spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Menggantang Asap Pendidikan Berkualitas di Tengah Kekurangan Guru

Oleh:
Emirza Erbayanthi, M.Pd
(Pemerhati Sosial)

SMPN 09 saat ini hanya memiliki 19 guru yang menangani 342 siswa. Jumlah ini, menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dianggap mencukupi. Namun, secara operasional, kondisi ini menuntut pengorbanan besar dari para guru. Banyak guru harus mengajar hingga 36 jam per minggu sehingga kelelahan.

SMPN 02 juga mengalami kekurangan guru. Enam guru dari sekolah tersebut akan pensiun pada tahun ini, sementara satu guru lainnya akan dimutasi ke daerah lain. Guru yang biasanya mengajar 24 jam kini ada yang mengajar hingga 30 bahkan 36 jam per minggu. (kaltim.akurasi.id, 27/11/2024)

Masalah Guru

Sarjana jurusan kependidikan ternyata memberikan sumbangsih terhadap jumlah pengangguran yang tidak sedikit. LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) sebagai lembaga pencetak guru, dari tahun 2012—2017 menyatakan, jumlah lulusan guru mencapai 1,94 juta, sementara rekrutmen guru untuk menjadi pegawai negeri atau berstatus PPPK sangat terbatas.

Banyak sarjana pendidikan menganggur yang tidak terserap dengan baik di lembaga pendidikan. Kalaupun terserap sebagai tenaga kependidikan, gajinya rendah dan tidak layak. Sehingga banyak yang memilih beralih profesi dari guru menjadi pekerja/ buruh agar mendapat gaji yang mampu menghidupi kebutuhan ekonominya.

Agar menjadi seorang guru prosesnya tidaklah mudah. Setelah lulus sarjana, guru dituntut untuk mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama satu tahun sebelum mengajar sebagai guru atau tenaga pendidik. Program sertifikasi guru profesional berharap menghasilkan guru profesional yang dapat membenahi problematik pendidikan.

Walaupun program sertifikasi ini bukanlah agenda wajib bagi guru. Tetapi untuk guru yang ingin mendapatkan kesejahteraan lebih dari gaji honorer, maka sertifikat pendidik ini sebagai syarat mengajar dan mendapatkan tunjangan di luar gaji honorer.

Masalah kualitas guru sebenarnya terletak pada sistem pendidikan hari ini. Sistem pendidikan kapitalisme sekuler membuat kualifikasi guru semrawut. Penyerapan tenaga guru tidak merata, kesejahteraan mereka jauh untuk dijangkau.

Ada sekitar 700 lebih LPTK yang menghasilkan jutaan guru baru tiap tahunnya. Jadi bagaimana agar para guru baru ini bisa terserap dengan baik, yang mana disisi lain ada sekolah yang kekurangan guru.

Baca Juga:  Pendemi, Tantangan Domestik dan Global untuk Pemuda

Pendidikan berkualitas tidak akan bisa tercapai jika gurunya saja kurang. Mengapa pemerintah tidak memberikan solusi untuk menambah guru, padahal masih banyak pengangguran khususnya di jurusan kependidikan.

Akar Masalah

Hal ini adalah cermin abainya sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini terhadap nasib generasi. Seolah pendidikan tidak dianggap sebagai hal yang penting. Jika penting, mengapa ketersediaan guru tidak menjadi perhatian utama bagi penguasa?

Dikutip dari pernyataan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan bahwa saat ini Kemendikbud terus melakukan langkah akseleratif seperti merekrut guru sebanyak 544 ribu orang pada 2021 dan 2022.
Kemdikbud menargetkan akan ada 600 ribu guru yang direkrut.

Terancam gagal karena tidak mendapat sambutan penuh dari pemerintah daerah. Menurut data, pemerintah daerah baru mengusulkan 50 % dari yang ditargetkan, yaitu 300 ribu orang.

Selain itu, mekanisme rekrutmen guru ASN saat ini sebagai guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak 100% didukung oleh pemerintah daerah. Kurang maksimalnya pemerintah daerah mengajukan formasi guru ke pusat adalah karena faktor anggaran gaji dan tunjangan guru PPPK.

Pemerintah daerah takut APBD-nya akan terbebani. Meski anggaran gaji dan tunjangan tahun ini ditanggung pemerintah pusat, tetapi masih ada kekhawatiran dari pemda jika pada tahun berikutnya anggaran itu bisa saja akan dibebankan ke pemda. Maka, potensi darurat kekurangan guru pada 2024 belum terpecahkan solusinya secara tuntas.

Saling lempar tanggung jawab penggajian guru antara pemerintah pusat dan daerah, berdampak tidak terpenuhinya ketersediaan guru, sekaligus tidak terangkatnya guru honorer sebagai ASN. Akibatnya, banyak guru harus mengajar hingga 36 jam per minggu sehingga kelelahan.

