Oleh:
Lisa Agustin
Pengamat Kebijakan Publik
Permasalahan Pendidikan di negeri ini belum usai. Di SMPN 09 Kota Bontang dilaporkan saat ini hanya memiliki 19 guru yang menangani 342 siswa. Jumlah ini, menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dianggap mencukupi. Namun, secara operasional, kondisi ini menuntut pengorbanan besar dari para guru. Banyak guru harus mengajar hingga 36 jam per minggu sehingga kelelahan.
Lilyn Indriyawati, Kepala Sekolah SMPN 09 Kota Bontang berharap adanya tambahan tenaga pendidik agar kualitas pengajaran semakin optimal.
“Kami berharap pemerintah dapat menambah jumlah guru di SMPN 9. Hal ini penting agar siswa mendapatkan perhatian yang lebih baik dan proses pembelajaran berjalan lebih efektif,” tuturnya. (Bontang, 27 November 2024, Kaltim.akurasi.id)
Kondisi kekurangan guru dialami juga oleh SMPN 02 Kota Bontang. Enam guru dari sekolah tersebut akan pensiun pada tahun ini, sementara satu guru lainnya akan dimutasi ke daerah lain. Guru yang biasanya mengajar 24 jam kini ada yang mengajar hingga 30 bahkan 36 jam per minggu.
Untuk mengatasi kekurangan ini, Siti Chusuning Khayah, Kepala Sekolah SMPN 02 Kota Bontang telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang melalui laporan bulanan. Menurutnya, Disdikbud sedang berupaya mencari solusi terbaik, meskipun tantangannya cukup besar mengingat adanya aturan pemerintah yang melarang pengangkatan tenaga honorer baru.
“Sejak Oktober lalu, instansi pemerintah tidak diizinkan mengangkat tenaga pengganti, baik itu honorer sekolah maupun honorer dinas. Jadi, solusinya sedang dicari,” jelasnya.(Bontang, 27 November 2024, Kaltim.akurasi.id)
Tambah Guru Dianggap Beban
Permasalahan pendidikan terkait kekurangan guru pendidik harus disikapi secara serius. Sebab jika terus berlangsung, fokus guru untuk mendidik dan membimbing murid-muridnya akan terpecah. Termasuk ketersediaan sarana prasarana pendidikan juga harus memadai untuk menunjang proses belajar mengajar yang lebih efektif.
Untuk itu menjaga kuantitas dan kualitas pendidikan tidak boleh dianggap remeh. Dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk menghasilkan output pendidikan yang berkualitas. Solusi untuk mengatasi kekurangan guru dengan menambah jam mengajarnya, sama artinya dengan menambah beban guru yang semakin terbebani. Mengapa pemerintah tidak memberikan solusi berupa tambahan guru, karena di sisi lain banyak pengangguran perlu kerja?.
Dapat dikatakan pemerintah daerah kurang dalam hal penggajian, daerah/pihak sekolah takut terbebani jika guru ditambah lagi. Menurut ketentuan Perpres No. 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, gaji pegawai guru berasal dari APBN dan APBD. Inilah bukti kelemahan dari sistem ekonomi Kapitalisme sekuler.
Sistem ekonomi Kapitalisme sekuler menetapkan sumber-sumber pemasukan APBN dan APBD berasal dari pajak dan non pajak. Namun sayangnya, pengelolaan SDAE negeri ini yang begitu kaya tidak dijadikan sebagai sumber pendapatan negara. Malah diserahkan kepada perusahaan swasta dan ini legal. Padahal jika SDAE dikelola sebaik-baiknya oleh negara, kemudian pendapatannya dikelola dengan benar, pastilah cukup untuk membiayai gaji guru dan meningkatkan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas.
Begitu juga paradigma kapitalisme sekuler dalam sistem politik, pemerintah berperan hanya sebagai fasilitator yang menjadi penghubung antara kepentingan swasta dan rakyat. Sehingga wajar saja, sekolah yang berstatus negeri dalam paradigma kapitalisme sekuler dianggap sebagai beban APBN/APBD. Sebab rakyat mendapatkan pendidikan secara cuma-cuma, sedangkan biaya operasional pendidikan terus membengkak seiring perkembangan IPTEK. Konsekuensinya supaya anggaran pendidikan tidak membengkak, adanya guru pensiun tidak dibarengi dengan rekrutmen guru baru. Miris.
Guru Pahlawan Generasi
Guru merupakan pahlawan generasi. Generasi terbaik dihasilkan oleh guru-guru terbaik dan sistem pendidikan yang baik. Islam sebagai agama sekaligus way of life, sangat peduli terhadap pendidikan dan kualitas generasi. Sehingga tidak aneh jika kita temukan dalam sejarah peradaban Islam, gaji guru di masa itu begitu fantastis.
Saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan atau Rp. 102 juta (1 Dinar= 4,25 gram emas murni, 1 gr emas = 1.600.000). Gaji ini beliau ambil dari Baitul mal. Padahal masa itu perekonomian belum semodern hari ini.
Lalu kita bisa temukan pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid. Bahkan rata-rata gaji gurunya mencapai 2.000 dinar atau Rp 13,6 miliar per tahun untuk pendidik umum. Sementara itu, gaji untuk ahli fikih dan periwayat hadis mencapai 4.000 dinar atau 27,2 miliar per tahun. Gaji ini juga diambil dari Baitul mal. Sungguh luar biasa bukan?
Islam memiliki paradigma kepemimpinan yaitu untuk mengurusi urusan rakyat agar seluruh kebutuhan asasinya terpenuhi. Jadi para pemimpin dalam sistem Islam adalah orang-orang yang ikhlas dan tulus melayani kepentingan rakyat, untuk menciptakan kehidupan yang rahmatan iil ‘alamin. Dalam Islam guru tidak hanya berkualitas, namun kuantitasnya banyak, dan mereka disejahterakan kehidupannya.
Khalifah memberikan gaji yang tinggi kepada para guru sebagai bentuk tanda jasa dan penghargaan atas tugas berat yang mereka emban dalam mendidik murid-muridnya. Dengan gaji yang memadai, guru dapat fokus mengajar dan mengembangkan ilmu tanpa terbebani biaya operasional atau tekanan ekonomi.
Dalam sistem ekonomi Islam, Baitul mal adalah badan pengelola keuangan negara yang mengumpulkan sumber-sumber pemasukan berdasarkan syariat Islam. Ada pendapatan pos zakat dan non-zakat. Pos non-zakat misalnya sumber pemasukannya berasal dari hasil pengelolaan SDAE, fai’, kharaj, ghanimah dan lain-lain. Hanya dari pos ini sajalah yang diambil untuk seluruh pembiayaan pendidikan termasuk gaji guru.
Kesimpulan
Pada masa peradaban Islam lahirnya para ilmuwan sekaligus ulama adalah hal yang biasa dan sangat jamak terjadi. Hal ini belum terulang lagi saat peradaban kapitalisme sekuler saat ini. Sistem Islam menjamin kesejahteraan para guru sekaligus menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mencetak generasi cemerlang. Masihkah kita mau bertahan hidup dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini? Allahua’lam.