Oleh:
Mizda Mulyani
Mahasiswi Magister Administrasi Publik, Universitas Mulawarmanm.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah terbukti menjadi garda terdepan dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti khususnya dalam pemulihan perekonomian di Indonesia pasca masa pandemi covid-19 yang lalu. Berdasarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 17 Tahun 2023 tentang penetapan Berakhirnya Status Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid -19) di Indonesia, disampaikan bahwasanya masa pandemi telah berakhir dan berlaku per 21 Juni 2023. Tentu saja, pasca Covid 19, peningkatan perekonomian pun menjadi topik hangat. Hal ini dikarenakan pada masa pandemi dilalui dengan kondisi perekonomian yang sulit. Selama masa pandemi, tidak dapat dipungkiri bahwa gejolak perekonomian mengalami penurunan, sehingga diperlukan langkah-langkah guna meningkatkan pertumbuhan perekonomian kembali. Tidak hanya ditingkat nasional, namun juga wilayah kabupaten/ kota.
Hal ini pun sejalan dengan laporan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bontang Menurut Pengeluaran 2018-2022 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dinyatakan kondisi perekonomian Kota Bontang dalam produk domestik regional bruto (PDRB) dalam kurun 5 tahun terakhir. Diketahui sepanjang 2017 hingga 2020, PDRB industri pengolahan di Kota Bontang menukik tajam dari angka 83,93 menjadi 79,28 dan mengalami sedikit kenaikan pada 2021 menjadi 79,41. Sedangkan PDRB pada sektor perdagangan cenderung stabil, dari 2017 hingga 2020 tercatat sektor perdagangan mengalami kenaikan dari 2,48 menjadi 3,14, dan mengalami sedikit penurunan pada 2021 di angka 3,12.
Wali Kota Bontang Basri Rase memaparkan materi best practice, dalam rangkaian kegiatan Rapat Kerja Komisariat Wilayah V Asosiasi Pemerintah Seluruh Indonesia (Apeksi) Regional Kalimantan, Kamis (2/6/2022) di Hotel Equator Bontang, menyampaikan, “Sektor perdagangan menjadi alternatif untuk meningkatkan ekonomi Bontang di tengah semakin menurunnya sektor industri pengolahan.” Maka, guna mengantisipasi penurunan perekonomian pasca dilaluinya masa Covid-19, Pemerintah Kota Bontang berusaha melakukan berbagai langkah guna peningkatan perekonomian melalui UMKM lokal Bontang.
Berdasarkan data yang diperoleh pada Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian, dan Perdagangan (DKUMPP) Kota Bontang, bahwa jumlah pertumbuhan pelaku UMKM di Kota Bontang per Desember 2023 sebanyak 19.467 dan 20.406 pada akhir 2024 UMKM yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan dan 15 (lima belas) kelurahan. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, maka dapat diperoleh data pertumbuhan UMKM di Kota Bontang, yakni pada tahun 2021 jumlah UMKM sebanyak 16.929, tahun 2022 sebanyak 19.065, tahun 2023 sebanyak 19.467 dan tahun 2024 sebanyak 20.406.
Lantas, bagaimana dengan dampak dari pertumbuhan UMKM saat ini? Tentu saja, dengan sejarah kemampuan Indonesia meng-handle gejolak perekonomian pada masa pandemi hingga pasca pandemi covid-19 yang lalu, besar harapan bahwa UMKM dapat benar-benar menjadi tameng pekonomian. Untuk melihat secara lebih jelas, menelaah lebih jauh kondisi perkembangan UMKM pada scope yang lebih kecil, seperti di Kota Bontang dapat menjadi pilihan. Dengan jumlah UMKM Kota Bontang per akhir tahun 2024 sejumlah 20.406 pelaku usaha, tentu saja Kota Bontang terus berupaya mencapai kestabilan perekonomian. Kondisi pertumbuhan pelaku usaha UMKM yang tergambar dari tahun 2021 hingga tahun 2024, bahwasanya terjadi kenaikan jumlah yang cukup signifikan dari tahun 2021 ke tahun 2022, yakni bertambah sejumlah 2.136. Namun, pada tahun berikutnya yakni pada tahun 2023 dan 2024, jumlah kenaikan pertumbuhan UMKM tidak lagi sebanyak pada tahun 2022 yang lalu.
