BONTANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang, kerap kali melakukan operasi timbang serentak di seluruh Posyandu, sehingga angka prevalensi stunting turun menjadi 12 persen. Hal ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni.
Dirinya menyampaikan, bahwa awalnya di Bontang menjadi kota dengan angka prevalensi stunting paling buruk di Kalimantan Timur (Kaltim), yakni berada diatas 21 persen.
Angka itu diambil dari data Sistem Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat atau (e-PPGBM). Adapun istilah dari prevalensi, digunakan sebagai representasi banyaknya kasus penyakit yang terjadi.
Sehingga, dari hasil operasi timbang tersebut, hanya ada 1.219 anak stunting yang terdampak stunting, atau setara dengan 12 persen. Jumlah ini pun telah dinyatakan berkurang, setelah sebelumnya terdapat 1.700 kasus.
“Jadi, di antaranya terdapat 1.700 balita yang bermasalah. Akan tetapi, tidak semua balita yang dinilai bermasalah tersebut mengalami stunting,” ucapnya, Senin (26/5/2025).
Neni turut menambahkan, terdapat balita yang masuk kategori pendek, dikarenakan genetik sebanyak 800, namun gizinya dinilai baik. Lalu, sisanya sebanyak 1.215 yang dinyatakan stunting.
“Dinyatakan stunting dengan indikator panjang balita yang tidak normal, dan gizinya tidak sesuai. Lalu ada juga beberapa penilaian lainnya,” ungkapnya.
Dari jumlah total 1.219 balita stunting tersebut, akan menjadi fokus Pemkot Bontang untuk diberikan intervensi berima Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
“Dari total balita yang ditimbang, berarti ada 12 persen yang dinyatakan stunting, dan nantinya pasti akan kita intervensi,” tutupnya.
Penulis: Dwi S
Editor: Yusva Alam