Oleh:
Lisa Agustin
Pengamat Kebijakan Publik
Mengkhawatirkan, itulah gambaran untuk kondisi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA di Kota Bontang saat ini. Bagaimana tidak, Lapas tersebut mengalami kelebihan penghuni alias over kapasitas dengan tingkat hunian mencapai 400 persen.
Lapas Kelas IIA Kota Bontang sebenarnya hanya mampu menampung sekitar 360 orang saja. Namun jumlah warga binaan terus meningkat dari 1.600 orang pada Agustus 2023 menjadi lebih dari 1.700 orang pada 2024.
Kepala Lapas IIA Bontang, Suranto menjelaskan bahwa sekitar 70 persen dari 1.700 warga binaan di Lapas Kelas IIA Bontang berasal dari Kutai Timur (Kutim) dan Samarinda. (kitamudamedia.com, 19/08/2024)
Kepala Seksi Binadik Lapas Bontang, Riza Mardani menjelaskan, untuk mengatasi masalah over kapasitas di Lapas Kelas IIA Bontang diantaranya percepatan warga binaan dan program mutasi ke Lapas di wilayah Kaltim. (korankaltim[dot]com, 24/06/2024)
Di hari kemerdekaan tahun ini, dari 1.311 narapidana 41 di antaranya dinyatakan langsung bebas. Namun yang bebas di tanggal 17 hanya 25 orang, sisanya masih menjalani subsider denda. (radarbontang.com, 16/08/2024)
Namun demikian, tetap saja Lapas kelas IIA Bontang masih mengalami over kapasitas. Sebab akar masalah meningkatnya pelaku kriminal belum mampu diselesaikan secara tuntas.
Kapitalisme Menyuburkan Kriminalitas
Fenomena buruknya kondisi lapas dan over kapasitas bukan hal yang menjadi rahasia lagi. Pemerintah mengklaim akan memperbaiki sistem lapas dan membangun tempat agar tidak over kapasitas.
Namun, menjadi sebuah pertanyaan besar. Mengapa lapas sampai over kapasitas? Bukankah hal tersebut menunjukkan makin banyak pelanggaran dan kriminalitas di negeri ini?
Fakta ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa sistem hukum di negeri ini bermasalah. Sistem persanksian yang diterapkan justru tidak membuat jera pelaku kriminal. Seolah-olah tidak menjadi solusi untuk menghapus kriminalitas. Bahkan di lapas pun terjadi tindak kejahatan.
Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme sekuler yang diadopsi di negeri ini. Ciri khasnya, sistem hukum berbasis prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Di satu sisi, masyarakat dijauhkan dari aturan agama. Di sisi lain masyarakat diberikan kebebasan berperilaku (HAM) asalkan bertanggung jawab. Akibatnya perilaku masyarakat mengalami degradasi moral.
Inilah bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, dan sering terjebak pada konflik kepentingan. Sehingga tidak akan mampu menyelesaikan masalah secara mendasar, karena terjerat kepentingan sesamanya.
Islam Menghapus Kriminalitas
Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem persanksian yang khas dalam memberikan hukuman kepada pelaku kriminal. Sebab dalam Islam sistem persanksian berpedoman pada aturan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Sehingga tidak akan terjebak kepada konflik kepentingan siapapun.
Islam memiliki sistem sanksi hukum yang bersifat jawabir dan jawazir. Secara adil setiap pelanggar akan mendapatkan hukuman secara tegas dan menjerakan.
Fungsi jawabir artinya sanksi Islam akan membuat pelaku kriminal diampuni dosanya itu. Sehingga di akhirat kelak Allah tidak akan menghukum maksiat yang sudah diterimanya di dunia.
Sedangkan fungsi jawazir artinya sanksi Islam memiliki efek jera terhadap pelaku kriminal dan pencegah masyarakat. Sebagaimana dalam Al Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“….. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.”
(QS. An-Nur[24]: 2)
Islam juga memiliki definisi kejahatan (kriminal) dengan standar yang jelas. Kriminal diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar aturan Allah. Yaitu seseorang yang melakukan hal-hal yang diharamkan dan meninggalkan hal-hal yang diperintahkan Allah SWT.
Standar sistem sanksi dalam Islam juga jelas. Ada sanksi berupa hudud, jinayah, uqubat dan takzir. Misalnya pengedar narkoba akan dihukum takzir yang merupakan hukumannya khusus diputuskan oleh Khalifah umat Islam. Tidak selalu dihukum penjara selama bertahun tahun.
Atau misalkan pelaku kriminal penganiayaan terhadap orang lain, maka ada sanksi jinayat. Sanksi jinayah merupakan hukum qishas berdasarkan efek penganiayaan yang menyebabkan hilangnya fungsi anggota tubuh korbannya.
Sehingga dalam sistem Islam tidak perlu perluasan lapas atau bahkan pembangunan lapas baru untuk menampung pelaku kriminal.
Itulah solusi Islam dalam mengatasi tingginya pelaku kriminal. Bukti sejarah mencatat, dalam sistem Islam pelaku kriminal sangat minim sekali. Sebab sistem Islam pun mencegah masyarakat untuk berperilaku kriminal dengan menyuburkan dakwah di masyarakat.
Sudah saatnya umat Islam kembali memahami hukum Islam yang sempurna dan menerapkan sistem Islam secara Kaffah.
Wallahu ‘alam