spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

UMK Naik CS PPH Naik: Bukti pemimpin Populis Otoritarianisme

Oleh:
Emirza Erbayanthi, M.Pd
(Pemerhati Sosial)

Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Bontang sepakat Upah Minimum Kota (UMK) 2025 naik sebesar 6,5 persen atau Rp230 ribu. (https://kaltim.suara.com/amp/read/2024/12/11/150000/depeko-bontang-sepakati-kenaikan-umk-2025-hingga-rp-378-juta)

Sedangkan di Paser UMK bagi buruh pada tahun 2025 juga mengalami kenaikan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. (https://mediacenter.paserkab.go.id/ketenagakerjaan/umk-2025-naik-65-persen-pemkab-paser-segera-tetapkan-paling-lambat-18-desember/ )

Sistem Kapitalisme

Kenaikan UMK setiap tahun selalu menjadi tuntutan para buruh. Permasalahan utama buruh yang tidak pernah terselesaikan adalah upah. Sejak awal, penetapan upah minimum sudah salah.

Dalam kapitalisme, upah buruh ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum yang disebut dengan KHL. KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan.

KHL inilah yang menjadi dasar penetapan upah minimum bagi buruh. Di satu sisi, putusan MK membuat para buruh sedikit lega karena pengupahan harus dilihat berdasarkan KHL para buruh sehingga ada harapan kenaikan upah lebih besar pada 2025.

Besaran upah cenderung kecil, sedangkan pengeluaran makin besar. Daya beli masyarakat akan tertekan karena pemasukan dan pengeluaran ekonomi tidak seimbang. Upah tidak seberapa, tetapi beban ekonomi terus bertambah.

Walaupun UMK naik namun dibarengi dengan kebutuhan naik, pajak naik berati sama saja. Artinya pemerintah hanya pencitraan menaikkan UMK karena di sisi lain tetap otoriter terhadap rakyat.

Kenaikan UMK standarnya bukan kepentingan rakyat tetapi pertimbangan ekonomi. Jika besaran upah cenderung kecil, sedangkan pengeluaran makin besar maka ibarat besar pasak daripada tiang.

Di sisi lain, para pengusaha juga merasa berat hati jika kenaikan upah terlalu tinggi. Karena, bagi kalangan pengusaha, kenaikan upah, seberapa pun besarannya, dianggap sebagai tambahan beban yang berisiko bagi bisnis atau perusahaan mereka.

Setiap perusahaan cenderung akan melakukan efisiensi biaya untuk keuntungan yang lebih besar, diantaranya tidak menaikkan upah atau naik dalam skala kecil atau mengurangi tenaga kerja dengan melakukan PHK.

Dalam pandangan kapitalisme, kaum buruh/pekerja merupakan salah satu komponen produksi yang harus diminimalkan pengeluarannya demi mengurangi ongkos produksi. Tujuannya agar perusahaan atau industri mendapat keuntungan yang lebih besar.

Baca Juga:  Berantas Mafia Beras dengan Islam

Buruh bagi pemilik modal (kapitalis) adalah faktor produksi yang harus bekerja maksimal untuk target produksi yang tinggi. Dalam sistem ini, perusahaan memiliki kebebasan penuh untuk mengelola tenaga kerja.

Bebas juga dalam menetapkan kebijakan perekrutan dan menentukan PHK berdasarkan perhitungan bisnis dan keuntungan, bukan berdasarkan jaminan kesejahteraan tenaga kerja. Inilah sistem kapitalisme.

Pengaturan upah dalam sistem kapitalisme akan selalu menjadi isu tahunan yang tidak pernah sepi dari kritik, baik dari pihak buruh maupun pengusaha. Ketika regulasi berpihak pada buruh, pengusaha merasa dirugikan.

Ketika aturan berpihak pada pengusaha, buruh akan banyak dirugikan. Ini akibat dari kesalahan paradigma kapitalisme dalam sistem pengupahan.

Kesalahan Pemberian Upah

Permasalahan utama buruh yang tidak pernah terselesaikan adalah upah. Sejak awal, penetapan upah minimum sudah salah. Dalam kapitalisme, upah buruh ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum atau KHL.

KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam satu bulan. KHL inilah yang menjadi dasar penetapan upah minimum bagi buruh. KHL disesuaikan setiap tahun dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, yaitu berjalan sesuai tingkat inflasi nasional.

KHL terdiri dari beberapa komponen kebutuhan hidup yang amat sederhana dan cukup untuk memenuhi standar hidup paling minimal dari masyarakat. Dengan penetapan seperti ini, upah buruh tidak akan terwujud keadilan dan kesejahteraan hidup.

Walaupun mendapat upah tinggi, tetapi hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Di wilayah yang taraf hidupnya tinggi, upah tinggi belum menjamin kesejahteraan hidup.

