BONTANG – Pengelolaan limbah abu batubara berupa fly ash dan bottom ash (FABA) saat ini menjadi tantangan baru bagi industri yang menggunakan sumber energi tersebut dalam kegiatan bisnisnya.
Sebagai produsen pupuk urea terbesar di Asia Tenggara, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) turut menaruh perhatian pada pengelolaan limbah tersebut sebagai bagian dari rangkaian komitmen perusahaan di bidang Environmental, Social, dan Governance (ESG).
Saat ini, PKT mencanangkan inovasi dalam pemanfaatan limbah Fly Ash & Bottom Ash (FABA) yang dapat digunakan sebagai material substitusi seperti batako, paving blok, stabilisasi tanah serta pemanfaatan lainnya.
Fly ash merupakan abu hasil pembakaran batu bara yang melayang ke atas, sementara bottom ash adalah abu hasil pembakaran yang jatuh ke bawah. Di dalamnya, terdapat beberapa kandungan FABA seperti karbon, nitrogen, dan silica.
Sejak tahun 2021 Pemerintah Republik Indonesia juga telah menetapkan pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), sebagai limbah non B3 terdaftar yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 dan PermenLHK No 19 Tahun 2021.
Direktur Utama PKT, Rahmad Pribadi mengungkapkan, “Sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk menerapkan ESG dalam kegiatan bisnis, kami senantiasa berinovasi untuk mencari cara-cara baru dalam mengolah ekses hasil kegiatan produksi pabrik menjadi sesuatu yang bernilai tambah bagi lingkungan. Setelah sebelumnya menjalankan inovasi kami dalam pengolahan limbah plastik menjadi green asphalt, sejak 2021 PKT juga telah mendapatkan izin untuk mengelola limbah FABA sebagai material substitusi bahan bangunan dan stabilisasi tanah. Inovasi ini dihadirkan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam sustainable development, dimana hasil pengolahan FABA tersebut dapat dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah ekonomi untuk kegiatan infrastruktur, selain untuk menekan penumpukan limbah di TPS dalam skala yang lebih besar.”
Mengoperasikan pabrik pupuk terbesar di Asia Tenggara, PKT saat ini memiliki unit boiler batubara dengan kapasitas 2 x 220 metrik ton/jam (daya listrik 96,6 MW) yang berfungsi sebagai pemasok steam untuk mendukung proses produksi pabrik amonia – urea milik perusahaan.
Unit boiler batubara tersebut menghasilkan FABA dalam jumlah sekitar 35.000 ton/tahun yang seluruhnya berpotensi untuk diolah menjadi material substitusi bahan bangunan atau untuk stabilisasi tanah. Hingga saat ini, sebesar 34.000 limbah FABA telah berhasil diolah perusahaan jadi material alternatif bahan bangunan dan stabilisasi tanah.
Dalam prosesnya, pemanfaatan limbah FABA yang dilakukan PKT meliputi proses pengolahan bahan limbah menjadi material seperti batako dan paving blok yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun stabilisasi tanah; ditujukan agar dapat memperbaiki daya dukung tanah yang lebih kokoh, terutama pada tanah lunak yang cenderung memiliki daya dukung tanah yang rendah.
Stabilisasi tanah dengan FABA – semen mampu meningkatkan nilai daya dukung tanah pada pemeraman 3 hari secara signifikan, dimana reaksi sementasi yang terjadi pada campuran tanah semen membentuk butiran baru yang lebih keras sehingga lebih kuat menahan beban yang diberikan. Hal ini tentu menambah nilai guna dari limbah FABA batubara dan mampu memberikan manfaat terutama dalam pembangunan infrastruktur.
“Inovasi pengolahan limbah FABA ini merupakan salah satu upaya PKT terkait pengelolaan limbah non B3 yang terdaftar dan ketaatan perusahaan terhadap keberlanjutan. Kami berharap seiring dengan semakin matangnya teknologi pengolahan FABA ini, praktik serupa dapat diterapkan secara massal di berbagai industri sebagai alternatif metode stabilisasi tanah atau pengembangan ke arah alternatif bahan bangunan atau infrastruktur. Kami optimis dan berharap bahwa dengan inovasi ini, PKT dapat menjadi pelopor dalam pengolahan limbah batu bara sebagai komoditas yang memiliki daya guna tambahan dalam prinsip ekonomi sirkular, yang diharapkan nantinya akan mampu menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi perusahaan dan masyarakat secara luas,” tutup Rahmad. (adv)