spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lapas Over Kapasitas, Apa Penyebabnya?

Oleh:

Hafsah

(Pemerhati Masalah Umat)

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Sebelumnya tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.

Lembaga ini mempunyai fungsi selain sebagai tempat untuk menjalani hukuman pidana, juga merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan dan merehabilitasi narapidana (napi), agar setelah menjalani masa pemidanaan bisa menjadi manusia yang baik dan tidak menjadi residivis.

Seiring meningkatnya pelaku tindak pidana dan kriminal, kini LP mengalami masalah, mulai dari penyediaan tempat, tenaga lapas, dan tentunya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Bontang kini menjadi penjara paling padat di Kaltim dan Kaltimtara. Kapasitas yang harusnya diisi 300 orang, kini membengkak 4 kali lipat

Lapas kini sudah dihuni 1.635 narapidana.

Imbasnya penyakit mudah menular karena hidup berhimpitan dengan penderita penyakit menular, belum lagi biaya operasional yang bertambah.

Lapas Bontang berupaya untuk mengurangi kelebihan warga binaan ini, salah satunya dengan memindahkan mereka ke Lapas lain. Mereka dibawa dari Lapas Bontang ke Lapas Narkotika Teluk Bayur Samarinda 20 WBP, kemudian di Lapas Samarinda 20, dan Lapas Tenggarong ada 6 orang.

(Klikkaltim.co 25/05/2023)

Akar Masalah

Over kapasitas tentu saja akan dialami mengingat pelaku tindak pidana dan kriminal juga bertambah.

Langkah yang ditempuh dengan memindahkan napi ketempat lain bukanlah solusi, begitupun menambah daya tampung napi hanya menyelesaikan masalah saat itu, dengan kata lain bukan solusi yang solutif.

Meningkatnya pelaku kriminal tentu harus dilihat secara menyeluruh. Bukan tanpa sebab mereka melakukan tindak kejahatan, namun banyak faktor yang melatar belakangi sehingga pelakunya terus bertambah.

Baca Juga:  Banjir Rob dan Salah Arah Pengelolaan Kawasan

Menurut sebuah sumber, penghuni lapas mayoritas pengguna dan pengedar narkoba. Dalam sistem ini hanya melarang penggunaan narkoba, namun peredaran barang haram tersebut tidak diberantas sampai keakar, yang terjadi adalah pengguna kian menjamur.

Aparat selalu kecolongan karena penangkapan hampir tiap saat menghiasi media. Inilah bukti bahwa narkoba masih saja ada ditengah masyarakat, ini pula yang menjadi pertanyaan.

Mimpi memberantas kemaksiatan menjadi ilusi, korban tetap berjatuhan dan membuat lapas penuh tanpa bisa dibendung.

Memenjarakan mereka ternyata tidak membuat jera karena banyak yang bolak balik mendekam, begitu bebas mereka masih menggunakan narkoba.

Contoh lain adalah peminum khamr, penjudi dan pelaku seks bebas hanya ditindak ketika pelaku mengganggu ketenangan orang, atau bila ketahuan saja, jika tidak maka tidak dikenakan sanksi tegas.

Hukuman yang diberikan tidak membuat jera, sehingga jumlah pelaku  tidak berkurang, ditambah sarana kemaksiatan makin menjamur. Aturan inilah yang membuat masyarakat tidak takut melakukan maksiat karena tidak ada hukum yang mengikat, padahal aturan yang membolehkan aktifitas tersebut justru berpotensi meningkatkan tindak kriminal.

Sistem kebebasan yang dianut oleh masyarakat saat ini membuat manusia cenderung berbuat salah. Wadah yang rusak menghasilkan apa yang ditampung berpotensi rusak. Pemisahan urusan agama dengan kehidupan menjadi penyebab utama dalam tindakan kriminal yang dilakukan oleh masyarakat. Urusan ketaatan kepada Allah SWT hanya sebatas ibadah mahdoh saja, sementara urusan kehidupan lainnya diserahkan keputusannya kepada manusia.

Baca Juga:  Untung Rugi pada Tata Kelola Kesehatan Melalui BPJS

Akibat lemahnya hukum buatan manusia menyebabkan penjara dan lapas bakal penuh dan over kapasitas.

Makna Penjara Dalam Islam

Islam hadir memberikan solusi bagi penganutnya, Islam juga mempunyai cara efektif dalam menjaga perilaku masyarakat agar terhindar dari segala bentuk pelanggaran hukum. Cara ini efektif untuk mencegah dan menghindarkan masyarakat agar tidak terjerat kriminalitas:

Pertama, setiap individu diharuskan taat kepada Allah SWT sebagai pencipta. Pembinaan aqidah  dilingkungan keluarga sangat penting sebagai fondasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kedua, amar ma’ruf ditegakkan ditengah masyarakat, saling mengingatkan dan peduli terhadap sesama. Hal ini akan membuat masyarakat yang islami akan membentuk ketakwaan individu semakin kuat.

Ketiga, agar tercipta dan terlaksana ketakwaan individu dan masyarakat, maka negara wajib menjaga hal tersebut dengan seperangkat aturan dan sanksi tegas bila ada yang melanggar aturan.

Dikokohkan dengan memberantas setiap hal yang dapat menjerumuskan manusia ke lubang maksiat. Jika terjadi pelanggaran maka penjara menjadi langkah terakhir, namun sistem dalam penjara tentunya berbeda dengan yang ada saat ini.

Inilah tindakan preventif yang dilakukan oleh negara.

Dalam bahasa Arab, penjara memiliki arti menahan, yang dimaksud sebagai tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi dari segala kebebasan karena suatu pelanggaran dan tuduhan. Penjara sendiri telah diterangkan sejak masa Nabi Yusuf AS, seperti firman Allah SWT dalam Alquran.

Baca Juga:  Reformasi Belajar Melalui Literasi Usia Dini Berkualitas

“Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika Engkau hindarkan daripada aku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf: [12] 33).

Adapun penampilan penjara pada zaman Rasulullah SAW sangat berbeda dengan penjara saat ini. Penjara sekarang berbentuk sebuah bangunan dengan pagar menjulang serta pintu dan jendela yang terbuat dari susunan besi. Pada masa Rasulullah, penjara bukan berbentuk tempat khusus karena pelanggar hanya akan diikat di pagar.

Namun, seiring berkembanganya zaman dan semakin banyaknya pelanggar, saat pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, terbentuklah penjara pertama yang terletak di Makkah. Penjara tersebut merupakan rumah dari Shafwan bin Umayyah yang dibeli dengan harga 4.000 dirham. Sayidina Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya juga membangun langsung tempat yang disebut sebagai Penjara Nafi’.

Meski diibaratkan sebagai tempat yang dipenuhi persepsi negatif, nyatanya penjara bukan hanya tempat bagi orang-orang yang menyalahi peraturan karena penjara juga kerap digunakan untuk membungkam orang-orang yang berani menyuarakan kebenaran atau menentang pemerintah atau rezim.

Penjara dalam sistem Islam adalah tempat terakhir pelaku kriminal bernaung, penjara dibuat sedemikian rupa untuk membina masyarakat agar kembali kejalan yang benar.

Dengan tegasnya sanksi dalam Islam tidak membuat penjara over kapasitas karena sistem Islam menjaga perilaku masyarakat dengan memberantas hal yang berpotensi melahirkan tindak kriminal.

Wallahu a’lam bisshowab

Most Popular