spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Waspadai Perdagangan Orang ke Timur Tengah

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bontang tidak bisa memastikan, apakah bisa memulangkan Ayu Febriani, wanita asal Bontang yang ‘dijual’ ke Suriah. Lantaran proses keberangkatan kerja Ayu tidak melalui rekomendasi Disnaker Bontang. (radarbontang.com, 7/4/2023)

Masyarakat harus mewaspadai berbagai macam modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ini disampaikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), mengingat kasus TPPO makin meningkat setiap tahunnya.

Menurut Dirjen Protokol dan Konsuler Kemenlu Yudha Nughra, ada empat modus TPPO menjerat masyarakat. Pertama, tawaran bekerja di luar negeri yang banyak disampaikan melalui jaringan media sosial, calo atau sponsor. Kedua, berangkat ke luar negeri untuk bekerja melalui calo, bukan jalur resmi.

Ketiga, menjerat masyarakat lewat pemberian panjar (uang muka) oleh calo dengan besaran Rp 5 juta—Rp 10 juta. Keempat, berangkat ke Timur Tengah dengan menggunakan visa ziarah ataupun visa umrah, bukan visa kerja. Kelima, iming-iming dan bujuk rayu terkait gaji lebih besar dari UMR sehingga banyak masyarakat ingin bekerja di luar negeri.

Saat ini, pemerintah Indonesia masih menerapkan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) terhadap 14 negara yang ada di kawasan Timur Tengah. Kemenlu mencatat, kasus perdagangan orang WNI kurun waktu 2021—2022 meningkat 100% lebih.

Dari 360 kasus TPPO, meningkat menjadi 752 kasus. Namun, angka tersebut kemungkinan besar hanya puncak gunung es karena masih banyak korban yang tidak melaporkan kasusnya. Mengapa kasus TPPO tidak kunjung tuntas?

Salah Ambil Moratorium dan Terbatasnya Lapangan Kerja

Pemerhati politik Fatma Sunardi memberi tanggapan atas kasus ini. Fatma mengungkapkan bahwa meningkatnya perdagangan orang karena pemerintah salah ambil moratorium.

Baca Juga:  Menulis Adalah Budaya Akademik yang Harus Dilestarikan Oleh Para Dosen

“Kasus ini sekaligus membongkar bagaimana Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 tentang moratorium atau penghentian penempatan pekerja migran di 19 negara di Timur Tengah justru berdampak pada masalah yang lebih besar yakni meningkatnya kasus perdagangan orang,” terangnya kepada redaksi MNews, Ahad (9-4-23).

Moratorium itu diambil karena banyaknya masalah yang menimpa PMI di Timur Tengah dan banyak pihak mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan pada PMI.

Tetapi, banyak pihak akhirnya mengkritik keputusan pemerintah, Migrant Care melihat moratorium itu justru berdampak pada praktik perdagangan orang ke Timur Tengah yang makin tidak terkendali.

Kritikan itu terbukti. Kasus perdagangan orang makin marak karena pemerintah belum bisa menyelesaikan masalah PMI yang berangkat ilegal.

Penyebab masalah ini adalah terbatasnya lapangan kerja. Banyaknya PMI ilegal karena  semakin terbatasnya lapangan. Di sisi lain, permintaan tenaga kerja informal dari negara-negara Timur Tengah melonjak. Ini menjadi lahan subur jaringan perdagangan orang.

Pemerintah harus mengambil solusi jangka pendek (praktis), yakni menyediakan lapangan kerja terutama di pedesaan. Meskipun pemerintah akan menghadapi tantangan kebijakan ekonomi serta program-program yang masih berpihak pada oligarki.

Konferensi Internasional

Pada Februari 2023 di Adelaide (Australia), sejumlah pemimpin bisnis dan pemerintah berkolaborasi dalam Forum Bali Process untuk memerangi perbudakan modern. Mereka berkomitmen memperkuat kebijakan dan kerangka hukum, mengatasi perbudakan modern, dan memajukan upaya memberantas perdagangan manusia (human trafficking).

Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime merupakan forum kerja sama membahas isu perdagangan orang, penyelundupan manusia dan kejahatan terkait di kawasan. Organisasi multilateral yang beranggotakan 49 negara dan organisasi internasional, serta 18 negara observer dan 9 organisasi internasional.