Jadi, darurat kekurangan guru bukanlah akibat tidak adanya SDM yang siap menjadi guru, tetapi mekanisme pengangkatan atau rekrutmen guru yang bermasalahlah. Guru adalah ujung tombak masa depan generasi. Guru adalah salah satu penentu faktor kemajuan bangsa.

Baca Juga:  Ancaman Kapitalisme Dibalik Gencarnya Agenda Pariwisata

Sebagus apapun guru yang tercetak, jika tidak didukung dengan sistem pendidikan yang baik, maka kualitas guru tidak akan tampak. Masalah pendidikan tersebut karena diterapkannya sistem pendidikan kapitalisme sekuler.

Sistem kapitalisme menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas jasa seperti bisnis. Negara belum mampu mengatur bagaimana para lulusan jurusan kependidikan dapat bekerja atau terserap tenaga dan kelimuannya dengan baik.

Akibat kapitalisme, serapan tenaga pendidik tidak merata. Keengganan guru mengabdi di wilayah-wilayah yang minim fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan dikarenakan harus rela digaji dengan nominal yang jauh dari kata layak.

Pengaturan Islam

Islam menempatkan pendidikan sebagai komponen penting dalam membangun sebuah negara. Sehingga, perhatian Islam terhadap pendidikan sangat serius. Mulai dari konsep kurikulum, infrastruktur, hingga kesejahteraan guru. Mekanismenya sebagai berikut:

Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam Islam, kurikulum yang disusun harus berbasis akidah Islam. Tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu kehidupan.

Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar.

Salah satu keunggulan sistem pendidikan Islam yang menyeluruh ialah terbentuknya generasi dan tenaga pendidik yang bersyakhsiyah Islam. Bayangkan, jika penerapan sistem ini berjalan di lingkungan sekolah, perguruan tinggi, hingga masyarakat.

Maka akan menghasilkan masyarakat Islami yang khas dan terbiasa beramar makruf nahi mungkar. Tentu suasana iman akan tercipta sehingga tidak akan memunculkan bibit kriminalitas dan kejahatan.

Kedua, membangun infrastruktur pendidikan yang memadai di seluruh wilayah. Negara wajib menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM (Kegiatan Belajar dan Mengajar), dan lain sebagainya.

Semua infrastruktur pendidikan akan ditanggung sepenuhnya oleh negara melalui pembiayaan pendidikan yang diambil dari pos-pos pendapatan baitulmal, seperti pos fai, kharaj, dan kepemilikan umum.

Baca Juga:  Wajarkah Harga Kebutuhan Pokok Naik Tiap Jelang Ramadan?

Jika sarana dan prasarana pendidikan menunjang di seluruh wilayah pelosok desa dan kota, penyerapan lulusan sarjana pendidikan, yakni guru dan tenaga pendidik akan tersebar merata. Jadi, tidak ada istilah guru menganggur atau alih profesi. Semua guru berdaya di negara Khilafah.

Ketiga, status guru dalam Khilafah adalah pegawai negara yang digaji secara layak. Tidak ada istilah guru honorer, ASN, atau PPPK. Negara akan memberikan gaji yang sangat layak kepada para pengajar ilmu.

Sebagai contoh, di masa Kekhalifahan Abbasiyah, gaji ulama dan para pengajar di masa itu sama dengan gaji para muazin, yakni seribu dinar per tahun. Jika dikonversi 1 dinar setara 4,25 gram emas dan diasumsikan 1 gram emas seharga Rp1.000.000, maka 200 dinar setara dengan Rp850.000.000 per tahun atau Rp70.800.000 per bulan.

Sedangkan, di masa kepemimpinan Khalifah Harun ar-Rasyid, penghargaan terhadap para guru tampak dari kebijakannya yang menggaji para ilmuwan atau ulama dengan emas yang setara dengan timbangan buku/ karya yang mereka hasilkan.

Kepala negara akan memperhatikan secara rinci setiap hal yang menyangkut pendidikan. Ini karena pendidikan adalah modal dasar negara membangun peradaban Islam yang tangguh. Sehingga, generasi dan pendidiknya juga harus setangguh peradaban Islam yang akan ditegakkan.

Dengan paradigma bahwa pendidikan adalah salah satu hak warga negara yang harus dijamin oleh negara, maka negara dalam Islam, akan menjamin kebutuhan masyarakatnya. Jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan dengan menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di seluruh penjuru negeri.

Tidak akan dibiarkan kondisi kekurangan guru, apalagi sampai darurat kekurangan guru. Karena jika ini terjadi, berarti terjadi pelalaian terhadap hak warga negara dan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt..

Tidak ada madrasah atau sekolah darurat guru. Dengan demikian, fungsi strategis guru sebagai pendidik generasi, mencetak generasi yang unggul, dan penakluk peradaban akan terjamin.

Wallahualam.

Most Popular