Kondisi kenaikan jumlah pertumbuhan UMKM yang cukup signifikan pada tahun 2022 yang lalu, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat dalam memberikan dana pemulihan ekonomi nasional berupa bantuan modal kerja produktif kepada 12 juta UMKM senilai Rp 2.400.000 bagi tiap UMKM. Bantuan ini diberikan dengan syarat yang terbilang cukup mudah, yaitu salah satu di antaranya adalah nomor induk berusaha (NIB). Kondisi inilah yang mendorong laju pertumbuhan pelaku UMKM cukup meningkat hingga lebih dari 2000 pelaku usaha pada tahun 2021 hingga tahun 2022.
Pemberian dana bantuan ini tentu menjadi pendorong dan penarik yang kuat bagi masyarakat sehingga menimbulkan fenomena berbondong-bondongnya masyarakat untuk membuat NIB dalam proses perizinan berusaha. Terlebih lagi, proses pembuatan perizinan berusaha yang mudah dan murah, bahkan gratis seolah-olah menjadi tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak ikut membuat NIB, guna memenuhi syarat sebagai penerima bantuan tersebut.
Hanya saja, kondisi ini bukankah hanya sebagai euforia semata? Hal ini dapat dilihat dari mulai menurunya tren kenaikan jumlah UMKM pada tahun berikutnya yakni 2023 dan 2024. Tidak hanya itu, setelah dua tahun berlalu pasca kebijakan pemerintah memberikan bantuan tersebut, belum dapat diketahui secara pasti jumlah UMKM yang secara aktif beroperasional, bukan hanya sekedar mengejar NIB semata? Dengan UMKM yang terdata dalam sistem perizinan berusaha sejumlah lebih dari 20.000, dengan jumlah tenaga teknis dan tenaga lapangan dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait yang tidak seimbang, menjadi kendala dalam pemantuan UMKM aktif secara real melaksanakan kegiatan perekonomian di lapangan.
Tidak hanya itu, berbagai kendala eksternal bagi perkembangan dan keberlanjutan UMKM, tentu ikut berperan serta, bukan? Bagaimana tidak? Bukankah beberapa waktu belakangan ini, kabar mengenai beberapa usaha di negeri ini terpaksa gulung tikar!
Industri tekstil di Indonesia sedang dalam situasi “gawat darurat” menyusul penutupan puluhan pabrik serta pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 13.000 pekerja karena imbas pasar global lesu dan produk impor dari China membanjir, kata pengamat industri pertekstilan. Adakah solusi untuk persoalan ini (https://www.bbc.com/indonesia/articles/cmj2n2kxkgdo)
Sektor tekstil menjadi salah satu lini perekonomian yang cepat menerima dampak perekonomian dan persaingan global, termasuk pula bagi UMKM. Belum saja UMKM ini lahir dan berkembang, hambatan seolah telah siap sedia menghambat, bukan?
Hal ini pula yang terjadi di wilayah Kota Bontang. Sebut saja salah satu UMKM Kota Bontang, Batik Kuntul Perak. Batik lokal ini merupakan kain batik dengan berciri khas motif Kalimantan Timur seperti ornamen Dayak, ikan bawis yang merupakan ikan endemic di wilayah perairan Kota Bontang, dan motif pemandangan kawasan pesisir. UMKM lokal ini, tentu saja menghadapi tantangan gempuran batik asal negeri tirai bambu, yang super murah! Guna melindungi pertumbuhan dan keberlangsungan UMKM lokal, maka kebijakan dari pemerintah perlu dilakukan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bontang dengan mengeluarkan Surat Edaran Pemberdayaan UMKM di Kota Bontang dan Surat Edaran Membeli Produk Lokal Bontang. Melalui dua kebijakan surat edaran tersebut, Pemerintah Kota Bontang memberlakukan kebijakan penggunaan batik lokal Bontang sebagai seragam bagi pegawai di setiap hari kamis. Selain itu, Pemerintah setempat pun telah mengeluarkan seragam batik bagi pegawai pemerintah daerah dan juga seragam batik anak sekolah, dengan ciri khas motif Kota Bontang. Langkah-langkah tersebut merupakan langkah konkret pemerintah guna melindungi pelaku usaha lokal Langkah kebijakan perlidungan pelaku usaha tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat pun tengah mengkaji pemberlakuan tarif bea masuk bagi barang impor ke Indonesia. Di mana kebijakan ini sebagai pembatasan masuknya barang impor dengan harga yang jauh lebih murah dari produk lokal dalam negeri, Rencana kebiijakan pemberlakuan tarif bea masuk ini disebut-sebut mencapai hingga besaran 200%. Semoga saja, pemerintah terus berkomitmen dalam memajukan perekonomian dan sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan.