spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penetapan Tersangka Ngabidin, Saksi Ahli: Pasal yang Digunakan Tak Tepat!

BONTANG – Agenda sidang pengacara asal Bontang, Ngabidin Nurcahyo memasuki tahap pembuktian saksi para pihak dan pengambilan kesimpulan. Sidang di Pengadilan Negeri Bontang berlangsung, Senin (27/2/2023) menghadirkan Ahli Hukum Ekonomi dan Perbankan dari Universitas Mulawarman, Nur Arifudin.

Nur Arifudin menyebut bahwa status tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Polres Bontang kepada Ngabidin tidak tepat. Hal ini karena status tersangka yang dijatuhkan kepada Ngabidin mengacu pada pasal 47 ayat 2 UU 10/1998 dimana anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan.

“Pasal tersebut tidak tepat untuk menetapkan tersangka di kasus Ngabidin,” ujar Nur saat diawancara awak media usai sidang berlangsung.

Menurutnya, pasal tersebut berkaitan dengan pasal 41, pasal 41 A dan pasal 42.

Di pasal 41, minta izin membuka rahasia bank, apabila perkara berkaitan dengan pajak.

Sedangkan pasal 41 a, membuka rahasia bank diperbolehkan apabila perkara berkaitan dengan utang piutang yang ditangani oleh perusahaan negara.

Baca Juga:  Lindungi dan Penuhi Hak Disabilitas, Marthinus Sosialisasikan Perda Nomor 1 Tahun 2018 di Bontang

Sementara di pasal 42, membuka data rahasia bank diperbolehkan apabila perkara berkaitan dengan kasus pidana dengan syarat meminta persetujuan Bank Indonesia.

“Kasus Ngabidin ini termasuk kasus perdata bukan pidana. Tidak masuk dalam tiga pasal tadi,” bebernya.

Dilanjutkan, ketika kasus itu perdata diatur dalam pasal 43. Di pasal 43 di UU No 10/1998 perubahan dari UU No 7/1992. Dalam pasal 43 apabila ada perkara yang berkaitan dengan perdata, maka informasi dapat dibuka tanpa ijin dari menteri.

Lebih jauh dijelaskan, di Peraturan Bank Indonesia No 2/19/2000, dinyatakan kalau perkara sifatnya perdata tidak harus ditandatangani Bank Indonesia.

“Kasus Ngabidin persoalan perdata, maka pasal 47 tidak bisa digunakan alat untuk menetapkan status tersangka. Menurut pendapat saya sebagai ahli, penetapan tersangka itu bisa dikatakan tidak sah, karena tidak memenuhi unsur-unsur yang ada pada pasal 47 ayat 2 UU No 10/1998,” jelasnya.

Profesi sebagai advokat ketika memperjuangkan kepentingan hukum kliennya, maka dia dalam dalam rangka memperjuangkan hak-hak kepentingan hukum klien. Ketika urusannya perdata maka sah-sah saja untuk mengajukan permohonan ke pihak bank.

Baca Juga:  Kadir Tappa Ajak Warga Deteksi Dini Narkoba, Sosialisasikan Perda 4/2022

“Persoalan pihak bank punya prosedur sendiri, maka pihak bank itu sendiri yang kemudian meresponnya. Suatu hal yang sah dilakukan kuasa hukum ketika mengajukan permohonan untuk mencari informasi di bank,” pungkasnya.

Sekali lagi dia menegaskan, kapasitas dirinya sebagai akademisi, bahwa di pasal 47 tersebut bukan pasal yang tepat untuk menetapkan kasus yang sedang dipersidangkan hari ini. (al)

Most Popular