spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Menakar Urgensi Vaksin HPV untuk Anak SD

Oleh:

Ninis

Aktivis Muslimah Balikpapan

Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang Kaltim baru-baru ini melaksanakan launching vaksinasi Human Papiloma Virus (HPV) dan imunisasi rotavirus bagi bayi di Aula Dispopar, Selasa (15/8/23). Penerima vaksinasi HPV ditargetkan untuk anak perempuan yang duduk di kelas 5 SD. Total penerima vaksin bagi pelajar perempuan kelas 5 SD sebanyak 1300 siswa. Namun ketersediaan tahap awal di Bontang masih berkisar 670 buah vaksin.

Selain itu, Pengendalian Penyakit Ahli Muda Epidemiologi Dinkes Bontang, Adi Permana menjelaskan bahwa vaksinasi HPV ini untuk mencegah perempuan terkena kanker serviks. Sementara imunisasi rotavirus untuk mencegah diare pada bayi. (radarbontang.com).

Patut diketahui, dilansir dari laman biofarma hampir semua kasus kanker serviks (lebih dari 95%) disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi. Human papillomavirus (HPV) adalah nama kelompok virus yang sangat umum, biasanya menginfeksi kulit atau mukosa. HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual; termasuk melalui kontak kulit genital.

Jika ditelisik lebih jauh, penularan virus itu lebih banyak melalui hubungan seksual. Apakah sudah tepat pemberian vaksin sejak dini? Apakah cukup dengan pemberian vaksin untuk mencegah peningkatan penyakit kanker serviks?

Baca Juga:   Dampak Pergaulan Bebas, Menikah Dini Jadi Solusi

Tidak Tepat Sasaran

Dengan dalih pentingnya mencegah kanker serviks pemerintah memberikan vaksin HPV pada anak kelas 5 SD. Seolah pergaulan bebas kini sudah tidak bisa dicegah lagi, sehingga perlu sejak dini diberikan HPV. Mengapa bukan pergaulan anak-anak saja yang dicegah agar tidak kebablasan?

Aneh, anak SD yang masih usia dini divaksin tapi para penjaja seks di tempat-tempat prostitusi dibiarkan. Padahal potensi besar terkena kanker serviks adalah mereka. Inilah buktinya kita hidup di bawah aturan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, wajar akhirnya muncul berbagai masalah.

Terlebih, media kini lebih banyak berisi konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Alhasil pergaulan bebas tak bisa lagi terbendung, karena makin masifnya stimulan yang membangkitkan syahwat. Inilah yang seharusnya dicegah bukan memberikan vaksin sejak dini.

Sejatinya, pemberian vaksin pada anak SD tidaklah tepat sasaran bahkan tidak penting. Justru terkesan membuang-buang anggaran untuk menyediakan vaksin HPV. Selain itu, kebijakan pemberian vaksin tidaklah menyentuh permasalahan yakni meningkatnya penderita kanker serviks dikarenakan arus liberalisme yang memuja kebebasan. Telebih untuk penyakit kanker tidak sepenuhnya ditanggung oleh BPJS dan berbiaya tinggi.  Tidak akan pernah tuntas jika hanya memberikan vaksin tanpa memutus mata rantai penyebab persoalan itu.

Baca Juga:   Stunting Jadi Kendala di Kota yang Kaya?

Butuh Support System

Munculnya penyakit kanker serviks dan penyakit kelamin lainnya merupakan problem sistemik. Sehingga untuk menuntaskannya dibutuhkan support system dari individu atau keluarga yang bertakwa, masyarakat yang peka dan negara yang menerapkan aturan. Selain itu, sistem pergaulan, sosial, pendidikan dan hukum wajib diatur dengan syari’at Islam secara totalitas.

Dalam sistem pergaulan dan sosial diatur larangan berduaan yang bukan mahrom, larangan bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa uzur syar’i. Pakaian yang dipakai ketika keluar rumah wajib menutup aurat secara syar’i. Media juga dilarang menayangkan hal-hal yang mengandung unsur sensualitas dan kepornoan. Sehingga tercipta kehidupan sosial yang aman dan nyaman jauh dari unsur pornoaksi dan pornografi.

Dalam sistem pendidikan, sejak dini ditanamkan pada anak didik agar menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatannya. Kurikulum pendidikan wajib berbasis akidah Islam. Sehingga lahirlah generasi yang bertakwa, faqqih fiddin (mumpuni dalam ilmu agama) dan tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang melanggar syari’at.

Dalam sistem hukum juga diterapkan sanksi yang tegas bagi pelaku yang melanggar aturan Islam. Bagi pezina dihukum cambuk atau dirajam, bagi yang membuka tempat maksiat yang menjual miras, prostitusi mendapatkan hukuman ta’zir dari Khalifah. Dengan hukuman tegas itu akan menjadi penebus dosa (jawabir) sekaligus pencegahan (zawajir).

Baca Juga:   Adakah Korelasi Pengadaan Kendaraan Listrik dan Kesejahteraan Masyarakat?

Demikian upaya preventif negara dalam mencegah terjadinya marak penyakit kelamin. Selain itu, juga dibutuhkan upaya kuratif yakni memberikan pelayanan kesehatan terbaik untuk mengobati penyakit kanker. Negara akan menyediakan tenaga ahli, obat untuk menyembuhkannya secara optimal dengan gratis. Hanya dengan penerapan Islam secara totalitas akan mampu mencegah remaja melakukan gaul bebas dan terhindar penyakit kelamin termasuk kanker serviks.

Wallahu A’lam.

Most Popular