BONTANG – Rapat dengar pendapat (RDP) terkait perselisihan kontraktor lokal Bontang PT Krida Sejahtera Jaya (KSJ) dengan PT Wijaya Karya (Wika) digelar DPRD Bontang, Senin (31/10). PT KSJ yang merupakan sub kontraktor PT Wika sejak 11 September 2021 lalu mengklaim merasa dirugikan hingga lebih dari Rp 3 miliar akibat pihak PT Wika lalai dalam pengadaan material yang telah disepakati.
Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris mengatakan bahwa pihaknya akan menfasilitasi perselishan tersebut meski ini adalah bisnis, namun menurut Agus Haris akibat perselisihan ini kontraktor lokal yang mempekerjakan warga Bontang jadi terkendala. “Saya minta bukti-bukti kesepakatan kerjanya untuk menjadi bahan kami dalam rangka mendalami perselihan ini,” kata Agus Haris.
Agus Haris pun, menyikapi pihak PT Wika yang tak hadir dalam RDP, ia mengatakan apabila dalam panggilan ke tiga kali tidak hadir maka pihaknya akan mengutus Komisi I melakukan sidak ke PT Wika. “Kalau sampai tiga kali tidak datang, kami akan utus Komisi I kesana,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD, Irfan mengatakan bahwa terkait kesepakatan kerjasama dengan PT Wika apabila SPK akan lebih kuat dan wajib dipertanyakan. “Kesepakatan terkait kontrak meski lewat email sekalipun memang harus dipertanyakan. Apabila PT Wika tidak hadir dalam RDP kami undang lagi, dan kalau tidak hadir lagi maka kami akan sidak,” tegas Irfan.
Irfan menambahkan, kejadian seperti ini tidak boleh dibiarkan karena dapat mengangap remeh permasalahan yang merugikan kontraktor lokal Bontang. “Kalau dibiarkan nantinya pihak PT Wika menganggap ini tidak apa-apa. Tapi kalo dasarnya SPK wajib dibayar,” tegas Irfan.
Di temui wartawaN, Project Manager PT KSJ Andi Herman menuturkan, pihaknya merasa dirugikan akibat PT Wika ingkar janji dari kontrak kerja. “PT Wika sudah ingkar janji daripada kontrak, pada prinsipnya kami ingin menyelesaikan secara baik-baik saat bertemu. Jadi ini klaim tahap ke dua kami minta pihak DPRD untuk memfasilitasi terkait klaim yang kami ajukan yang dibantahkan oleh PT Wika,” bebernya Andi.
Lebih lanjut Andi mengatakan, pada saat PT Wika membantah tidak ada surat dasarnya. “Sedangkan kami mengajukan klaim ada dasarnya, karena kontrak kami terakhir berakhir 14 Maret 2022 tapi PT Wika belum memenuhi kewajibannya menyiapkan matrial,” ungkap Andi.
Meski pihak PT Wika mempersilahkan perselisihan ini diajukan ke pengadilan, namun Agus menolaknya. “Bukan kelasnya pengusaha lokal harus ke pengadilan,” katanya.
Akibat PT Wika tidak melaksanakan kewajibannya berupa menyiapkan material, pihak PT KSJ merasa dirugikan, pasalnya sistem kontrak kerja dengan sistem unit pres.
“Artinya apa yang kami pasang itulah yang dibayar, dengan kedatangan matrial itu mempengaruhi volume. Contoh, seharusnya bulan ini kami target 10 ton tapi buktinya yang kami pasang 1 ton, artinya kami ada kerugian besar disitu. Sedangkan metode kerja yang sudah kita buat sesuai kontrak yang sudah kita sepakati, dengan kedatangan material mereka sampai bulan Desember seharusnya sudah datang, tapi kenyatannya tidak bisa,” terangnya.
Akibat keterlambatan material dari pihak PT Wika, Andi menyebut ia mengalami kerugian sekira lebih dari Rp 3 miliar.
Andi menegaskan, apabila PT Wika sudah tidak bisa mengakomodir perselisihan tersebut pihaknya akan menyatakan ke pihak pemkot Bontang bahwasannya PT Wika yang merupakan BUMN sudah tidak bisa lagi membesarkan perusahaan lokal. “Dan sudah tidak percaya lagi dengan PT Wika,” pungkasnya. (adv)