spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wajarkah Harga Kebutuhan Pokok Naik Tiap Jelang Ramadan?

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Satu minggu terakhir harga telur kembali melonjak, setelah 2 bulan sebelumnya sempat kembali ke harga normal.

Salah satu penjual telur di Pasar Taman Rawa Indah, Murni mengatakan, sulit mendapatkan keuntungan dari penjualan telur.

Untuk telur kecil sebelumnya dibanderol dengan harga Rp 55 ribu, kini menjadi 63 ribu, untuk ukuran sedang dari harga Rp 58 ribu menjadi Rp 65 ribu, dan untuk ukuran sedang dari Rp 60 ribu menjadi 68 ribu. (radarbontang, 22/3/2023)

Harga cabai dan sejumlah kebutuhan pokok juga terus melonjak naik menjelang Ramadan, pada 7 Maret 2023. Berdasarkan data di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis atau PIHPS Nasional, harga cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit hijau, cabai rawit merah, minyak goreng kemasan bermerk 2, dan gula pasir kualitas premium juga naik.

Makin Tertekan

Gejolak harga pangan menjelang Ramadan menyebabkan kondisi rakyat makin tertekan. Apalagi, lonjakan harga pangan menjelang Ramadan ini terus terjadi berulang setiap tahun.

Baca Juga:  Senyum Terakhir, Cerpen: Muthi’ Masfu’ah

Kenaikan tidak hanya terjadi pada satu atau dua komoditas pangan, tetapi pada berbagai komoditas pangan. Seharusnya dengan memperhatikan tren peningkatan konsumsi masyarakat menjelang Ramadan dan hari-hari besar keagamaan lainnya, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah antisipasi sehingga harga tidak sampai melambung tinggi.

Lonjakan harga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai fenomena biasa. Menjaga stabilitas harga pangan sehingga masyarakat mudah mengakses pangan, merupakan tanggung jawab negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat yang berada dalam kekuasaannya.

Pemerintah harusnya juga berempati kepada rakyatnya yang miskin dengan penghasilan yang sangat minim. Tentu kenaikan harga pangan akan menambah penderitaan baru bagi mereka.

Kapitalisme Gagal

Kondisi ketahanan dan kedaulatan pangan yang terus menurun, merupakan cerminan kegagalan tata kelola pangan dalam sistem kapitalisme neoliberal.

Kebobrokan akibat penerapan sistem ini juga terlihat di dunia dengan makin meluasnya krisis pangan dan kelaparan. Jumlah rakyat yang kesulitan mengakses bahan pangan terus bertambah, bahkan tingkat kelaparan makin parah.

Kegagalan sistem ini menjamin pemenuhan pangan karena hilangnya fungsinya politik negara yang sahih sebagai penanggung jawab untuk menyediakan pangan secara berkelanjutan, berkualitas, dan harga yang terjangkau.

Baca Juga:  Ilusi Kesejahteraan Guru Honorer, Bikin Horor

Peran negara dibatasi hanya sekadar regulator dan fasilitator. Di sisi lain penguasaan pangan oleh korporasi justru makin menguat. Korporasi diberikan keleluasaan untuk menguasai seluruh rantai pengadaan pangan mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi berada di tangan korporasi yang tentunya berorientasi mencari untung.

Akibat penguasaan negara yang minim tersebut berakibat pada minimnya penguasaan pasokan pangan negara, juga lemahnya pengawasannya pada rantai tata niaga pangan sehingga para mafia tumbuh subur. Begitu juga di aspek konsumsi, negara juga sangat abai terhadap keamanan dan kualitas pangan yang dikonsumsi rakyat.

Dengan penerapan mekanisme pasar bebas telah menyebabkan penguasaan rantai pengadaan pangan berada di segelintir orang yang akhirnya bisa mengendalikan harga. Maka, tidak jarang terjadi anomali harga ketika pasokan pangan surplus, tetapi harga tetap melambung.

Evaluasi Mendasar

Dibutuhkan evaluasi secara mendasar dan komprehensif dalam tata kelola pangan kita, yaitu dengan penerapan sistem pengelolaan pangan Islam.

Tata kelola ini berpijak pada dua konsep mendasar, yaitu secara politik, Islam yang mengharuskan kehadiran negara secara penuh sebagai penanggung jawab semua kebutuhan rakyat sekaligus menjadi pelindung mereka.

Baca Juga:  Kekerasan Anak Marak di Bontang, Mengapa Berulang?

Pemerintahlah yang wajib mengatur semua rantai pangan, yaitu produksi, distribusi, sampai konsumsi rakyat. Negara harus menjamin semua individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan layak, berkualitas, dan harga yang terjangkau.

Secara ekonomi, sistem Islam akan menerapkan sistem ekonomi yang adil dan menyejahterakan seluruh rakyat. Di dalamnya diatur dengan rinci tentang hak kepemilikan harta dan cara mendistribusikan kekayaan yang benar sehingga akan terwujud pemerataan ekonomi.

Sistem sanksi dalam islam juga memiliki konsep pengawasan yang ketat dengan adanya kadi muhtasib. Kadi akan mengawasi dan menegakkan hukum secara tegas bagi para pelanggar aturan, seperti mafia, kartel, dan sebagainya.

Wallahualam.

Most Popular