spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Booming Hamil di Luar Nikah, Buah dari Sekularisme Liberal

Oleh: Mimi Muthmainnah (Pegiat Literasi)

Pernikahan adalah gerbang membangun mahligai rumah tangga. Berpadunya sepasang insan manusia, terdiri laki-laki dan wanita. Demi mewujudkan sakinah, mawadah, warahmah, dan melestarikan keturunan.

Namun, apa jadinya jika pernikahan terpaksa dilakukan karena hamil di luar nikah, akibat pergaulan bebas di kalangan remaja. Sedangkan generasi muda adalah agen perubahan dan pemimpin masa depan. Jika generasi sedari dini telah rusak, maka alamat hancurlah sebuah peradaban.

Booming berita pernikahan dini karena hamil di luar nikah menghiasi media online, cetak, maupun TV. Mirisnya ini terjadi hampir di seluruh kota di Indonesia. Tak terkecuali Kota Bontang.

Dilansir dari Radarbontang.com (31/12/2023), sedikitnya tahun 2022, Pengadilan Agama Bontang telah mencatat 31 pengajuan dispensasi nikah. Sebelumnya tahun 2021 ada 57 permohonan, tahun 2020 ada 72 permohonan. Oleh PA ada yang diterima maupun ditolak.

Humas PA Bontang, Ahmad Farih Shofi Muhtar menyampaikan, pasangan calon suami istri yang mengajukan masih berstatus di bawah umur. Rata-rata berumur 16-18 tahun. Dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, hamil di luar nikah, putus sekolah, pacaran, dan lain-lain.

Pemerintah telah berupaya menekan dan membatasi jumlah pernikahan dini dengan mengeluarkan peraturan UU No. 16 Tahun 2019 tentang kebolehan batas usia menikah. Minimal usia 19 tahun, atau telah mengantongi dispensasi nikah.

Namun, realitas kebijakan yang ada tidak dapat membendung laju pernikahan dini, justru menjadi peluang bagi pernikahan dini itu sendiri. Akibatnya pergaulan bebas di kalangan remaja semakin marak. Dengan kata lain, kebijakan penguasa telah gagal melindungi generasi muda dari pergaulan bebas.

Akar Masalah Pergaulan Bebas

Jika ditelisik, pernikahan dini merupakan problem sistemik, akibat penerapan ideologi kapitalisme sekuler liberal. Di mana keuntungan materi dan manfaat menjadi tujuan. Untuk mencapai tujuannya tak memiliki standar halal haram. Sistem ini telah meniadakan peran Allah dalam mengatur kehidupan sehari-hari, artinya ada sebuah kebebasan yang terjamin. Meski ada peraturan UU tak lantas bisa membendung pergaulan bebas. tersebab ada HAM yang melindungi.

Beberapa faktor penyebab rusaknya para remaja di antaranya:

Pertama faktor pendidikan, sistem pendidikan yang ada berbasis sekuler. Disadari atau tidak pendidikan hari ini telah menjauhkan anak didik menjadi semakin jauh dari nilai-nilai agama dan bebas berperilaku atau berucap, boleh berbuat apa saja (liberal)

Baca Juga:  Lapas dalam Pandangan Islam, Beri Sanksi Tegas dan Memanusiakan

Pendidikan agama di sekolah sekadar formalitas. Dengan durasi belajar 2 atau 3 jam per minggu, tentu tidak memberi banyak pengaruh pada akidah dan akhlak siswa. Berbanding terbalik dengan sistem pendidikan Islam. Di mana akidah Islam menjadi asasnya, otomatis mengedukasi dan membentuk generasi muda menjadi bertakwa dan memiliki kepribadian Islam.

Sebagaimana hadis Rasul saw. yang diriwayatkan At-Tirmidzi yang berbunyi: “Bertakwalah kepada Allah di manapun kau berada, ….”

Generasi muda Islam sejak dini telah dipersiapkan mampu mengemban setiap amanah, termasuk mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang pernikahannya kelak.

