spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pemilik Warung Terapung Tuntut Lurah Loktuan di Persidangan

BONTANG – Muhammad Naim, pemilik warung terapung di depan Masjid Darul Irsyad Al Muhajirin melayangkan tuntutan kepada Lurah Loktuan, Supriadi atas pembongkaran yang dilakukan oleh pihaknya pada 30 Agustus 2024 lalu.

Mereka telah melakukan sidang perdana, namun sebelumnya sudah melakukan mediasi terlebih dahulu. Di pertemuan kedua mereka melakukan sidang pertama. Naim menawarkan upaya perdamaian dengan uang sebesar Rp 175 juta. Ia mengatakan bahwa, pihak kelurahan meminta waktu untuk melakukan koordinasi dengan wali kota terkait hal tersebut.

Naim menjelaska, bahwa selama tiga kali ia diberikan surat peringatan, ia tidak mengindahkannya karena menurutnya surat itu tidak berdasar. Ia merasa bahwa lurah hanya bergerak sendiri, bukan berdasarkan SK dari wali kota.

“Pemkot kan tidak punya kewenangan di atas laut, makanya saya gugat karena laut itu kewenangan pemprov,” terangnya.

Ia berkata, jika telah terbukti bersalah barulah mereka dapat melakukan pembongkaran kepada bangunan tersebut, “Kalau memang saya diperiksa dan bersalah pasti saya bongkar sendiri,” katanya.

Baca Juga:  ART Curi Perhiasan Emas Majikan, Ditangkap di Kabupaten Bangkalan

Saat ditemui, Lurah Loktuan Supriadi menjelaskan, bahwa pihaknya menolak upaya perdamaian tersebut. Sehingga pihaknya memilih untuk menyelesaikan masalah ini melalui persidangan.

Ia mengatakan, sejak sebelum diberikan surat teguran 1 hingga 3, pihaknya telah memanggil dan memberikan penjelasan bahwa perda yang ia langgar adalah perda nomor 3 tahun 2020 tentang pelaksanaan ketertiban, ketentraman dan perlindungan masyarakat.

Di salah satu poin pada pasal 9 disebutkan, setiap warga dilarang memanfaatkan ruang tanpa izin pihak yang berwenang, “Dia tidak berizin resmi, apalagi di sana zona pelabuhan, zona terbatas,” terangnya saat ditemui setelah persidangan Kamis (5/9/24).

Kecuali beliau membangun usaha di zona pemukiman, hal itu tidak akan terjadi. Warga Selambai sendiri tidak pernah membangun usaha di luar zona pemukiman, karena mereka mengerti bahwa hal itu tidak diperbolehkan.

“Beliau 2021 baru datang dari Sulawesi, dan bangunan tersebut dinilai sebagai bangunan liar,” tambahnya.

Terkait mengapa penggugat tidak difasilitasi tempat tinggal dan tempat untuk kembali membuka usahanya adalah karena, belum ada pengembangan tempat berjualan seperti di Pujasera Selambai. Karena tempatnya juga sudah penuh. Dalam perencanaan Dinas PUPR sendiri wilayah masjid terapung adalah resmi hanya untuk wisata religi.

Baca Juga:  67 Koperasi Aktif Meriahkan HUT Koperasi ke-77 dan Hari UMKM

“Saya sempat bilang kalau ada pengembangan pujasera nanti bapak saya sisakan satu,” ucapnya.

Pemkot juga sudah memberikan solusi sementara dengan dipindahkannya ke rusun selama dua bulan, tapi penggugat tidak bersedia dan memilih untuk ke tempat keluarga.

Supriadi meminta kepada penggugat untuk melakukan jemput bola dalam berpenghasilan, tidak melulu menuntut pemerintah. Bisa berkoordinasi dengan dinas terkait dalam hal usaha dan lain sebagainya, dan jika ia dibantu sedemikian rupa oleh lurah, seluruh warga dapat menuntut hak yang sama.

Lurah Loktuan juga sempat ditegur oleh warganya jika tidak segera membongkar bangunan tersebut, warga lain juga akan ikut membangun warung di sana, “Kami diberikan peta lokasi laut mana yang dimiliki provinsi dan lokasi mana yang milik pemkot, kebetulan keramba dia dalam kewenangan kami,” tutupnya.

Penulis: Syakurah
Editor: Yusva Alam

Most Popular