Oleh:
Emirza Erbayanthi, M.Pd
(Pemerhati Sosial)
Bukan berita baru jika tabiat penguasa yang sering menaikkan harga BBM. Tak cukup naiknya harga, kelangkaan BBM juga mengikuti setelahnya. Mengherankan memang di negeri kaya SDA BBM-nya susah.
Masih banyak nelayan di Bontang yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga perizinan. Hal itu disampaikan Wali Kota Bontang, Basri Rase saat menghadiri peresmian Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Limau. (radarbontang.com, 28/5/2024)
Tersirat dari adanya aduan warga atau nelayan saat curhat diacara peresmian TPI. Mereka mengeluhkan sulitnya mendapat pasokan BBM jenis solar untuk nelayan. Warga melaporkan kesulitan mendapat pasokan solar untuk kapal-kapal nelayan.
Kesalahan dalam Tata Kelola SDA
Nelayan di Bontang mengeluhkan jika mereka masih kesulitan dalam mendapatkan BBM, lantaran yang mendapatkan BBM kebanyakan dari nelayan luar. Nelayan sendiri kesulitan memperoleh BBM termasuk perizinan.
Langkanya BBM di kota kaya migas dinilai menimbulkan gejolak ekonomi. Kelangkaan dan harga BBM yang tinggi adalah bukti gagalnya pemerintah.
Berulangnya persoalan kelangkaan dan mahalnya BBM menunjukkan abainya pemerintah dalam hal penyediaan kebutuhan umat. Tidak seharusnya BBM langka dan mahal di daerah yang kaya akan SDA berupa migas.
Begitulah faktanya ketika SDA dikelola dengan sistem kapitalisme. Kesalahan tata kelola SDA dalam sistem ini menyebabkan problem BBM tidak pernah tuntas.
Di antara kesalahan tersebut yaitu, pertama, salah status kepemilikan. Dengan sistem ekonomi kapitalisme, barang tambang berupa migas mengalami liberalisasi. Maka rakyat sebagai pemilik sah kehilangan kedaulatannya atas SDA yang dimiliki.
Kedua, salah pengelolaan. Akibat kapitalisasi, negara perlahan melepas tanggung jawabnya sebagai pengelola migas. Inilah peran negara, hanya sebatas sebagai regulator saja. Migas menjadi barang publik yang dibisniskan mengikuti prinsip pasar bebas.
Ketiga, salah pendistribusian. Kesalahan kepemilikan dan pengelolaan akan berpengaruh pada distribusinya. Seharusnya, seluruh rakyat berhak menikmati subsidi. BBM adalah milik umum, siapa pun berhak memanfaatkannya dengan baik.
Demikianlah kesalahan fatal dalam pengelolaan SDA akibat penerapan ideologi kapitalisme liberal. Lalu imbasnya bukan hanya BBM yang langka dan mahal, nasib rakyat juga selalu susah karena kesejahteraan sulit terwujud.
Inilah akibat Kapitalisasi-Liberalisasi SDAE yang merupakan konsekuensi kesepakatan Indonesia dengan berbagai organisasi internasional, yang salah satunya adalah mengurangi BBM. Tidak hanya di darat kesulitan BBM antri, nelayan pun sama mengalami kesulitan mendapatkan BBM.
Kemana Peran Negara?
Terus meningkatnya harga BBM tidak terlepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neoliberal yang ditopang sistem sekuler. Saat nelayan kesusahan BBM, kemana peran negara? Sistem ini memosisikan negara hanya sebagai regulator, sekadar penjaga dari kegagalan pasar.
Akibatnya, semua hajat hidup publik, termasuk BBM, dikelola dalam kacamata bisnis dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar—sebagaimana dikukuhkan dalam UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Mirisnya, sebagian besar ladang minyak bumi dikelola pihak swasta, terutama asing.
Maka, dapat kita pahami bahwa mahal dan terus meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak, tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.
Tata Kelola Sesuai Syariat
Penguasa dalam Islam tidak akan mempersulit rakyatnya dalam hal memenuhi kebutuhan. Tata kelola SDAE dalam Islam sesuai syariat, sehingga bisa dinikmati oleh rakyat salah satunya BBM.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam yang jumlahnya besar, seperti minyak bumi, merupakan harta milik umum sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim bersekutu dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Daud)
Pengelolaannya pun wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, orang-orang berlindung di belakangnya.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud)
Pengelolaan minyak bumi ini wajib dilakukan negara secara mandiri dan mendistribusikannya secara adil ke tengah masyarakat. Negara hadir memang untuk melindungi kepentingan umat dengan tidak mengambil keuntungan, kecuali biaya produksi yang layak. Kalaupun negara mengambil keuntungan, hasilnya dikembalikan lagi ke masyarakat dalam berbagai bentuk.
Maka, pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaan minyak bumi kepada pihak swasta, apalagi asing. Harga BBM dapat dipastikan murah (bahkan gratis) dan mudah diakses seluruh rakyat. Hasil pengelolaan tersebut juga dapat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, atau kebutuhan publik lainnya secara gratis.
Sungguh, sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang bertakwa, yakni mereka yang menjadikan kepemimpinan sebagai sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.
Wallahualam.