spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pentingnya Edukasi Seksual Ramah Anak untuk Cegah Kekerasan Seksual

BONTANG – Maraknya kasus pelecehan kepada anak menjadi perhatian publik. Pasalnya kasus tersebut makin bertambah dengan korban yang kebanyakan merupakan anak di bawah umur, begitu pun dengan pelaku.

Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) menyebutkan, di zaman digitalisasi kini anak-anak bisa mendapatkan informasi, bahkan mereka bisa mendapatkan informasi yang tidak seharusnya mereka ketahui. Hal ini seringkali tidak terpantau oleh orang tua.

Informasi yang mereka dapatkan tidak berbanding lurus dengan apa yang mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Saat ini saja UPTD PPA, sejak Januari hingga April kemarin mendapatkan sekitar 30 laporan. Itupun ada yang diteruskan pelaporannya ke polisi, ada juga yang tidak, namun mendapatkan konsultasi dari kami saja,” pungkasnya, Selasa (27/5/2025).

Menurutnya perlu edukasi secara masif dilakukan dimulai dari sejak SD hingga SMA, melalui pelajaran eksternal mengenai sex edukasi yang ramah anak, yakni mulai dari perkenalan ranah privasi yang tidak boleh orang lain sentuh, hingga bahaya dan kerentanannya.

“Ini pernah saya sampaikan setiap pertemuan dengan Kementerian dan Perlindungan anak, tapi ranah ini harus dieksekusi kementrian pendidikan dan dibahas dengan para ahli psikolog, agar penyampaiannya bisa ramah anak,” ungkapnya.

Baca Juga:  Rencana Penarikan Retribusi di Stadion Bessai Berinta, Ketua DPRD Minta Dibicarakan Terlebih Dulu

Jika ini diberlakukan, fokus sosialisasi bakal lebih efektif ke orang tua juga, lantaran pendidikan tersebut digaungkan baik dari orang tua maupun anak tersendiri.

“Apalagi jika langkah awal wali kota kita, yakni program mental health sudah sangat baik, harusnya pusat bisa melihat ini bahwa daerah kita sudah konsen. Semoga kedepan kementrian bisa mempertimbangkan penambahan pelajaran tersebut,” tuturnya.

Adapun, sosialisasi yang kerap dilakukan oleh UPTD PPA ia nilai kurang efektif, lantaran kegiatan tersebut hanya dilakukan tiga bulan sekali dengan fokus wilayah yang berbeda.

“Kadang anak-anak cepat bosan dan bisa jadi tidak terserap, untuk itu dengan adanya pembelajaran sejak dini, mitigasi itu lebih tertanam di kepala mereka,” tambahnya.

Penulis: Syakurah
Editor: Yusva Alam

Most Popular