Lisa Agustin
Pengamat Kebijakan Publik
Ada seorang muncikari wanita yang ditangkap Tim Rajawali Polres Bontang pada Selasa (6/6/2023) pukul 22.30 Wita. Wanita itu tertangkap di sebuah Hotel di wilayah Berbas Tengah, Bontang Selatan.
Peristiwa ini diungkapkan Kapolres Bontang AKBP Yusep Dwi Prastiya melalui Kasat Reskrim Iptu Hari Supranoto, bahwa anak di bawah umur tersebut ditawarkan kepada lelaki hidung belang.
“Saat dilakukan penyelidikan, didapati seorang perempuan di bawah umur di dalam sebuah kamar hotel di Berebas Tengah,” ungkap Kapolres. (RadarBontang.com, Rabu, 7/6/2023)
Sungguh miris peristiwa yang terjadi ini, disaat gencarnya pemerintah pusat menggulirkan program Kota Layak Anak (KLA), namun masih saja ada anak-anak menjadi korban penjaja seks.
Padahal Kota Layak Anak (KLA) di Indonesia sudah lebih terarah dengan adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Dalam peraturan tersebut telah dijelaskan, kebijakan KLA bertujuan untuk mewujudkan sistem pembangunan yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Dalam Perpres yang sama, Bupati/Wali Kota wajib bertanggung jawab atas penyelenggaraan KLA di kab/kota. Dalam penyelenggaraannya, yaitu dengan membentuk gugus tugas KLA.
Bagai Pungguk Merindukan Bulan, begitulah perumpamaan yang pas atas peristiwa ini. Di satu sisi pemerintah mengejar terwujudnya program KLA, namun di sisi lain rakyat membutuhkan usaha untuk menopang perekonomian hidup.
Apalagi dalam mindset mayoritas masyarakat hari ini adalah Kapitalisme yang sekular. Apapun kegiatan ekonominya asalkan menghasilkan uang, tidak lagi pedulikan halal ataupun haram. Dimana ada permintaan, maka disitulah ada penawaran. Akhirnya program mulia untuk mewujudkan KLA terhambat dengan adanya mindset yang rusak yang di tengah-tengah masyarakat.
Lalu bagaimana solusinya supaya Kota Layak Anak (KLA) betul-betul terwujud dan tidak ada lagi muncikari yang mencari mangsa untuk dijajakan kepada hidung belang?
Maka upaya pertama yang dilakukan adalah mengubah paradigma kebijakan publik yang saat ini berdasarkan kapitalisme sekuler, menjadi paradigma The way of life Islam Kaffah. Karena kalau masih mempertahankan paradigma kapitalisme sekuler ini, penghargaan KLA akan sulit terwujud.
Kebijakan tidak sinkron dengan realita, karena hanya dilihat bagian per bagian. Sehingga walaupun pemerintah sudah mengeluarkan berbagai macam regulasi dan program untuk menjaga hak-hak anak, pasti akan gagal.
Dalam paradigma Islam, anak adalah amanah yang harus dijaga, dilindungi, dan dipenuhi kebutuhannya. Untuk itu, negara yang menjalankan sistem Islam akan menjalankan fungsinya itu secara maksimal.
Fungsi negara tersebut harus menjangkau beberapa aspek, yaitu:
- Aspek spiritual, yaitu memperbaiki mindset Individu dan masyarakatnya dengan akidah Islam. Keimanan dalam jiwa setiap muslim akan menjadi pengontrol amalnya, sehingga tidak mudah untuk berlaku maksiat (zina), termasuk berbisnis prostitusi.
- Aspek pendidikan oleh keluarga. Setiap orang tua diperintahkan Allah SWT. untuk menjaga amanah berupa anak-anaknya. Keluarga akan menjadi tempat yang penuh kasih sayang sehingga memberi rasa aman pada anak.
- Aspek pendidikan formal di luar rumah. Dalam paradigma Islam, pendidikan bertujuan membentuk individu berkepribadian Islam, yaitu taat pada Allah SWT. dan Rasul-Nya. Ketaatan ini akan melindungi generasi dari bahaya prostitusi.
- Aspek sosial masyarakat. Islam melarang kehidupan campur baur antara laki-laki dan perempuan di tempat umum. Islam juga melarang hal-hal yang merangsang naluri seksual, seperti berdandan menor, membuka aurat, tindak pornografi/ pornoaksi, L96T, tempat hiburan/prostitusi, minuman keras, dan lain-lain. Dengan demikian, kekerasan seksual akan tercegah sejak dari sumbernya.
- Aspek ekonomi. Negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para Ayah dan laki-laki bujang. Sehingga para ibu tidak dituntut untuk menjadi bumper ekonomi sampai melalaikan tugas utamanya. Para ibu akan kembali pada fitrahnya, yaitu menjadi ibu dan pengatur rumah sehingga pendidikan terhadap anak berjalan efektif.
- Aspek sanksi hukum bagi pelaku pelanggaran. Negara bersifat tegas dan akan memberi sanksi yang menjerakan terhadap pelaku pelanggaran hak anak. Misalnya, pelaku perzinaan akan dihukum rajam atau jilid.
Allah Swt. berfirman, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, jilidlah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS An-Nur: 2)
- Aspek kepemimpinan politik sang pemimpin itu sendiri. Karakter pemimpin Islam harus yang harus menjunjung tinggi keadilan dan ketegasan atas setiap pelanggaran syariat. Siapa pun pelakunya, tanpa pandang bulu.
Pemimpin Islam, yaitu Khalifah, tidak akan memperhitungkan tekanan-tekanan dari pihak luar, baik itu negara lain maupun lembaga internasional, ketika pelaksanaan syariat yang tegas mereka tuduh anti-HAM. Khilafah akan tetap teguh menerapkan syariat Islam karena hal tersebut merupakan satu-satunya solusi hakiki atas masalah prostitusi anak.
Wallahualam bissawab.