Kedua faktor ekonomi, kemiskinan yang mendera, menyebabkan para orang tua lebih ekstra banting tulang untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup. Tersitanya waktu di luar rumah melemahkan peran orang tua di dalam rumah dalam mencetak generasi saleh. Anak-Anak yang seharusnya mendapatkan perhatian dan pendidikan dari orang tuanya jadi terabaikan. Berujung anak-anak mencari bentuk perhatian lain yang menurutnya nyaman. Bisa lewat tontonan, media sosial atau keluar rumah terjebak pada pergaulan bebas.

Itulah mengapa, ketika Rasul, para sahabat hijrah ke Madinah. Maka yang pertama dibenahi adalah membangun perekonomian masyarakat dengan menerapkan sistem ekonomi Islam berbasis syariah, dengan sumber pendanaan dari Baitul Mal.

Ketiga faktor media, peran media cetak atau elektronik saat ini, turut andil telah merusak generasi muda dengan suguhan tayangan unfaedah seperti sinetron yang mengumbar syahwat, berpelukan, berciuman,  niradab, pornoaksi/pornografi, dan sebagaianya. Tontonan yang jauh dari nilai tuntunan. Seharusnya pemerintah menutup celah pintu-pintu yang berpeluang zina dan kemaksiatan, bukan menjadikannya ajang meraup keuntungan.

Pertanyaanya?

Jelas, akar masalahnya ada pada  sistem kapitalisme sekuler liberal.  Masihkah kita mempertahankannya?

Islam Libas Pergaulan Bebas

Islam adalah ajaran sempurna. Selain sebagai agama juga mengatur seluruh aspek kehidupan. Menghadirkan manusia terbaik Rasulullah saw. sebagai teladan dengan membawa risalah Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman.

Akal manusia lemah dan terbatas. Tidak bisa menjangkau apa yang mereka perlukan kecuali dengan petunjuk Allah. Allah SWT sebagai pencipta sangat tahu akan kebutuhan ciptaannya. Sehingga Allah pula yang akan memberikan petunjuk kepada manusia dalam mengarungi kehidupan dunia. Memberi solusi setiap problem yang ada, termasuk bagaimana mengatasi pergaulan bebas (zina).

Dalam Islam, pergaulan bebas adalah perbuatan dosa besar, kemaksiatan yang dapat mendatangkan kemurkaan dan azab Allah SWT. Mengerikannya lagi murka Allah tidak hanya menimpa kepada pelaku zina, tetapi juga mereka yang tidak berbuat zina, akibat sikap diam mereka dari amar makruf nahi mungkar.

Baca Juga:  Ironi, Prostitusi Anak di Kota Layak Anak

Dari riwayat hadis Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani.  Rasulullah saw. menuturkan: “Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.”

Jelas dan tegas peringatan di atas, jika zina telah menyebar dan menjadi kebiasaan di kalangan remaja dan masyarakat, sama halnya memancing turunnya azab Allah. Jika keberkahan telah hilang dari masyarakat, maka keburukan, kerusakan, dan kehinaan akan terus mendera. Astagfirullah.

Oleh karena itu, upaya pencegahan maraknya perzinaan harus segera dilakukan. Mengubah pola kehidupan yang serba bebas (liberal) menjadi terikat kepada hukum-hukum Allah SWT. Memahami sepenuhnya bahwa sebagai muslim segala tindak tanduk perbuatan dan perkataannya terikat oleh hukum syara. Kelak, akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan-Nya.

Islam sangat memperhatikan dan menjaga interaksi pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Hukum asalnya terpisah. Syara membolehkan berkumpul hanya sebatas muamalah, pendidikan, dan kesehatan.

Melarang khalwat, ikhtilat, menutup aurat bagi wanita, menundukan pandangan, wajib mahram bagi wanita bila safar, dan melarang aktivitas pacaran tetapi menganjurkan menikah bila memang telah siap secara fisik, mental maupun spiritual.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 32 Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.”

