BONTANG – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat setiap tahunnya, tak terkecuali di Kota Bontang. Ditambah lagi banyak korban yang tidak berani melapor. Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Bontang, Aji Erlynawati saat membuka seminar “Antisipasi & Penanganan Kekerasan sebagai Ruang Aman pada Perempuan & Anak di Kota Bontang,” Jumat (20/1/2023).
Dikatakan Aji, setiap tahunnya kekerasan terus naik dengan motif yang beragam. Masih banyak korban yang kesulitan melapor dan tidak berani melaporkan.
“Kekerasan tersebut melanggar norma kemanusiaan. Saya harap dengan seminar ini dapat meminimalisir terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ucap pejabat yang akrab disapa Iin ini, saat pidatonya di seminar yang diselenggarakan oleh Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Kota Bontang (Kapasisbon) di Auditorium 3D.
Pemateri seminar Marlina menjelaskan, tahun 2022 kemarin baru saja disahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Alhamdulillah UU nya sangat berpihak kepada korban,” ungkap wanita yang menjabat Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Bontang itu.
Marlina masih menyayangkan, di Bontang dirinya sering mendapat laporan kekerasan. Hampir setiap hari Ia mendapatkan laporan mengenai kekerasan di Bontang ini.
“Mulai laporan lewat telpon atau ada yang mengadu langsung, entah itu warga Bontang atau warga Bontang yang sedang berada di luar kota, seperti anak yang kuliah di Samarinda,” lanjutnya.
UPTD PPA Kota Bontang sendiri memiliki 6 tugas dan fungsi. Pertama, pengaduan masyarakat, penjangkauan korban, pengelolaan kasus, penampungan sementara yang biasa disebut rumah aman, di mana korban akan tinggal di sana jika tidak berani pulang ke rumah, kemudian mediasi yang hanya dilayani jika itu pertengkaran biasa.
“Kalau jenisnya kekerasan seksual, jangan sekali-kali mau dimediasi. Harus ke jalur hukum. Kalau hanya mediasi, pelaku bisa bebas tanpa beban, sementara korban bisa trauma sampai seumur hidup,” tegas Marlina.
Terakhir adalah pendampingan korban mulai dari layanan psikolog, hukum, dan kesehatan yang nanti akan dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas.
Ditambahkannya, dimanapun kita berada, jika terjadi kekerasan seksual laporkan saja. “Jangan takut tidak difasilitasi jika kita semisal tidak berada di kota asal kita. Seluruh Indonesia sudah bekerjasama dalam hal ini,” imbuhnya.
Call center 112, nomor darurat untuk kota Bontang, bisa untuk melaporkan apapun seperti kebakaran, pencurian bahkan kekerasan. Nantinya akan disampaikan ke PPA jika itu mengenai kekerasan pada perempuan atau anak.
Dilanjutkan, survei tahun 2016, 1 dari 3 perempuan usia 16-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan seksual. Sementara di tahun 2021 meningkat menjadi 1 dari 4 perempuan. Kemudian kekerasan pada anak laki-laki terjadi pada 3 dari 100 anak, dan anak perempuan 4 dari 100 anak.
Fenomena kekerasan dan pelecehan masih banyak yang terpendam. Banyak orang merasa pelecehan atau kekerasan ini aib, sehingga tidak berani melapor. Ada juga yang sudah mengadu ke orangtuanya tapi malah tidak percaya, karena terkadang pelakunya adalah orang dekat.
“Itu mengapa banyak orang takut untuk melapor,” jelas Marlina.
Marlina berharap dengan banyak korban yang berani melapor tentang kekerasan dan pelecehan, maka pelaku akan semakin sedikit. Sehingga ruang gerak pelaku semakin sempit.
“Kita tidak bisa menghilangkan itu, setidaknya kita harus menekan angka kekerasan dan pelecehan,” ungkapnya.
Tahun 2022 di Bontang, kasus kekerasan pada anak usia 0-18 terdapat 56 kasus, dan yang mendominasi adalah kasus kekerasan seksual, baik laki-laki maupun perempuan.
Sementara itu pemateri lainnya, Nuriyanti dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) menambahkan, bahwa orang tua atau keluarga harus menciptakan lingkungan perlindungan dalam keluarga, agar anak merasa aman.
“Kalau dari keluarga sudah mengintimidasi dan tidak percaya dengan anak karena pelaku merupakan orang terdekat, bagaimana dia bisa terbuka. Takutnya nanti mereka berpikir bahwa mereka sudah tidak berguna sehingga ingin melakukan bunuh diri,” ungkapnya.
Menurutnya, korban kekerasan serta pelecehan seksual di Bontang harus dibantu dan tidak dikucilkan.
“Kenapa sosialisasi tentang kekerasan terus ada, karena Bontang masih banyak kasus tersebut, jadi kita harus tuntaskan bersama,” lanjut Nuriyanti. (sya)