BONTANG – Program pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan teknologi Wolbachia kini sedang menjadi sorotan publik. Isu inipun mendapat tanggapan dari Kepala Dinkes (Kadinkes) Bontang, drg Toetoek Pribadi Ekowati.
Diketahui Bontang menjadi salahsatu kota sebagai daerah ujicoba teknologi wolbachia ini bersama Jakarta Barat, Bandung, Semarang, dan Kupang. Sebelumnya, metode wolbachia ini sudah diujicobakan di Yogyakarta.
Dikatakan drg Toetoek, bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum merilis program wolbachia tersebut. Pihaknya sudah memberikan pemahaman ke masyarakat, sehingga masyarakat siap sebelum program tersebut dirilis.
“Kami sudah sosialisasi dan pahamkan masyarakat. Masyarakat sudah siap sebelum aplikasi di lapangan. Alhamdulillah masyarakat paham dan mendukung,” ujarnya singkat.
Pers Release Kemenkes RI
Guna mendukung argumennya tersebut, drg Toetoek menambahkan pers release yang dikeluarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI, di Jakarta tertanggal 13 November 2023 berjudul ‘Inovasi Wolbachia Efektif Turunkan Kasus DBD.’ Diketahui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Dijelaskan, bahwa Kementerian Kesehatan menerapkan inovasi teknologi wolbachia untuk menurunkan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Teknologi Wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Stranas (Strategi Nasional).
Sebagai pilot project, dilaksanakan di 5 kota yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang dan Kota Bontang berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.
Selain di Indonesia, Pemanfaatan teknologi Wolbachia juga telah dilaksanakan di negara lain (Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuathu, Mexico, Kiribathi, New Caledonia, Sri Lanka) terbukti efektif untuk pencegahan dengue.
Efektivitas wolbachia telah diteliti sejak 2011 yang dilakukan oleh WMP di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija. Penelitian dilakukan melaui fase persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas (2011-2015).
Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia. Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.
Sebelumnya uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86%.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani juga menegaskan adanya penurunan penyebaran Dengue yang signifikan setelah adanya penerapan Wolbachia.
“Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 – 2022) berada di bawah garis minimum,” terang Emma
“Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD,” papar Sigit Hartobudiono, Lurah Patangpuluhan Yogyakarta
Kendati demikian, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Program Wolbachia Ditolak Mantan Kemenkes RI
Di sisi lain, mantan Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari dengan tegas menolak penyebaran nyamuk bionik Wolbachia.
“Penyebaran nyamuk Wolbachia ini membawa resiko bagi kesehatan masyarakat dan bisa menimbulkan penyakit baru yang berbahaya bagi kesehatan rakyat Indonesia. Segera hentikan!” ujar Siti Fadilah Supari.
“Ini seperti mengorbankan rakyat kita untuk menjadi kelinci percobaan, hal ini tidak dapat diterima. Siapa yang akan bertanggung jawab atas resiko-resiko yang mungkin muncul,” pungkas Siti Fadilah Supari saat konferensi pers.
Pada hari Minggu (12/11), “Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia” menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait adanya program Pemerintah berupa penyebaran telur nyamuk Aedes Aegypti yang terpapar bakteri Wolbachia dalam jumlah jutaan.
Acara tersebut tak hanya dihadiri oleh Mantan Menkes RI Siti Fadilah, melainkan banyak pembicara lainnya seperti Komjen Pol Drs Dharma Pongrekun SH MM MH, Mirah Sumirat SE (Presiden ASPEK Indonesia) dan Dr Ir Kun Wardana Abyoto, MT.
Penulis/Editor: Yusva Alam