Ayat di atas sangat tegas dan jelas mengingatkan kepada mukmin untuk menjauhi perbuatan zina yang bisa merusak dirinya. Jika ada yang melanggar hukum. Maka akan dihukum sesuai dengan kadar perbuatannya.

Seperti yang dilaksanakan Rasulullah saw. dalam menjaga perilaku masyarakat dari perzinaan. Beliau memberlakukan hukuman cambuk 100 kali bagi yang belum menikah. Dan rajam bagi yang sudah menikah. Di mana sebelumnya di proses secara teliti dan tepat oleh pihak qadhi.

Selaras firman Allah di surat An-Nur ayat 2: “Perempuan dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya dengan seratus kali dera.”

Sejarah mencatat. Suatu ketika datanglah seorang perempuan kepada Rasul untuk meminta disegerakan hukuman rajam atas perzinaan yang dilakukannya. Oleh Rasul tidak serta merta melaksanakan. Tetapi membuktikan kebenaran ceritanya, memberi waktu hingga lahir dan menyapih anaknya selama 2 tahun, barulah hukuman rajam dilaksanakan. Sungguh, betapa adil hukum Islam.

Baca Juga:  Kekerasan Anak Marak di Bontang, Kenapa?

Pemberlakuan hukuman tersebut, diharapkan memberi efek jera bagi pelaku dan mereka yang akan mengikutinya. Begitu agungnya hukum Islam mampu sebagai jawabir (penebus) dan jawazir (pencegah), sehingga generasi muda terselamatkan dari kerusakan moral dan kehinaan hidup di dunia dan akhirat.

Mencegah maraknya kasus pernikahan dini. Bukan dengan membatasi usia pernikahan. Sebab dalam Islam, seberapapun usia seseorang jika telah baligh, siap mengarungi bahtera rumah tangga, bertanggung jawab, paham hak dan kewajiban masing-masing, maka menikah adalah yang terbaik.

Dispensasi nikah juga bukan jalan keluar yang tepat. Justru kebijakan ini akan membuka peluang pergaulan bebas makin marak. Toh, kalau hamil di luar nikah, mereka tetap akan dinikahkan. Tidak ada sanksi sosial. Dianggap lumrah oleh masyarakat. Urusan pun selesai.

Menikah tanpa persiapan matang akan menghasilkan individu rapuh atau rumah tangga yang tidak memiliki ketahanan tangguh. Terbukti dengan meningkatnya pula kasus perceraian, KDRT, masalah ekonomi, perselingkuhan, dan lain-lain.

Jadi sangat jelas. Persoalan pergaulan bebas yang berujung pada pernikahan hamil di luar nikah tersebab penerapan sistem kapitalisme sekuler liberal. Oleh karenanya, umat hari ini harus menyadari. Hanya, dengan kembali pada aturan yang benar berasal dari Allah SWT, kerusakan moral generasi muda dan bencana kemurkaan Allah bisa terhindari.

Menjadi renungan bersama, peringatan dan ancaman Allah SWT dalam surat Thaha ayat 124 bagi mereka yang melanggar aturannya: “Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”

Pada akhirnya, mari selamatkan generasi muda dari pergaulan bebas dengan penerapan syariat-Nya. Tentu saja ini tidak akan bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada dukungan semua pihak.

Hendaklah seluruh elemen yang ada seperti masyarakat, tokoh masyarakat, alim ulama, pejabat, praktisi pendidikan, praktisi kesehatan, pengusaha dan lain-lainnya. Semua bersinergi, bersatu padu memperjuangkan tegaknya penerapan hukum-hukum Allah SWT di muka bumi ini dalam mengatur semua aspek kehidupan.

Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Selain itu, keamanan, ketertiban, kesejahteraan dan kedamaian akan terwujud. Remaja terjaga dari pergaulan zina. Orang tua pun bisa bernapas dengan lega.

Wallahu a’lam bhishawwab.

Most Popular