Emirza, M.Pd
(Pemerhati Sosial)
Satu hal yang ditunggu-tunggu masyarakat saat Ramadan adalah cairnya Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, Menteri Keuangan (Menkeu) menyampaikan bahwa tunjangan tersebut hanya cair 50 persen. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Bontang akan membuka Posko Pengaduan THR. Posko ini terbuka bagi karyawan yang memiliki masalah dengan perusahaan, terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Kepala Bidang Hubungan Industrial, Disnaker Kota Bontang, Andi Kurnia menjelaskan, saat ini SK Satuan Tugas (Satgas) posko pengaduan masih berada di bagian hukum Sekretariat Kota Bontang. Nantinya akan ditetapkan Wali Kota Bontang. (radarbontang.com, 5/4/2023)
Pertumbuhan Ekonomi
Menkeu Sri Mulyani memberi kabar mengenai pencairan THR dan Gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri. Pada siaran pers Rabu (29-3-2023), Menkeu menyatakan bahwa THR dan Gaji ke-13 hanya diberikan 50%.
Keputusan ini dibuat karena penanganan pandemi Covid-19 yang masih berlanjut, yaitu dalam hal pemulihan dan antisipasi. Alasan lainnya karena ketidakstabilan global, lemahnya ekonomi dunia akibat Perang Ukraina-Rusia, hingga perubahan politik yang dimainkan negara di dunia. Peraturan ini dibuat berdasarkan PP No. 15/2023.
Tetapi, Menkeu tetap berharap, cairnya Gaji ke-13 serta THR dapat mempercepat perputaran roda ekonomi. Dengan turunnya tunjangan itu, masyarakat diharapkan bisa membelanjakan uangnya sehingga sektor ekonomi riil bisa berjalan dan pertumbuhan ekonomi makin meningkat.
Kapitalisme
Solusi seperti pengaduan apakah bisa menyelesaikan masalah? Solusi di atas juga merupakan penyelesaian sementara. Secara singkat, pertumbuhan ekonomi memang terjadi, budaya konsumtif juga terbentuk, tetapi hal itu terjadi pada satu momen saja. Setelah Lebaran selesai, bisa saja perekonomian kembali lesu karena ketakmampuan masyarakat membeli barang-barang akibat keuangan kembali menipis.
Dalam pandangan kapitalisme, pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya penghasilan rakyat. Semakin besar pendapatan seseorang, akan mudah bagi mereka untuk membelanjakan uang.
Maka, harta dapat beredar di masyarakat. Jadi, walaupun yang memiliki penghasilan besar hanya orang-orang tertentu, harta tetap bisa beredar di kalangan bawah dan perputaran ekonomi dapat terus berjalan.
Tetapi, selama konsep negara masih berbasis riba, impian pemerintah untuk menggerakkan roda perekonomian secara cepat, tidak akan terlaksana. Ini karena iming-iming sektor nonriil (riba) membuat orang kaya lebih suka menyimpan uangnya di bank.
Mereka memilih lebih baik menyimpan harta di bank dan mendapatkan bunga dan bermain saham daripada menginvestasikan harta di sektor riil.
Menstimulus Masyarakat
Sektor riil sangat penting bagi pemerintah karena penentu pertumbuhan ekonomi ada di sektor tersebut. Agar pergerakan sektor riil tidak bermasalah, pemerintah perlu membuat kebijakan, misalnya dengan memberikan THR, BLT, dst. ke tengah masyarakat untuk menstimulus masyarakat segera membelanjakan hartanya.
Walaupun THR dan Gaji ke-13 hanya diberikan sebesar 50%, sudah mendorong mereka untuk bersikap konsumtif. Lebaran merupakan momen perayaan yang ditunggu-tunggu. Masyarakat berbondong-bondong membeli barang keperluan persiapan Hari Raya.
Dengan kebijakan ini, pemerintah hanya menyelesaikan masalah hilir, bukan akarnya. Mereka menyelesaikan persoalan hanya di permukaan. Masyarakat sekadar diberi stimulus agar bisa berperilaku konsumtif tanpa ada penyelesaian sebab awal malasnya masyarakat kaya membelanjakan hartanya, salah satunya masalah riba.
Perilaku konsumtif masyarakat tidak dapat membantu sepenuhnya masyarakat ekonomi bawah. Keuntungan terbesar tetap dinikmati oleh pebisnis besar, seperti pakaian, sepatu, makanan, alat elektronik, dll. Penjual biasa, seperti UMKM atau toko-toko lainnya, hanya kecipratan sedikit keuntungan.
Solusi Islam
Islam memiliki penyelesaian yang jelas berlandaskan Al-Qur’an dan Sunah, bukan sekedar pengaduan dan penyelesaian secara parsial. Islam meniadakan transaksi ribawi supaya tidak ada alasan untuk lebih suka menyimpan harta.
Islam juga melarang seorang muslim menumpuk dan menimbun harta. Mereka didorong untuk memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya.
Islam mendorong seorang muslim untuk berzakat, berinfak, bekerja, mengembangkan hartanya dengan cara halal, juga penerapan berbagai macam hukum sebab kepemilikan lainnya.
Jadi, harta secara otomatis bergerak di sektor riil tanpa harus diarahkan untuk berperilaku konsumtif. Kaum muslim juga dikondisikan tidak berlebih-lebihan dalam membeli sesuatu karena termasuk hal yang dibenci Allah.
Kondisi di atas tidak akan terwujud jika negara masih mengambil kapitalisme sebagai pedoman. Aturan Islam hanya akan berjalan normal jika penerapannya didukung oleh pemegang kebijakan, yaitu pemerintah yang menerapkan aturan Islam.
Wallahualam.