BONTANG – Komisi III DPRD Bontang mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas progres pembangunan jembatan ulin, serta pemanfaatan kembali kayu ulin bekas untuk fasilitas umum. Juga progres kelanjutan skala kawasan tahap kedua kampung nelayan, Selasa (1/8/2023).
Anggota Komisi III DPRD Bontang, Faisal menyoroti soal kondisi jembatan kayu di Kampung Selambai, Kelurahan Loktuan, yang masih banyak mengalami kerusakan dan perlu segera dilakukan perbaikan.
Faisal meminta pemerintah daerah agar pengerjaan jalan di wilayah itu yang sempat tertunda bisa segera kembali dilanjutkan.
“Total anggaran diusulkan senilai Rp 2 miliar, yang terealisasi hanya sekitar kurang lebih Rp 1,5 miliar saja. Ada beberapa titik yang belum selesai pengerjaannya,” ujar Faisal.
Politis Partai Nasdem ini pun minta pemerintah melalui Dinas PUPR, Perkim, dan Bappelitbang agar berkordinasi terkait kelanjutan penyelesaian perbaikan jembatan itu.
”Contohnya di RT 04 dan RT 24 masih banyak yang berlubang jembatannya. Material sisa kayu ulin bekas pembongkaran jembatan sebelumnya yang masih layak pakai itu, bisa dimanfaatkan untuk fasilitas umum, mengganti kayu jembatan yang berlubang dan rusak,” usulnya.
Faisal menyuarakan usulan tersebut lantaran sisa material pembongkaran jembatan sebelumnya banyak yang hilang. Menurutnya lebih baik dimanfaatkan oleh masyarakat Selambai.
“Kayunya banyak yang hilang. Bagian aset bisa mengumpulkan dan mendata ulang untuk diberikan ke masyarakat, agar dimanfaatkan untuk fasilitas umum,” terangnya.
Bidang Pengelolaan Barang Milik Daerah BPKAD Kota Bontang, Eko Setya P menanggapi hal tersebut. Dijelaskannya, terkait pengelolaan aset milik pemerintah daerah memiliki regulasi. Salah satunya mengenai bongkaran jembatan berupa kayu itu akan tetap menjadi aset daerah, sesuai dengan aturan Permendagri. Akan didata dan dinilai harga kelayakannya untuk dijual sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tidak bisa dimiliki. Karena akan dinilai apakah layak dijual dan berapa harganya. Setelah ketemu nilainya, akan ditetapkan wali kota melalui surat keputusan dan kemudian akan dilelang menjadi kas daerah sesuai Permendagri kategori penjualan aset, dan bukan pemanfaatan ulang pembongkaran.
“Sekecil apapun aset itu bisa dilelang, jadi tidak ada pengecualian,” jelasnya. (adv/al)