BONTANG – Direktur PT Bontang Transport, Abdul Malik, mengaku tidak menggunakan anggaran APBD Bontang untuk mengoperasikan kembali Kapal Ferry Bontang Ekspres II atau KM RoRo dengan rute Pelabuhan Ketapang Banyuwangi – Gilimanuk Bali.
Kapal RoRo yang sebelumnya kondisinya rusak parah dan tak laik berlayar, kini sudah bisa berlayar lagi sejak 16 Juli 2023. Dalam sehari, Kapal Roro mampu mengangkut penumpang kendaraan 15 kali trip dengan rute Ketapang-Gilimanuk.
“Sehari jalan dan sehari off. Tapi dalam sehari bisa 15 kali trip,” tutur Abdul Malik, kepada Media Kaltim, Jumat (8/9).
Menurutnya, untuk mengoperasikan kembali Kapal Ro-Ro, sejak dirinya dilantik Desember 2022, direksi PT Bontang Transport berusaha mencari pengelola yang tepat untuk mengoperasikan Kapal RoRo.
“Ini menjadi tantangan saya sejak dilantik. Saya beruntung didampingi direksi dan komisaris yang sangat paham dengan teknis kapal,” tuturnya.
Akhirnya, terpilih Eastern Pasific Shipping (EPS), perusahaan asal Jakarta. Sistem kerjasama yang dibangun dengan kontrak sewa selama 3 tahun dengan nilai Rp 5.040.000.000. Pembayaran dilakukan setiap tahun.
“Jadi setiap tahun nanti kita akan menerima Rp 1 miliar lebih. Dan secara operasional mereka semua yang menjalankan. Termasuk gaji standar UMK Banyuwangi, 24 karyawan kita di Kapal RoRo,” tuturnya.
PERBAIKAN RP 4 MILIAR DITANGGUNG PENGELOLA
Sebelum berlayar, jajaran Direksi telah menganalisa kerusakan Kapal RoRo. Termasuk melibatkan lembaga audit independen Bureau Veritas (BV) dari Perancis.
“Kami harus ambil keputusan berani. Karena hasil kunjungan kami, kapal ini bisa tenggelam bila tidak segera dilakukan perbaikan total. Nah benar saja, dari hasil rekomendasi BV, saat docking di galangan kapal Surabaya, baru terlihat, kondisi di bawah mesin sudah ada lubang dan hanya ditutupi kran. Bisa dibayangkan, bila ini tidak segera ditambal,” ungkapnya.
FOKUS BISNIS PELAYARAN
Abdul Malik mengatakan, dalam menjalankan usaha PT Bontang Transport, dirinya meminta perusahaan fokus dengan usaha pelayaran.
Tidak lagi terpecah dengan usaha lain, seperti pertamanan, bengkel, dan agen travel.
“Maka itu, begitu saya masuk, saya lihat dalam akte notaris, cukup banyak usaha yang dijalankan. Ada pelayaran, pertamanan, bengkel, dan agen travel. Saya minta core business hanya di pelayaran. Jadi sudah saya keluarkan dalam akte untuk jenis usaha lainnya,” bebernya.
Sementara aset-aset yang berkaitan dengan usaha di luar pelayaran, saat ini disimpan di gudang Loktuan. “Ada beberapa aset spare part mobil di gudang Loktuan. Saya tidak berani otak-atik,” tuturnya.
DOKUMEN KEDALUWARSA
Ada dua hal yang menjadi fokus Direktur PT Bontang Transport Abdul Malik sebelum menjalankan kembali usaha pelayaran.
Yakni merekondisi kapal agar layak jalan dan memperbaiki seluruh dokumen kapal RoRo. Sebab, dokumen perizinan sudah kedaluwarsa. Surat Izin Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) terakhir 2016. Bahkan, tak memiliki dokumen keselamatan.
Padahal, kontrak kerja sama tengah berjalan dengan pihak penyewa sampai tahun 2022. “Jadi penyewa sebelumnya itu meminjam dokumen perusahaan lain untuk beroperasi,” ujarnya.
Dirinya pun bolak-balik ke Kementrian Perhubungan Darat untuk mengurus seluruh dokumen kapal. “Aturan dari Kementrian Perhubungan Darat, untuk yang mengurus dokumen, bukan atas penyewa, tapi yang punya kapal. Saya pun harus bikin surat pernyataan di atas materai di Kementrian, agar tak lagi mengulang kesalahan masa lalu,” bebernya. “Jadi semua sekarang ini seperti membangun usaha dari awal lagi,” sambungnya.
BERSIAP BELI KAPAL LAGI TANPA APBD
Direktur PT Bontang Transport Abdul Malik optimistis bisa memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyusul beroperasinya Kapal RoRo.
Hanya, dirinya belum berani mematok berapa PAD yang akan disumbang dari Bontang Transport.
“Saya belum berani bicara angka. Karena ini seperti memulai bisnis baru tanpa ditunjang lagi APBD,” tuturnya.
Namun dari kerjasama dengan PT Eastern Pasific Shipping (EPS), sudah ada gambaran pendapatan yang akan diperoleh dari operasional Kapal RoRo. Namun ini belum operasional lainnya.
“Karena ketika kami dilantik, Pak Wali sudah menyampaikan, bahwa Direksi diminta mencari gaji sendiri. Prinsipnya kami akan berusaha dari usaha pelayaran yang kami jalankan ini,” tuturnya.
Apakah tidak terpikir untuk membeli kapal lagi? Ia mengakui ada keinginan membeli kapal, namun dirinya masih akan mengevaluasi dalam satu atau dua tahun ke depan.
“Kita lihat dalam satu atau dua tahun ini. Yang jelas, kalaupun membeli kapal, tidak menggunakan APBD. Kami hanya minta support dari pemerintah dari sisi kebijakan dan lainnya,” sebutnya.
Rute yang saat ini potensial adalah jalur Ketapang Banyuwangi – Lembar Lombok. “Kalau jalur Ketapang-Gilimanuk sudah ditutup. Rute-rute yang potensial ini juga hasil diskusi kami dengan Kementrian Perhubungan Darat,” pungkasnya.
Penulis/Editor: Agus Susanto