spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Insentif Dihentikan, Nasib Guru Makin Sengsara

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Rapat Kerja Komisi I DPRD Kota Bontang bersama Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Bontang terkait insentif guru swasta tingkat SMA/SMK dilaksanakan, Senin (27/3/23) di Ruang Rapat Sekretariat DPRD Kota Bontang.

Rapat ini membahas pemberhentian insentif tersebut, apakah ada penemuan atau celah hukum yang ditemukan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). (radarbontang.com, 7/3/2023)

Nasib Guru

Bagaimana nasib guru atas kebijakan pemerintah terkait insentif. Guru honorer, PPPK, dan ASN adalah guru yang seharusnya dihormati dan diperlakukan istimewa. Mengapa insentif mereka diusik?

Guru menuntut insentif yang sebenarnya juga tidak seberapa. Nasib guru sesuai ketentuan kerja buruh yang juga diupah secukupnya untuk memenuhi kebutuhan minimal. Inilah dampak dari kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme. Penguasa minim rasa peduli dan empati terhadap dunia pendidikan.

Padahal tenaga pendidik seharusnya mendapatkan kesejahteraan sehingga dapat optimal mendidik. Banyak guru yang tidak optimal dalam mengajar, karena mereka harus mencari uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dimana penguasa dalam mengurus rakyat masih mempertimbangkan untung rugi dan memisahkan agama dari kehidupan. Maka kapitalisme yang membawa negeri ini ke dalam kekacauan. Hidup dalam sistem kapitalisme hanya akan membuat nasib guru tidak sejahtera dan tidak mulia. Padahal, guru adalah tulang punggung pendidikan yang akan menentukan nasib sebuah bangsa.

Baca Juga:   Pendemi, Tantangan Domestik dan Global untuk Pemuda

Generasi yang akan datang sangat ditentukan oleh peran guru dalam mendidik. Seandainya pemerintah memperhatikan peran strategis ini, pemerintah tidak akan abai dan akan membuat regulasi yang serius untuk mensejahterakan guru para pencetak generasi ini.

Sudah semestinya pemerintah peduli dan bertanggung jawab terhadap nasib guru yang tidak mendapatkan hasil sepadan dengan jasa yang sudah tercurahkan. Ini semua membuktikan sistem kapitalisme sekuler telah gagal dalam memberikan perhatian dan jaminan kesejahteraan bagi para guru.

Islam Jamin Kesejahteraan Guru

Dalam sistem Islam, dimana negara berkewajiban mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dalam sistem pendidikan Islam, negara menetapkan regulasi terkait kurikulum, akreditasi sekolah, metode pengajaran, bahan-bahan ajar, termasuk penggajian tenaga pengajarnya dengan regulasi yang manusiawi, bahkan memuaskan dan mensejahterakan.

Kepala negara akan semaksimal mungkin memenuhi kepentingan rakyatnya, termasuk pada para pegawai yang telah berjasa bagi negara. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah saw. bersabda : “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Baca Juga:   Stunting yang Kian Genting

Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan mendapati betapa besarnya perhatian penguasa terhadap pendidikan rakyatnya, begitu juga terhadap nasib para pendidiknya.

Kepala negara memberikan hak kepada pegawai negeri (pejabat pemerintahan) termasuk guru berupa gaji dan fasilitas, baik perumahan, istri, pembantu, ataupun alat transportasi. Yang mana semua akan diperhatikan oleh negara.

Guru dalam sistem Islam akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi dari negara, termasuk gaji yang bisa melampaui kebutuhan hingga mensejahterakan.

Sebagai gambaran, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas Rp 900 ribu, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 57.375.000.

Begitupun masa Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru lebih besar lagi. Di dua madrasah yang didirikannya, yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah, gaji guru berkisar antara 11 – 40 dinar. Artinya, apabila dikurs dengan nilai saat ini, gaji guru adalah Rp 42 – 153 juta.

Baca Juga:   Prostitusi Anak Kian Marak, Tuntaskan dengan Islam!

Demikianlah kesejahteraan guru dalam naungan sistem Islam. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan dalam mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.

Hal ini menjadikan guru bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan negara demi membangun peradaban agung nan mulia, tanpa harus bekerja sampingan dalam rangka mendapatkan tambahan pendapatan.

Inilah regulasi Islam yang sangat visioner. Hanya dengan sistem Islamiyah, problematika pendidikan (termasuk kesejahteraan guru) dapat terselesaikan dan terlaksana dengan paripurna sehingga tak kan pupus nasibnya tetapi justru menjadi sejahtera nan mulia.

Wallahu ‘alam bi-ashowab.

Most Popular