Baca Juga:  Ancaman Kapitalisme Dibalik Gencarnya Agenda Pariwisata

Dalam forum tersebut, Menkumham Yasona H. Laoly menyampaikan harus ada upaya kolektif dengan sektor swasta untuk memerangi perdagangan manusia. Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasinya, di antaranya KUHP baru dan Perppu UU Cipta Kerja.

Hal yang sama disampaikan Menlu RI Retno Marsudi mengenai pentingnya keterlibatan sektor bisnis untuk mengatasi persoalan ini. Perdagangan manusia merupakan kejahatan transnasional, tidak bisa diatasi oleh pemerintah saja.

Ia pun menawarkan tiga solusi untuk memeranginya, yakni memperkuat upaya pencegahan, memerangi penyalahgunaan teknologi, dan mengoptimalkan dampak kerja dari Bali Process.

Namun tampaknya, Bali Process tidak lebih dari sekadar basa-basi konferensi internasional dalam menyolusi perdagangan manusia. Ini karena sejatinya sistem kapitalisme yang menjadi kiblat berbagai negara saat ini memandang manusia sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Bahkan sebagian besar korban dari perdagangan manusia ialah perempuan.

Hegemoni Kapitalisme

Setiap tahunnya, perdagangan manusia melibatkan hubungan antarnegara. Parahnya, Indonesia masuk urutan kedua dalam laporan perdagangan orang yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS. Kemiskinan menjadi faktor paling dominan dalam mendorong terus berlangsungnya perdagangan manusia.

Ekonomi menjadi alasan utama karena lahir dari pemahaman kapitalisme yang menjadikan manusia mengutamakan materi dan kesenangan hidup. Kapitalisme mencabut aspek kemanusiaan dan mencari keuntungan di tengah bencana kemanusiaan.

Menurut Direktur LKBH PEKA Rosita Nengsih, terbaca pola modus perdagangan manusia di Kalimantan Barat (Singkawang), yakni dengan istilah “pengantin pesanan”. Mengutip dari theworldnews, “pengantin pesanan” merupakan modus TPPO karena ada proses yang mengarah pada perdagangan yang terencana.

Baca Juga:  Pemberian Vaksin Terkesan Lambat Saat Kasus DBD Meningkat

Korban dijanjikan akan menikah dengan orang kaya asal Cina dan iming-iming seluruh kebutuhan hidup korban dan keluarganya akan terjamin. Namun, sesampainya di Cina, korban malah dipekerjakan dengan durasi waktu yang lama. Ini makin mudah terjadi karena dukungan kecanggihan teknologi dan terbukanya koneksi lewat jalur transportasi dan infrastruktur.

Miris, kehormatan kaum perempuan di negeri ini mudah dimanfaatkan oleh kapitalis Timur dan Barat. Sempurnalah hegemoni kapitalisme di negeri ini, menjarah SDA dan SDM (perempuan) kita, juga melemahkan negara hingga tidak berdaya melawan kejahatan perdagangan manusia.

Solusi dengan Sistem Islam

Sistem Islam tidak membutuhkan keterlibatan swasta dalam mengatasi perdagangan manusia. Dalam Islam, tidak ada celah bagi siapa pun untuk memperdagangkan orang untuk tujuan apa pun. Berikut di antara cara Islam untuk mencegahnya.

Pertama, menerapkan sistem ekonomi Islam. Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya semua kebutuhan masyarakat. Ketika masyarakat telah hidup sejahtera, tidak ada alasan yang dibenarkan bagi perempuan untuk bekerja ke luar negeri dengan alasan tuntutan ekonomi. Apalagi nafkah bagi perempuan sudah ditanggung oleh wali.

Kedua, menerapkan kebijakan luar negeri yang menjamin keamanan warga negara dan orang asing. Ketiga, menerapkan sistem ketenagakerjaan yang adil. Keempat, kebijakan luar negeri Khilafah menjamin keamanan dunia dari kejahatan transnasional.

Maka, menyelesaikan kejahatan perdagangan manusia tidak bisa hanya dengan mengenali modus-modus tindak kejahatannya. Tidak juga dengan mengharapkan solusi lewat forum internasional, apalagi menyerahkan pada pihak swasta untuk memeranginya.

Tetapi, harus dengan mewujudkan tatanan baru untuk dunia, yang akan melengserkan hegemoni kapitalisme. Inilah satu-satunya jalan untuk mengenyahkan perdagangan manusia di dunia.

Wallahualam.

Most Popular