Oleh:
Emirza Erbayanthi, M.Pd
(Aktivis Muslimah dan Pemerhati Sosial)
Pemerintah jalan di tempat dalam memberantas narkoba. Jangankan berkurang, peredaran narkoba malah makin merajalela. Ironis, kian tingginya permintaan terhadap barang haram tersebut menjadikan Indonesia sebagai pasar besar narkoba, bahkan Indonesia termasuk dalam segitiga emas perdagangan narkoba dunia.
Baru-baru ini, dua remaja di Bontang ditangkap polisi karena ketahuan membeli sabu dan mengedarkannya kembali pada Sabtu (7/9/2024) lalu. Keduanya ditangkap di Jalan MT Haryono, Kelurahan Api-Api, Bontang Utara.
Di lokasi penangkapan itu juga polisi meringkus pemasok sabu WA (32 th). Kedua pelaku yang masih berusia 16 dan 17 tahun itu ditemukan sedang menyiapkan narkoba jenis sabu untuk dijual.
Atas perbuatannya, 2 tersangka dijerat Pasal 114 ayat (1) atau Pasal 112 ayat (1) UU RI nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman maksimal 20 tahun penjara. (klikkaltim.com, 9/9/2024).
Sungguh mengkhawatirkan, narkoba banyak beredar dalam bentuk kemasan makanan, seperti dibungkus permen ataupun minuman. Maka, barang itu dengan mudah dapat diakses oleh anak sekolah. (Kompas, 11/5/2024).
Menggurita dan Merajalela
Bontang, bukanlah yang pertama dan satu-satunya menjadi tempat sindikat narkoba beraksi. Telah banyak di wilayah lain yang juga menjadi pasar empuk narkoba. Penangkapan sindikat pun tidak pernah sepi diberitakan media.
Sayangnya, yang tertangkap hanyalah bandar narkoba kecil, sedangkan bandar besar beserta jaringannya sangat sulit diberantas. Badan Narkotika Nasional (BNN) sekalipun belum membekuk jaringan besar narkoba. Narkoba yang telah jelas haram malah kian menggurita dan merajalela.
Ada lima faktor penyebab sulitnya untuk memberantas narkoba. Pertama, sistem kehidupan yang sekuler. Pandangan ini menjadikan manusia jauh dari aturan agama sehingga kebebasan bertingkah laku semakin tidak terkendali.
Manusia tidak mengenal konsekuensi atas perbuatannya. Mereka hanya mengejar kesenangan jasadi. Jadilah narkoba yang telah jelas akan keharaman dan kemudaratannya, tidak dijauhi. Kesalahan cara pandang tentang narkoba inilah yang menyebabkan keharamannya diatur bukan dilarang.
Kedua, sistem pendidikan yang tidak berpijak pada akidah, ikut menjadikan anak didik sebagai sasaran empuk pasar narkoba. Mereka menjadi kelompok yang rentan dan mudah dipengaruhi.
Kurikulum yang fokus pada akademik, tetapi minus pendidikan agama, juga akan melahirkan generasi yang pintar, tetapi berbahaya. Berbahaya karena dengan kepintarannya ia akan menciptakan mudarat yang lebih besar bagi umat manusia.
Inilah kegagalan sistem pendidikan, output yang terlahir menghasilkan pelajar dekat dengan narkoba. Seperti fakta di atas, pelajar berjualan sabu yang jelas haram dan merusak.
Lihatlah betapa produksi narkoba kian canggih. Kebun ganja hidroponik, misalnya, tentu yang mampu menciptakan teknologi pertanian yang canggih adalah orang yang pintar di bidangnya.
Begitu pula kemasan narkoba yang terlihat cantik dan samar, seperti dikemas dalam bentuk permen atau minuman. Tentu butuh orang yang cerdas dan kreatif untuk menciptakannya.
Ketiga, sistem ekonomi yang kapitalistik. Sistem ini menjadikan siapa pun tidak segan terlibat dalam penjualan narkoba. Halal haram tidak menjadi standar mereka dalam bermuamalah, mereka hanya mengejar keuntungan berlimpah.
Terlebih, sistem ekonomi kapitalisme selalu saja menciptakan kemiskinan dan kesenjangan. Kondisi ini menjadikan banyak pihak terpaksa terlibat karena dorongan kebutuhan.
Keempat, sistem sanksi yang lemah dan tidak menjerakan. Sering kali bandar narkoba hanya dihukum ringan. Hukum di negeri ini tajam ke bawah tumpul ke atas. Kasus pun diusut dengan metode tebang pilih.
Harusnya membeli dan menjual narkoba sanksinya harus lebih tegas walaupun masih remaja. Belum lagi budaya sogok menyogok menjadikan kasus narkoba makin sulit diberantas. Maka, jumlah pengguna dan pengedar narkoba remaja meningkat meski sudah ada kebijakan.
Kelima, sistem politik pemerintahan demokrasi hanya akan menghimpun para oligarki yang tidak memedulikan nasib anak bangsa. Mereka sibuk menghimpun kekayaan dan melindungi kekuasaannya.
Siapa pun yang bisa memberikan mereka cuan, akan dilindungi dan tidak peduli ia bandar narkoba yang jelas telah merusak bangsa. Maka, banyak para pebisnis barang haram merasa lebih aman berbisnis di negeri ini. Tetapi Negara gagal melindungi remaja dari narkoba.
Merajalelanya narkoba adalah permasalahan sistemis. Persoalan ini tidak bisa dibenahi hanya dari satu sisi. Seluruhnya harus diselesaikan secara terpadu dan simultan. Mulai dari sistem kehidupannya, pendidikannya, ekonominya, hingga hukum dan politik pemerintahannya.
Islam Memberantas dengan Tuntas
Narkoba telah jelas keharamannya dan umat muslim wajib untuk meninggalkannya, sesuai dengan hadis Rasulullah saw.,
“Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka walau sedikit pun adalah haram.” (HR Ahmad dan imam empat).
Akar persoalan sulitnya memberantas narkoba bisa dikembalikan kepada tidak diterapkannya hukum Allah Taala. Sistem kehidupan, ekonomi, hingga politik, bertolak belakang dengan Islam. Wajar saja persoalan tidak akan selesai sebab mengandalkan akal manusia saja.
Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki mekanisme mengatur kehidupan umat manusia, termasuk memberantas bisnis haram seperti narkoba. Negara akan bersungguh-sungguh dalam memberantas narkoba hingga tuntas karena itulah tugasnya, yaitu melindungi umat dari segala macam mara bahaya.
Sistem kehidupan yang berbasis akidah akan menjadikan rakyatnya hidup dengan ketakwaan. Sehingga tidak akan melirik narkoba yang telah jelas haram. Mereka akan terus berupaya beramal saleh yang bermanfaat bagi diri dan umat.
Begitu pun dengan sistem pendidikan yang berbasis akidah, menjadikan anak didik matang dalam berpikir sehingga dengan kecerdasannya, ia justru akan menciptakan teknologi yang dapat membantu kehidupan manusia.
Sedangkan sistem ekonomi Islam yang menstandarkan muamalah pada yang halal saja, menjadikan semua orang menjauhi bisnis haram. Sistem ekonomi Islam akan menghilangkan kemiskinan karena tata kelolanya berbasis pada kemaslahatan umat.
Maka, tidak akan ada yang terpaksa melakukan maksiat hanya karena butuh untuk makan. Seperti pelajar yang menjual sabu. Hal demikian ditopang dengan sistem politik pemerintahan yang berfungsi sebagai pengurus dan pelindung umat.
Negara menjamin kebutuhan dasar umat, mulai dari pangan, papan, sandang, pendidikan, keamanan, hingga kesehatan. Semua itu menjadikan rakyatnya sejahtera dan hidup dalam kebahagiaan. Tidak akan ada yang stres hingga harus menggunakan narkoba untuk menghilangkannya.
Begitu juga sistem sanksi yang menjerakan, menjadikan orang-orang rusak makin sedikit. Hukuman bagi mereka sangat menjerakan. Dalam Islam, hukuman bagi pengedar dan bandar narkoba masuk hukum takzir, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Pemimpin.
Islam membutuhkan dukungan tiga pilar dalam memberantas narkoba agar tuntas terselesaikan, yakni individu, masyarakat, dan negara. Individu yang paham syariat dibarengi dengan kontrol masyarakat, lalu dipayungi oleh penerapan hukum Islam oleh negara, akan menjadikan kehidupan umat berbangsa dan bernegara diliputi ketenteraman.
Oleh karena itu, Indonesia sebagai pangsa besar narkoba dunia, tidak bisa dilepaskan dari lemahnya peran negara dalam melindungi warganya. Satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persoalan ini adalah dengan menjadikan akidah Islam sebagai landasan negara. Bukan hanya narkoba yang hilang tapi juga segala jenis bisnis haram juga akan lenyap.
Wallahualam.