SAMARINDA – DPRD Kaltim berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) tentang Coorporate Social Responsibility (CSR) dan merevisi Peraturan Daerah No 3 Tahun 2013, tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.
Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK usai rapat kerja dengan Wakil Gubernur Kaltim, Selasa (31/5/2022), mengatakan, pihaknya berencana membentuk pansus untuk mengetahui sejauh mana potensi dan porsi CSR perusahaan serta kontribusinya bagi Kaltim.
Selain itu, lanjut Makmur, pansus akan bekerja menentukan besaran CSR yang proporsional untuk disalurkan bagi masyarakat Kaltim. Hasil kerja pansus nantinya akan diserahkan ke Gubernur Kaltim agar ditindaklanjuti.
“Jangan tingkat produksi meningkat, CSR kecil. Nah itu yang harus seimbang. Justru itu perusahaan harus patuh terhadap permintaan Pak Gubernur. Kita nanti di pansus merekomendasikan ke gubernur, yang menindaklanjuti eksekutif dan pengawasannya DPRD,” terangnya (31/5/2022).
Ditempat yang sama Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, Pemprov dan DPRD Kaltim serta pihak lain harus sepemahaman terkait besaran dan alokasi dana CSR. Terkait rencana pembentukan Pansus CSR oleh DPRD Kaltim, ia memyebutkan tanpa membentuk pansus pun, DPRD sudah melekat dengan fungsi pengawasan.
“Sebenarnya DPRD itu ada pansus ataupun tidak, fungsinya ‘kan pengawasan. Sifat pansus mungkin terkait hal-hal tertentu, tapi DPRD fungsinya pengawasan. Bisa iya bisa tidak (perlu),” terangnya usai rapat kerja di DPRD Kaltim.
Sementara anggota Komisi III DPRD Kaltim Romadhony Putra Pratama menyatakan, polemik dana CSR khususnya perusahaan batu bara di Kaltim sangat urgen diselesaikan. Sedangkan pembentukan pansus membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena perlu mekanisme yang panjang.
Atas dasar itu, ia menilai ketimbang membentuk pansus lebih baik membentuk kelompok kerja (pokja) pembahas dana CSR, khususnya bagi perusahaan batu bara.
“Kalau bentuk pansus butuh waktu dan anggaran, sedangkan masih banyak perda yang harus diselesaikan. Kita bisa jadikan pokja untuk membahas CSR ini. Karena ini kan ditunggu masyarakat penyelesaiannya,” terangnya (1/6/2022).
“Nanti kita libatkan akademisi dan dinas teknis dalam pokja. Semua perusahaan dipanggil, dengan catatan yang hadir pengambil kebijakan lah,” lanjutnya.
Untuk menuntaskan polemik ini, lanjut Romadhony, Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim harus sepemikiran dengan DPRD Kaltim. Terkait aturan yang semestinya mengatur besaran CSR yang harus dikeluarkan, ia menganggap Kepmen 1824 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat sudah cukup dijadikan acuan.
“Mempertegas mau dibawa kemana CSR ini. Jangan sampai kemauan provinsi tidak sinkron. Makanya kita perlu penyatuan frame. DPRD sesuai tupoksi-nya dan kemauan Pemprov berdasar aturan yang berlaku,” tandasnya. (eky/adv)