SAMARINDA – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Konsolidasi Data Kemiskinan Tahun 2022. Rapat konsolidasi ini dimaksudkan untuk menyeragamkan data kemiskinan yang ada di seluruh kabupaten/kota se Provinsi Kaltim.
Pelaksana Tugas Kepala Bappeda Kaltim, Yusliando, S.T mengungkapkan, dasar pelaksanaan rapat ini adalah upaya penurunan kemiskinan di Kaltim sesuai denganĀ Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Sementara selama ini, terjadi perbedaan data kemiskinan dari masing-masing intansi sektoral dan pemerintah kabupaten/kota di Kaltim. Perbedaan data ini menyebabkan biasnya sasaran pembangunan dan bantuan sosial yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat miskin.
Sehingga, Bappeda berkomitmen untuk menyeragamkan data kemiskinan Provinsi Kaltim untuk menciptakan satu data yang akurat dan disepakati oleh seluruh pihak.
āKita akan coba mendiskusikan berkenaan dengan bagaimana pendekatan dan indikator, terkait dengan penetapan angka kemiskinan,ā kata Yusliando saat memimpin Rapat Konsolidasi Data Kemiskinan di Ruang Rapat Propeda Bappeda Kaltim, Rabu (19/10/2022).
Menurut Yusliando, perbedaan data kemiskinan di intansi sektoral ini disebabkan oleh pendekatan dan indikator yang berbeda. Sehingga, diperlukan kesepakatan pendekatan dan indikator yang sama, dalam metode pengumpulan data kemiskinan.
Sebab, sering kali perbedaan data ini menimbulkan masalah di lapangan. Terutama saat penerimaan Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah.
āData Kementerian Sosial berkenaan dengan bansos kadang tidak diterima oleh kabupaten/kota. Masyarakat juga sering mengeluhkan mestinya menerima (bantuan) tapi tidak. Begitu juga sebaliknya. Harusnya tidak menerima, malah menerima bantuan,ā jelas Yusliando.
Asisten II Sekeretariat Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Ir. H Zubair, M.T yang hadir dalam kesempatan tersebut, mengusulkan perlu dilakukan pendataan kemiskinan secara masif hingga ke tingkat desa/kelurahan. Pendataan ini bisa dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan sumber pendanaan melalui Bappeda.
Lalu ditentukan metode pendataan yang disepakati oleh intansi sektoral terkait, seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Sosial (Dinsos), mau pun pemerintah kabupaten/kota.
Hasil pendataan ini, kemudian dipetakan per kabupaten/kota lalu dikompilasi menjadi data provinsi. Sehingga terbentuk one map one data.
āYang penting pendekatan dan indikator kemiskinannya ini disepakati. Karena pernah terjadi, indikator kemiskinan tertinggi itu kan tidak punya rumah, lalu ada manager perusahaan tambang dengan gaji
Rp 70 juta sebulan, tapi tinggal di mess. Lalu, dicatat sebagai penduduk miskin, ini kan jadi soal,ā terang Zubair memberikan contoh riil hasil pendataan di lapangan.
Hadir dalam rapat tersebut, Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Kaltim, Nani Nuraini, ST MT, dan perwakilan dari intansi sektoral terkait. Di antaranya seperti BPS, Dinsos, serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kaltim. Turut hadir dari Diskominfo Kaltim, Pranata Komputer Ahli Pertama Bidang Statistik, Nazaruddin, S.Kom. (KRV/pt/diskominfokaltim)