Pendapatan tinggi, tetapi pengeluaran juga tinggi karena harga barang dan jasa lebih mahal dibandingkan wilayah yang taraf hidupnya rendah. Inilah yang menjadi problem mendasar pengupahan dalam sistem kapitalisme.

Penetapan upah tidak berdasarkan pada manfaat tenaga atau jasa yang ia berikan kepada masyarakat. Dalam pandangan kapitalisme, upah ditetapkan berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup paling minim bagi setiap individu.

Baca Juga:  Ibu dan Keluarga Terjamin dengan Islam

Besaran upah bisa berbeda-beda sesuai dengan jasa yang pekerja berikan, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja, tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. Pekerja yang profesional di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula.

Pekerja dengan jenis pekerjaan dan kemampuan yang sama, tetapi waktu dan tempat bekerja yang berbeda, seharusnya mendapatkan upah yang berbeda. Semisal tukang gali sumur di tempat yang tanahnya keras mestinya mendapat upah lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang menggali sumur di tanah yang lunak.

Sistem Upah dalam Islam

Pemimpin akan mengurus rakyatnya, sehingga dalam Islam mewajibkan laki-laki bekerja, bagi yang tidak mampu bekerja akan diberikan modal, pemberian tanah terlantar oleh negara, dan pemberian sanksi jika ada yang tidak bekerja karena malas.

Akad ijarah (pengupahan) antara pekerja dan pengusaha diatur dalam syariat Islam. Merujuk kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam (Sistem Ekonomi Islam) yang ditulis Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, penetapan besaran upah kerja, jenis pekerjaan, dan waktu kerja merupakan akad yang dilakukan berdasarkan keridaan kedua belah pihak. Tidak boleh ada yang merasa dipaksa dan dirugikan.

Transaksi ijarah dilakukan terhadap seorang ajir (pekerja) atas jasa dari tenaga yang dia curahkan. Upahnya ditakar berdasarkan jasanya. Sedangkan besarnya tenaga bukan merupakan standar upah dan bukan pula standar jasanya.

Jika tidak demikian, tentu upah seorang pemecah batu lebih besar daripada upah seorang insinyur karena jerih payahnya lebih besar, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Maka itu, upah adalah kompensasi dari suatu jasa, bukan kompensasi dari jerih payah (tenaga).

Prinsip pengupahan dalam Islam tidak terlepas dari prinsip dasar kegiatan ekonomi (muamalah) secara umum, yakni asas keadilan dan kesejahteraan. Untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus waktu, upah, dan tenaganya.

Jenis pekerjaan harus dijelaskan sehingga tidak kabur sebab transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid (rusak). Waktu bekerja juga harus ditetapkan apakah harian, bulanan, atau tahunan.

Baca Juga:  Wajar kah Harga Sembako Naik Tiap Jelang Ramadan?

Tenaga yang dicurahkan pekerja juga harus ditetapkan agar para pekerja tidak terbebani dengan pekerjaan di luar kapasitasnya. Begitu pun dengan upahnya.

Nabi ﷺ bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang pekerja maka hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya.”(HR Ad-Daruquthni) (Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam hlm. 178)

Perusahaan harus membayarkan upah tepat waktu dan tidak boleh menundanya karena menunda-nunda pembayaran upah adalah bentuk kezaliman. Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Jika terjadi perselisihan antara pekerja dan majikan terkait upah, pakar yang dipilih kedua belah pihak akan menentukan upah sepadan. Jika masih bersengketa, negaralah yang memilih pakar dan memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar.

Islam tidak akan menilai standar kesejahteraan dengan perhitungan pendapatan per kapita yang tidak menggambarkan taraf hidup masyarakat secara nyata. Islam akan memastikan setiap individu sejahtera dengan pembagian distribusi kekayaan secara adil dan merata ke seluruh masyarakat.

Negara adalah institusi yang bertanggung jawab untuk memastikan ijarah berjalan sesuai dengan akad yang telah disepakati antara majikan dan pekerja. Mendapatkan upah yang adil dan layak adalah hak pekerja.

Jika pekerja sudah mendapat upah, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, jenis pekerja seperti ini terkategori fakir. Ia berhak mendapatkan zakat yang dikumpulkan dari para muzaki. Negara juga akan memberikan santunan jika zakat itu belum mencukupi kebutuhannya.

Negara akan memfasilitasi para pekerja dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaannya, seperti pelatihan atau kursus agar setiap orang dapat bekerja sesuai kapasitasnya. Inilah prinsip pengupahan dalam sistem Islam.

Dengan penerapan syariat Islam kafah, kesejahteraan buruh dapat terwujud. Tidak akan ada lagi polemik tahunan mengenai upah yang selalu ada dalam sistem kapitalisme hari ini. Butuh kepemimpinan Islam sehingga tidak carut marut dalam penentuan upah.

Wallahualam.

Most Popular