spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Stunting yang Kian Genting

Emirza, M.Pd (Pemerhati Sosial)

Kelurahan Loktuan menjadi kelurahan tertinggi angka keluarga resiko stunting, di antara 15 kelurahan se-Bontang. Hasil itu disampaikan pada rapat evaluasi kinerja 8 aksi, mengenai percepatan penurunan stunting Bontang, di Pendopo Rujab Wali Kota, Selasa (17/1/2023).

Dalam review kinerja penurunan stunting kota Bontang, dijabarkan persentase setiap kelurahan. Disampaikan, Kelurahan Loktuan 13 persen, Api-api 9 persen, Tanjung laut 9 persen, Gunung Elai 8 persen, Tanjung laut Indah 8 persen, Berbas Tengah 7 persen, Gunung Telihan 7 persen, Bontang Baru 7 persen, Berbas Pantai 6 persen, Satimpo 5 persen, Bontang Lestari 5 persen, Belimbing 5 persen, Bontang Kuala 5 persen, Guntung 4 persen dan Kanaan 2 persen. (radarbontang.com, 18/1/2023)

Kementerian Kesehatan RI merilis status gizi anak Indonesia pasca pandemi Covid-19 sangat memprihatinkan. Sekretaris Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa setelah dua tahun pandemi, jumlah bayi kurus di Indonesia naik 15% atau sekitar 7 juta anak.

Bayi kurang gizi merupakan tahap awal anak menuju stunting. Apabila malnutrisi terus terjadi dalam jangka waktu lama, anak berpotensi mengalami gagal tumbuh dan stunting. Kemenkes mencatat, kasus stunting di Indonesia masih 24,4%. Angka ini di atas standar WHO, yaitu 20%. (Suara, 04/08/2022).

Stunting dan Kemiskinan

Stunting adalah kondisi terhambatnya tumbuh kembang balita akibat kurang gizi. Menurut WHO, 20% persoalan stunting sudah terjadi sejak bayi berada dalam kandungan. Maka, mengatasi stunting harus dilakukan sejak sebelum lahir dan mengatasi stunting adalah kecukupan gizi.

Tetapi, mengatasi stunting ini susah dilakukan jika persoalan kemiskinan tidak selesai, karena faktor utama para ibu dan bayi mengalami malnutrisi adalah kemiskinan. Permasalahan anemia, misalnya, masih menjadi isu utama pada ibu hamil, sedangkan faktor terbesar pemicu anemia pada ibu hamil adalah stres dan kurang nutrisi.

Baca Juga:  Teknologi Wolbachia, Mampukah Atasi DBD Tanpa Resiko?

Para ibu hamil rentan stres bukan karena perubahan hormon saja, tetapi juga karena persoalan hidup yang semakin berat. Kemiskinan yang semakin tidak terkendali menyebabkan kesehatan mental para ibu terganggu. Jangankan memenuhi nutrisi lengkap untuk pertumbuhan janinnya, untuk bertahan hidup di tengah kebutuhan hidup yang sangat tinggi saja sudah susah.

Setelah melahirkan, ibu menyusui seharusnya memperhatikan asupannya agar kualitas ASI terjaga. Tetapi, hal tersebut susah dilakukan karena penghasilan yang terus menurun. Bahkan, tidak sedikit para ibu yang lebih memilih memberikan susu formula murah pada bayinya agar bisa kembali bekerja. Persoalan makanan pendamping ASI bagi bayi di atas 6—23 bulan juga menjadi isu utama. Kecukupan protein hewani pada jutaan bayi masih sangat kurang.

Karena Kapitalisme

Berbagai usaha dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan stunting. Hingga saat ini, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Karena masalah stunting bukan hanya persoalan kesehatan yang bisa selesai dengan mencukupi nutrisi ibu dan bayi. Lebih dari itu, ini merupakan persoalan sistem yang harus diselesaikan dengan perubahan sistem.

Masalah malnutrisi pada ibu dan bayi lahir dari problem kemiskinan yang struktural, sedangkan kemiskinan struktural karena kapitalisme. Sistem ini yang menjadikan fungsi negara sebatas regulator sehingga negara tidak menjamin kesejahteraan warganya.

Kapitalisme menjadikan pihak swasta yang berperan penting memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Maka, pemenuhan tidak merata, hanya orang-orang yang mampu mengaksesnya yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu mereka yang memiliki uang. Sebagian besar rakyat tidak memiliki akses akibat kemiskinan.

