Emirza, M.Pd
(Pemerhati Sosial)
Sejumlah warga terdampak banjir rob di Kelurahan Bontang Kuala sebanyak 800 warga, Kelurahan Tanjung Laut Indah sekitar 900 orang, Kelurahan Berbas Pantai sekitar 850 orang, dan Kelurahan Api-api sekitar 100 orang. Empat fasilitas pendidikan juga turut terendam. Diantaranya MAN Bontang, MTS Al-Ikhlas, SD Negeri 001 Bontang Utara, dan TK Negeri 3. (klikkaltim.com, 21/2/2023)
Banjir rob (Remaining On Board) Bontang hanya sebagian kecil dari wajah bopeng kapitalisme yang salah arah mengelola kawasan.
Pembangunan Kawasan Pesisir
Banjir rob terjadi akibat luapan air laut. Terjadinya air pasang di laut ini menahan aliran sungai yang seharusnya menuju ke laut. Namun karena tumpukan air sungai berlebih yang kemudian menyebabkan tanggul jebol akibat tak mampu menampung luapan air dan membuat air meluap ke daratan.
Banjir rob memang disebabkan faktor kombinasi antara naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim dan penurunan muka tanah. Faktor lain yang berhubungan dengan aktivitas manusia adalah pembangunan infrastruktur yang melebihi daya dukung fondasi tanah dan pengambilan air tanah secara berlebihan. Jika penurunan tanah lunak ini terjadi di bibir pantai, akan terjadi rob seperti di Bontang Kuala.
Kondisi lahan pesisir tersebut menunjukkan bahwa kawasan ini tidak semestinya menjadi pemukiman. Kawasan pesisir harus terjaga aspek lingkungan dan konservasinya sehingga tidak mudah menjadi lahan kritis.
Visi perikanan maritim semestinya dapat dimajukan. Aspek budidaya dan pengolahan hasil perikanan juga bisa menjadi bagian dari konsep yang potensial untuk pemanfaatan kawasan pesisir.
Tetapi realitas pengelolaan kawasan pesisir saat ini dalam kacamata kapitalisme. Maka akibatnya atas nama asas kemanfaatan ekonomi, kapitalisme merestui industrialisasi. Sehingga, krisis demi krisis pun marak terjadi dan lingkungan makin rusak.
Menjadi tabiat kapitalisme, yakni rakus dalam memanfaatkan suatu kawasan. Karakter materialistis kapitalisme telah gelap mata membuahkan pembangunan ekonomi berupa industrialisasi yang ugal-ugalan dan berakibat pada parahnya kerusakan lingkungan.
Bukan hanya karena pasang air dan tingginya curah hujan, banjir sebabnya karena pembukaan lahan oleh tambang, sawit, deforestasi, dan pemukiman. Rusaknya kapitalisme yang mengeksploitasi alam sehingga merusak lingkungan.
Kebijakan dan tata kelola pejabat saat ini wajar banjir berulang. Percuma jika hanya perkara teknis menangani banjir dalam keadaan tata ruang dan tata kelola SDAE yang masih materialis liberalis. Persoalan banjir termasuk dalam perkara sistemik ideologis tidak lagi teknis.
Banjir rob Bontang hanya sebagian kecil dari wajah bopeng kapitalisme yang salah arah mengelola kawasan. Masyarakat pesisir jadi gigit jari. Keahlian dan ekonomi kearifan lokal mereka dalam memanfaatkan potensi pesisir teramputasi, dan terpaksa menjadi bagian kawasan industri kapitalisme karena ketiadaan visi ideologis yang sahih.
Visi dalam Sistem Islam
Hal yang berbeda dengan sistem Islam. Allah Taala berfirman dalam QS Al-A’raf [7]: 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Islam mengajarkan untuk mengelola suatu kawasan berdasarkan potensinya agar terjaga dari kerusakan, sehingga tidak ada lahan kritis sehingga yang menyebabkan rob. Tidak perlu memaksakan kondisi lahan pesisir yang tidak bisa digunakan sebagai kawasan industri ataupun permukiman, walaupun kawasan pantai potensial untuk menjadi pelabuhan.
Seperti dalam sejarah masa kesultanan Islam di kawasan Pantura Jateng adalah kawasan perdagangan dan pelabuhan, bahkan menjadi bagian dari pertahanan militer angkatan laut sebagaimana kisah Ratu Kalinyamat maupun Kesultanan Demak yang saat itu mampu mengirimkan pasukan untuk menghadapi Portugis di Malaka.
Hal ini menunjukkan potensi kawasan pesisir saat itu bervisi jihad. Tetapi, saat ini pesisir telah bergeser menjadi kawasan industri dan pemukiman padat tanpa menyisakan visi politik.
Maka itu, penting adanya visi ideologi Islam untuk pembangunan kawasan pesisir sehingga potensinya tidak hanya demi kemanfaatan ekonomi melainkan dapat menjadi aset masa depan generasi berikutnya. Visi ini tidak terwujud dalam konteks kapitalisme yang selalu sarat eksploitasi.
Islam Mengatasi Banjir
Islam memberikan solusi untuk mengatasi kerusakan lingkungan dengan fokus pada akar masalah penyebab segala kurusakan lingkungan. Islam akan menghentikan tata kelola SDAE liberalistik dengan mengembalikannya kepada tata kelola SDAE Islam.
Islam melarang kepemilikan SDAE dikuasai oleh individu, swasta, atau asing. SDAE dalam Islam kepemilikan umum akan dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan umat. Islam memiliki kebijakan canggih dan efisien untuk mengatasi banjir dan genangan. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pascabanjir.
Pertama, banjir karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, maka akan dibangun bendungan yang bisa menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.
Islam akan memetakan daerah rendah yang rawan genangan air dan melarang membangun di sana atau jika dana cukup maka akan dibangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal. Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.
Adapun daerah pemukiman yang awalnya aman dari banjir dan genangan, namun sebab tertentu terjadi penurunan tanah sehingga terkena genangan atau banjir, maka akan ditangani genangan tersebut. Jika tidak memungkinkan, maka akan dievakuasi penduduknya, dipindahkan ke daerah lain dengan memberikan kompensasi.
Secara berkala, akan dikeruk lumpur di sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan. Akan dilakukan penjagaan ketat kebersihan sungai, danau, dan kanal dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemarinya. Dan juga akan dibangun sumur resapan di kawasan tertentu yang sewaktu-waktu juga bisa digunakan untuk kemarau.
Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, akan dibuat kebijakan pembukaan pemukiman dengan menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, Islam mampu mencegah kemungkinan banjir atau genangan.
Islam menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Ditapkan juga kawasan hutan lindung dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin.
Dalam menangani korban bencana alam Islam akan bertindak cepat dengan melibatkan warga terdekat. Akan did ediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan. Selain itu, akan dikerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal.
Demikianlah kebijakan penguasa Islam mengatasi banjir. Kebijakan tersebut tentu berbeda dengan sekarang yang pandangannya kapitalis sehingga SDA dibabat tanpa peduli aturan Ilahi.
Wallahu’alam.