Emirza, M.Pd
(Pemerhati Sosial)
Berdasarkan laporan UPTD PPA Bontang di tahun 2022 menerima 99 laporan kekerasan. Sementara di tahun 2021 laporan yang diterima sebanyak 127 laporan.
Dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat, terdapat 40 kasus kekerasan terhadap perempuan. Data simfoni adalah data kekerasan yang terdata melalui aplikasi pelaporan online, kasus-kasus tersebut didapat berdasarkan laporan orang sekitar. (radarbontang.com, 7/2/2023)
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Noryani Sorayalita menyebut, kasus kekerasan perempuan dan anak paling tinggi terdapat di tiga kota. Yakni Samarinda, Bontang dan Balikpapan. Jika dilihat berdasarkan jenisnya, bentuk kekerasan terbesar saat ini adalah kekerasan fisik 285 kasus, seksual 228 kasus dan psikis 124 kasus.
Akar Masalah KDRT
Kapitalisme menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Seseorang merasa bahagia ketika mampu memenuhi seluruh kebutuhannya, primer hingga tersier. Rumah mewah, makanan enak, perhiasan, mode, ataupun jalan-jalan, semua menjadi kebutuhan.
Jika “kebutuhan” ini tidak terpenuhi, maka akan merasa kurang bahagia dan muncullah berbagai konflik dalam rumah tangga karena masalah ekonomi.
Sistem ekonomi kapitalisme yang memihak pada kepentingan investor (swasta), menyebabkan harga-harga barang makin mahal. Harga BBM, pangan, tarif dasar listrik, iuran BPJS, dan pajak semakin naik.
Masalah ekonomi dalam keluarga membuat daya beli masyarakat menurun.
Beban hidup yang berat, membuat ekonomi pasangan dalam rumah tangga semakin sempit. Sehingga terjadi ketegangan emosional dan terjadi pertengkaran, sehingga KDRT tak bisa dihindarkan.
Jika KDRT terjadi dalam rumah tangga karena biaya kehidupan cukup tinggi. Selama sistem kapitalis masih diterapkan, KDRT akan terus terjadi.
Maka ketika Allah menetapkan kewajiban mencari nafkah kepada laki-laki, karena syariat yang menetapkan itu semua. Allah menempatkan kewajiban menanggung beban nafkah pada laki-laki, bukan pada perempuan.
Laki-laki yang melalaikan kewajibannya berarti telah mengabaikan salah satu syariat. Sehingga, kemandirian ekonomi perempuan yang feminisme sebut sebagai solusi ketertindasan, bukanlah pandangan Islam.
Meski Islam membolehkan perempuan bekerja, kewajiban menafkahi perempuan tetap tidak bergeser dari tanggung jawab kaum laki-laki.
Aturan yang benar Itu adalah aturan Islam, sistem kehidupan benar adalah yang berasal dari Allah Taala. Hanya dengan penerapan aturan Islam akan terwujudlah keluarga yang jauh dari pertengkaran, apalagi sampai berakhir dengan kekerasan.
Jadi solusi KDRT dengan aduan lapor seperti di simfoni tidak menjadi solusi.
Jaminan Sistem Islam
Perempuan adalah makhluk yang harus dilindungi. Kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sejajar dalam ketakwaannya, tetapi Allah Taala memberikan syariat yang berbeda kepada keduanya.
Hal demikian ditujukan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga dan juga masyarakat.
Ketika Allah menetapkan kewajiban nafkah pada para laki-laki dan kewajiban ummun warabbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga) bagi perempuan. Semua itu diatur karena Sang Pencipta manusia lebih mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.
Itulah sudut pandang Islam terhadap perempuan. Perempuan adalah mitra laki-laki, baik dalam kehidupan domestik maupun publik.
Negaralah yang menjamin terlindunginya perempuan dari segala macam bahaya, termasuk kekerasan. Kalau sistem demokrasi menjamin kebebasan perempuan, sedangkan Islam menjamin perlindungan bagi perempuan.
Dalam masyarakat Islam, salah satu ciri masyarakat sudah sejahtera adalah ketika perempuannya sudah tidak ada minat bekerja, kecuali untuk mengamalkan ilmunya. Ini karena syariat telah dengan jelas mengangkat derajat perempuan karena ketakwaannya.
Ketakwaannyalah yang akan menggiringnya pada pengoptimalan menjalankan amanah sebagai ibu dan manajer rumah tangga. Ia akan berusaha sebaik mungkin untuk mengasuh anak-anak mereka, menjadi madrasatul ula, dan menciptakan rumah yang aman dan nyaman bagi seluruh penghuninya.
Bukankah ini yang akan melindungi perempuan dan anak-anak dari kekerasan? Keluarga yang sejahtera dan paham agama akan menciptakan sosok ayah yang dapat menjadi teladan keluarga.
Kepala Negara Islam akan memberi sanksi yang menjerakan bagi pelaku kekerasan. Misalnya, dengan menghukum pelaku pemerkosa dengan hukuman jilid dan rajam; atau menghukum kisas pada pembunuh.
Jika sanksinya menjerakan, kekerasan pada perempuan akan hilang dengan sendirinya.
Wallahualam