di daerah produsen.
“Bahkan info yang saya terima mahalnya harga beras bakal bertahan sampai bulan lima nanti,” sambungnya.
Mahalnya harga beras medium dan premium, bilang Murni membuat para konsumen mempengaruhi penjualan. Kini para pembeli banyak yang beralih menggunakan beras murah meskipun kualitas jauh di bawah standar.
Harga beras masih mahal Sementara itu mengutip dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras per hari ini, Senin (6/2/2023), sudah mulai menunjukan penurunan meskipun masih tergolong mahal.
Beras kualitas bawah I turun menjadi Rp11.650,00 per kilogram, beras kualitas bawah II turun menjadi Rp11.450,00 beras kualitas medium I Rp12.750,00 dan beras kualitas medium II Rp12.750,00 per kilogram. (Bontangpost.id/14/02/2023)
Sementara berdasarkan daftar panel harga Badan Pangan Nasional, harga beras premium naik Rp50,00 menjadi Rp13.340,00 per kilogram dan beras medium naik Rp20,00 menjadi Rp11.680,00 per kilogram.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, kenaikan harga beras ini terjadi lantaran kesalahan Bulog yang tidak melakukan penyerapan di awal tahun 2022 lalu.
“Kami berharap Bulog dapat melaksanakan tugasnya untuk melakukan penyerapan terhadap beras petani di panen raya bulan depan,” pungkasnya.
Akhirnya solusi yang diambil adalah dengan mendatangkan 10.000 ton beras impor asal Thailand ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jumat (3/1/2023). Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, masuknya 10.000 ton beras impor tersebut seturut dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa mendistribusikan beras impor dengan cepat sehingga bisa menekan harga beras yang masih mahal saat ini. (nasional.kontan.co.id/06/02/2023)
Dalam hal produktivitas hanya nomor dua di ASEAN, Indonesia merupakan penghasil beras terbesar dunia di urutan ketiga. Berdasarkan data Statista, tahun lalu produksi beras Indonesia 35,3 juta ton. Sebagian besar produksi beras Indonesia berasal dari Pulau Jawa dan Sumatra, sekitar 60%. (cnbcindonesia.com/25/08/2022)
Sistem Kapitalis Gagal Menjamin Ketersediaan Pangan
Ada beberapa penyebab yang disinyalir menjadi pemicu mahalnya harga beras, di antaranya: Pertama, gagal panen akibat kondisi alam seperti hujan atau banjir. Kedua, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan tingginya biaya operasional mulai dari traktor, bibir, pupuk, pestisida, sampai pada pendistribusian. Ketiga, adanya mafia beras yang memainkan stok beras, dimana para mafia ini membeli beras dari petani maupun bulog dalam jumlah besar lalu ditimbun dan mereka jual kembali dengan harga yang mahal.
Selain itu, keberadaan bulog sebagai lembaga resmi pemerintah yang seharusnya menjamin ketersediaan stok pangan juga seolah kehilangan fungsinya. Bahkan mereka tak berdaya menghadapi aksi mafia beras. Ditambah lagi, solusi mengatasi kenaikan beras yang ditempuh pemerintah adalah dengan membuka keran impor beras dari luar negeri, bahkan saat menjelang panen raya. Kondisi ini tentu akan mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin, serta dilema di kalangan petani yang akan memanen padinya. Harapannya untung malah buntung
Kondisi ini tentunya tidak lepas dari sistem kapitalis yang diterapkan di indonesia. Sistem ini memberi peluang sebesar-besarnya untuk para mafia kapitalis (pemilik modal) yang memiliki modal besar untuk menumpuk stok beras dan mempermainkan harganya. Jika kapitalisme masih dipakai sebagai aturan hidup, tentu saja impian untuk mencapai swasembada pangan tidak akan tercapai.
Pengaturan Pangan dalam Sistem Islam
Aturan Islam telah menetapkan bahwa negara bertanggung jawab atas kebutuhan dasar rakyatnya (sandang, pangan, papan) juga kesehatan dan pendidikan. Tanggung jawab negara di bidang pangan adalah memastikan bahwa tidak ada satupun rakyatnya yang kekurangan pangan. Karena dalam Islam kekuasaan adalah amanah (tanggung jawab), jika lalai maka rakyatnya boleh menuntut kepada qodhi (hakim). Jikapun tidak bisa menuntut di dunia, kelak mereka akan dituntut di pengadilan akhirat. Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah akan melakukan mekanisme dalam menjamin kebutuhan pangan rakyatnya. Di antaranya :
- Mengatur dan mengoptimalkan tata ruang lahan pertanian. Dalam Islam tidak boleh ada alih fungsi lahan pertanian untuk alasan apapun. Negara akan memfasilitasi rakyatnya untuk menghidupkan lahan pertanian. Rakyat yang memiliki lahan pertanian didorong untuk mengolah lahannya. Jika ia tidak bisa, maka dikerjakan oleh orang lain dengan sistem gaji. Lahan yang tidak diolah selama tiga tahun berturut-turut akan diambil alih oleh negara dan diberikan kepada orang yang mau mengelolanya. Dengan demikian tidak akan ada lahan yang tidak produktif.
- Mendukung penelitian berkaitan dengan teknik pertanian produktif. Negara membangun berbagai laboratorium untuk memfasilitasi rakyatnya melakukan penelitian yang berkaitan dengan pertanian.
- Menyediakan infra & supra struktur agar distribusi tidak terhambat.
- Menegakkan hukum untuk praktek kecurangan, monopoli, dan sejenisnya. Pencegahan dilakukan dalam bentuk pengawasan di setiap pos yang memungkinkan terjadinya kecurangan, serta diterapkan sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan.
Kepada para pedagang Umar Bin Khattab mengatakan: Tidak boleh berjualan di pasar-pasar umat Islam orang yang tidak mengetahui halal dan haram. Sehingga iapun terjatuh pada riba dan menjerumuskan kaum muslimin pada riba. Umar bin Khattab menugaskan bawahannya (Qodhi Hisbah) untuk berpatroli di pasar.
Dari penjelasan tersebut, tentunya kita harus peduli dan memahami bahwa kerusakan sistem kapitalisme menyebabkan kegagalan dalam mewujudkan swasembada pangan, di antaranya kebutuhan pokok beras. Kita juga semakin percaya dan yakin pada sistem Islam bahwa Islam adalah solusi terbaik mewujudkan swasembada pangan dan kesejahteraan.
Wallaahu a’lam bisshowwab