Sistem kapitalis memiliki aturan dalam kepemilikan, yaitu liberalisme. Harta milik rakyat bisa berpindah ke individu atau swasta bahkan asing. Negara tidak boleh menghalangi individu yang ingin memiliki pulau atau menguasai kepemilikan publik.

Baca Juga:  Nelayan Sulit Dapat BBM: Bukan Persoalan Pelit Kuota Tapi Tata Kelola

SDA yang harusnya menjadi sumber dana untuk membiayai berjalannya negara, tetapi dikuasai korporasi. Sehingga negara mengambil pajak ke rakyat yang semakin membuat kehidupan mereka sempit.

Kapitalisme dengan sistem politik demokrasi akan menghasilkan penguasa korup yang tidak peduli rakyat. Jangankan gizi buruk pada balita, saat periode mereka menjabat sepertinya mereka tidak peduli. Keterlibatan cukong menjadikan penguasa berdiri bukan bersama rakyat, tetapi korporasi.

Pangkal dari jutaan anak malnutrisi adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Anak atau generasi adalah aset bangsa yang harusnya mendapat perhatian lebih.

Dalam Islam

Islam akan menjamin hak anak terpenuhi, berbeda dengan kapitalisme yang tidak peduli nasib anak. Anak adalah bagian dari masyarakat yang wajib diurus negara.

Pertama, Islam menjamin kehidupan yang baik untuk anak saat dalam rahim maupun setelah lahir. Jaminan kesejahteraan oleh negara kepada rakyatnya menjadikan terpenuhinya kebutuhan nutrisi ibu saat hamil dan setelah melahirkan. Problem stunting pada titik ini sudah bisa teratasi.

Kedua, menjamin hak nafkah anak. Islam mewajibkan nafkah anak pada ayahnya. Jika ayahnya tiada (ataupun ada, tetapi tidak mampu bekerja karena uzur, seperti cacat), kewajiban nafkah pindah ke ahli waris atau keluarga terdekat. Jika seluruh kerabatnya tidak mampu menafkahi, kewajiban tersebut ke negara.

Negara memenuhi kebutuhan hidup mereka dari harta di baitul mal. Jika kas negara kosong, kewajiban jatuh ke kaum muslim yang mampu. Hal demikian sesuai dengan firman Allah Swt., “Di dalam harta mereka terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (QS Adz-Dzariyat [51]: 19)

Baca Juga:  Banjir Rob dan Salah Arah Pengelolaan Kawasan

Ketiga, memenuhi hak pendidikan. Pendidikan anak, baik fasilitas dan kualitas pengajarannya, akan dipastikan merata untuk setiap anak. Saat dewasa, seluruh anak diharapkan menjadi manusia-manusia yang berkualitas. Ia akan menjadi hamba yang memiliki ketakwaan tinggi dan berkontribusi terhadap kemajuan bangsa.

Negara juga akan memastikan orang tua memiliki kecakapan dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua, terutama ibu, merupakan pengajar pertama dan utama dalam kehidupan awal anak-anaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pemberian orang tua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR At-Tirmidzi)

Keempat, memenuhi hak sehat. Anak, mendapatkan jaminan kesehatan dari negara. Rasulullah saw. menyandingkan kesehatan dengan keimanan melalui sabdanya, “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan disukai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR Muslim)

Seorang ibu wajib menjaga nutrisinya dengan mengonsumsi makanan halal dan tayib. Setelah melahirkan, anak berhak mendapatkan ASI selama dua tahun. Kesejahteraan yang terjamin menjadikan anak dan ibu tidak kekurangan nutrisi, maka tumbuh kembang anak akan optimal. Pada masa Khalifah Umar, ada penetapan besaran upah bagi para ibu yang melahirkan sebagai jaminan terhadap masa menyusui.

Demikianlah jaminan Islam dalam memenuhi hak anak. Bukan hanya jaminan nutrisi, tetapi sepaket dengan pendidikan dan hak lainnya. Ini karena persoalan stunting adalah persoalan sistemis.

Kapitalisme yang merusak sangat jelas menyebabkan anak-anak kehilangan haknya, termasuk hak hidup dengan kecukupan nutrisi. Maka, untuk mengembalikan kualitas generasi, urgen menerapkan syariat Islam kafah.

Wallahualam

Most Popular