spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

TBC Meningkat di Bontang, Penting Dicegah!

Rahmi Surainah, M.Pd

Alumni Pascasarjana Unlam Banjarmasin

Tuberkolosis (TBC) adalah virus yang biasa disebut mycobacterium tuberculosis atau sering disebut dengan flek. TBC bukanlah penyakit turunan, melainkan penyakit yang ditularkan dari percikan ludah yang keluar dari penderita TBC, ketika berbicara, batuk, atau bersin. Penyakit ini lebih rentan terkena pada seseorang yang kekebalan tubuhnya rendah.

TBC akan menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama (lebih dari 3 minggu), biasanya berdahak, dan terkadang mengeluarkan darah. Kuman TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang tulang, usus, atau kelenjar.

TBC dapat disembuhkan jika penderitanya patuh mengonsumsi obat sesuai dengan resep dokter. Untuk mengatasi penyakit ini, penderita perlu minum beberapa jenis obat dalam waktu yang cukup lama (minimal 6 bulan).

Terkait TBC dikabarkan kasusnya semakin meningkat di Kota Bontang menyerang anak-anak. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang menyebutkan di 2021 ada 81 kasus, 2022 meningkat menjadi 237 kasus.

Kepala Bidang Pencegahan Penanggulanan Penyakit Menular Dinkes Bontang, Muhammad Ramzi mengungkapkan, bahwa di awal 2023 sudah terdeteksi 24 kasus per Februari 2023. Selain itu, Dinkes akan melakukan pemantauan terhadap pasien yang memang sudah masuk dalam sasaran, serta menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap keluarga masing-masing terutama anak-anak yang memang cukup rentan terpapar virus penyakit. (Niagaasia.co, 20/3/2023)

Baca Juga:  Pendemi, Tantangan Domestik dan Global untuk Pemuda

Kasus TBC menunjukkan tren kenaikan, tidak hanya di Bontang tetapi Indonesia keseluruhan. Bahkan mencengangkan jumlah kasus TBC Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia setelah India. Oleh karena itu, peningkatan TBC ini perlu dicegah agar tidak semakin bertambah. Tentunya dengan mencegah faktor penyebab yang melatarbelakanginya.

Kalau dianalisis faktor kemiskinan menjadi penyebab utama tren kenaikan TBC. Di Bontang berdasarkan data BPS ada delapan ribuan warga miskin.

Tentunya kemiskinan ini akan membuat lingkungan dan sanitasi yang bersih sulit didapat. Kondisi gizi buruk yang menimpa anak termasuk ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan.

Tidak hanya itu, pemahaman masyarakat karena tidak bisa mengakses pendidikan secara layak berpengaruh terhadap peningkatan TBC. Tentunya semua ada andil negara untuk menjalankan fungsinya dalam memenuhi layanan pendidikan dan kesehatan merata bagi seluruh rakyatnya.

Meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya mencegah dan meminimalkan penularan TBC, jika persoalan kemiskinan belum terurai secara tuntas, kasus TBC bisa jadi terus meningkat.

Sekalipun negara menggandeng ormas, LSM, bahkan WHO untuk mencegah dan mengatasi TBC, jika pengaturan urusan rakyat masih menerapkan kapitalisme, hidup sehat dan sejahtera hanya mimpi.

Baca Juga:  El Nino atau Hobi Impor?

Oleh karena itu, kemiskinan harus segera diakhiri dengan mengambil kembali kekayaan umat berupa Sumber Daya Alam Energi (SDAE).

Dalam Islam kekayaan SDAE adalah milik umum dan akan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Negara akan memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan secara layak.

Negara juga akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar kepala keluarga dapat menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarganya.

Negara akan memberi layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis bagi seluruh rakyatnya. Dengan berbagai kemudahan tersebut, tidak sulit bagi warga menciptakan sanitasi dan lingkungan bersih serta gizi yang cukup untuk keluarganya sehingga TBC pun bisa dihindarkan.

Demikianlah ketika negara menerapkan Islam dalam sistem kehidupan.

Wallahu’alam…

Most Popular