spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
No menu items!
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
No menu items!
More

    Banjir Rob Terus Berulang, Begini Cara Islam Mengatasinya!

    Oleh: Hafsah

    (Pemerhati Masalah Umat)

    Ribuan warga yang tersebar di 4 kelurahan di Bontang terdampak  banjir rob yang terjadi hari Selasa (21/2/2023) petang. Banjir rob yang terjadi hampir merata di kawasan pesisir Bontang.

    Adapun jumlah sementara warga terdampak banjir rob di Kelurahan Bontang Kuala sebanyak 800 warga, Kelurahan Tanjung Laut Indah sekitar 900 orang, Kelurahan Berbas Pantai sekitar 850 orang, dan Kelurahan Api-api sekitar 100 orang.

    Sementara ini sebanyak 2.650 yang terdampak banjir di 4 kelurahan dan memungkinkan untuk bertambah.

    Tidak hanya itu, terdapat empat fasilitas pendidikan juga turut terendam. Diantaranya MAN Bontang, MTS Al-Ikhlas, SD Negeri 001 Bontang Utara, dan TK Negeri 3. (KlikKaltim 21/02/2023).

    Penyebab Banjir Rob

    ROB adalah singkatan dari Quantity Remaining On Board, yang berarti kuantitas yang melebihi kapasitas, dalam hal ini adalah air laut.

    Banjir rob merupakan salah satu fenomena bencana alam yang kerap melanda Indonesia. Banjir rob juga biasa disebut banjir laut pasang. Hal seperti ini sering terjadi pada wilayah pesisir laut.

    Terjadinya air pasang di laut ini menahan aliran sungai yang seharusnya menuju ke laut.

    Naik dan meluapnya air laut bukan fenomena alam semata, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

    Adanya pemanasan global sehingga gletser di wilayah kutub mencair.

    Aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim saat ini, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas yang menghasilkan gas yang memerangkap panas.

    Eksploitasi besar-besaran pada bahan tambang ini menyebabkan tingkat pemanasan semakin tinggi.

    Eksploitasi lahan pesisir sebagai tempat pemukiman, menyebabkan penurunan tanah sehingga memicu amblasnya permukaan tanah dan intrusi air laut.

    Hal ini terlihat di 4 kelurahan di Bontang yang terdampak banjir rob, dimana wilayah pesisir menjadi tempat pemukiman penduduk. Kawasan inipun disulap jadi tempat wisata untuk komersialisasi.

    Baca Juga:   Ingatkan Bulan Ramadan! Satpol PP Mulai Edarkan Surat Penutupan THM

    Selain itu, akses jalan masuk bahkan dicor dengan beton agar terlihat rapi dan kokoh, padahal adanya beton semakin membuat daya tampung air berkurang.

    Pemicu banjir lainnya adalah aktifitas manusia yang membuka lahan sawit dan penambangan batubara secara besar-besaran, membuat berkurangnya daerah resapan air.

    Kegiatan ini mendapat legalitas dan payung hukum dari pemerintah setempat, sehingga ketika terjadi hujan, air tumpah ke laut akibat kurangnya resapan air di daratan.

    Tata kelola pemanfaatan wilayah pesisir dan SDAE oleh para kaum kapital hanya menjadikan bumi dan isinya sebagai alat komoditi, bukan untuk kemaslahatan umat. Orientasi keuntungan tidak lepas dari sistem ekonomi yang diemban.

    Inilah ciri khas watak kapitalis dimana setiap aktifitasnya dijadikan industri dengan konsep liberalisasi.

    Maka untuk mengatasi banjir rob yang selalu terulang butuh penanganan teknis dan ideologis. Perkara teknis bisa diatasi dengan teknologi yang semakin maju, tentunya harus dibarengi dengan mengubah cara pandang permasalahan, yakni dengan perubahan ideologis.

    Cara Islam Mengatasi Banjir

    Islam adalah agama yang sempurna sekaligus ideologi yang punya cara pandang dan aturan dalam hidup.

    Islam mempunyai konsep pemikiran berikut pelaksanaan dalam mengatasi bencana alam.

    Bencana alam yang rutin terjadi dijadikan pelajaran, agar ketika kasus serupa terjadi sudah bisa diantisipasi dengan tidak melanggar hukum alam. Allah Swt memberikan tempat dan menyediakan kebutuhan hidup seluruh makhluk termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan.

    Jika ekosistem alam dirusak atas keserakahan manusia, tentu ada konsekuensi yang harus ditanggung yaitu rusaknya alam.

    Allah Swt berfirman dalam Al Qur’an yang artinya:

    “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (TQS Ar Rum [30] 41)

    Baca Juga:   Munifah Tak Hadir Lagi, Mediasi Tahap 2 Sengketa Lahan RT 38 Tanjut Laut Gagal

    Kesalahan cara pandang dalam memperlakukan alam akan berimbas kembali kepada manusia, maka pola berfikir inilah yang harus diubah. Selanjutnya langkah teknis untuk mengantisipasi bencana adalah tanggung jawab pemerintah.

    Untuk mengatasi banjir seperti ini, pemerintahan Islam memiliki cara dan  kebijakan cukup baik dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir.

    Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka akan ditempuh upaya-upaya sebagai berikut:

    Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.  Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi, seperti di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah.  Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter.  Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah.  Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak.

    Memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain. Lalu masyarakat dihimbau agar tidak  membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut.

    Membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut agar bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal.  Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.

    Membuat sungai buatan, saluran drainase, untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.  Mengeruk lumpur-lumpur di sungai akibat sedimentasi agar tidak terjadi pendangkalan.

    Baca Juga:   Bawaslu Izinkan Parpol Pencitraan, Asal Jangan Ajak Nyoblos!

    Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu.  Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.

    Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, pemerintah akan menggariskan beberapa hal penting yaitu,  pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah.

    Pemerintah mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. menyederhanakan birokrasi, dan menggratiskan surat izin.

    Membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan,  dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.

    Menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Dan juga menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin.

    Menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.

    Memberikan sosialisasi serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.  Ketetapan ini didasarkan ketetapan syariat mengenai dorongan berlaku hidup bersih.

    Mendorong kaum Muslim untuk menghidupkan tanah-tanah mati atau kurang produktif, sehingga bisa menjadi buffer lingkungan yang kokoh.

    Ketiga, tanggap dalam menangani korban-korban bencana alam. Pemerintah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana.  Menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak.

    Selain itu, mengerahkan para alim ulama untuk memberikan dorongan moril bagi korban, agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah swt. (mediaumat.com,6/1)

    Inilah langkah-langkah penanganan fenomena alam di dalam Islam. Semua hanya bisa terlaksana bila konsep ini diterapkan dalam naungan institusi Islam pula.

    Wallahu a’lam bisshawab

    Most Popular