spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mampukah Pariwisata Jadi Penggerak Ekonomi Bontang?

Oleh:

Nayla Majidah S.Pd

(Pemerhati Masalah Umat)

Rustam, selaku Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bontang telah meminta pemerintah meningkatkan pengembangan sektor pariwisata, ekonomi kreatif dan UMKM. Hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk keseriusan pemerintah, sejak dini menumbuhkan perekonomian jelang menghadapi Bontang pasca migas.

Terkait dengan hal ini, Neni Moerniaeni juga pernah memberikan sambutan pada pembukaan pesta laut tahun 2017. Beliau menekankan bahwa pesta Laut Kelurahan Bontang Kuala sebagai bukti nyata keseriusan pemerintah Kota Bontang sebagai kota maritim, bersungguh-sungguh melestarikan kearifan budaya lokal di kota Taman. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor penopang roda perekonomian di Bontang pasca migas kelak.

Landasan Kebijakan Pembangunan Pariwisata Kota Bontang

Pembangunan Kepariwisataan Daerah Berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA)  Kota Bontang No 12 tahun 2020 adalah  Rencana induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah tahun 2021-2025.

Pembangunan Kepariwisataan Daerah yang disebut RIPPARDA adalah dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan yang memiliki  Visi Pembangunan Kepariwisataan Daerah yaitu Wisata kemaritiman berkebudayaan industri, didukung sumber daya manusia yang berkualitas dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan Kepariwisataan Daerah meliputi: a. Destinasi Pariwisata Daerah; b. Pemasaran Pariwisata Daerah; c. Industri Pariwisata Daerah; dan d. Kelembagaan Kepariwisataan Daerah.

Di pasal 7, dijelaskan tentang tujuan Pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 ayat ( 3 ) huruf c meliputi peningkatan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata, meningkatkan citra destinasi pariwisata dengan menggunakan media, mewujudkan industri pariwisata yang mampu menggerakkan perekonomian daerah dan pendapatan Masyarakat lokal dan mengembangkan kelembagaan pariwisata dan sistem tata Kelola pariwisata.

Baca Juga:  Haruskah THM Ditutup di Luar Bulan Ramadan?

Sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah dengan program ini, maka dibangun sebanyak 15 tempat wisata, di antaranya tempat wisata kota Bontang seperti Pantai Marina, mangrove, taman-taman dan café yang menghadap ke laut.

Sebagai wujud keberhasilan pemerintah mengembangkan sektor pariwisata, desa malahing sebagai salah satu destinasi wisata di Bontang baru-baru ini mendapatkan penghargaan nasional.

Mewujudkan Pariwisata sebagai Penggerak Ekonomi

Berdasarkan data BPS Kota Bontang, angka kemiskinan di Bontang 2022 sebanyak 8.390 jiwa atau setara 4.54%dari total  jumlah penduduknya  sekitar 185.928. Pemerintah berupaya dengan segala cara untuk mensejahterakan Masyarakat, salah satunya dengan  membangkitkan kembali sektor pariwisata. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar, menciptakan lapangan kerja, dan menumbuhkan UMKM

Sebagai bukti keseriusannya, pemerintah di antaranya menggandeng Perusahaan-perusahaan besar (CSR) PKT untuk mensukseskan targetnya. Kontribusi Perusahaan diwujudkan dengan memberikan pelatihan pengembangan pariwisata, pembinaan pengembangan program Guntung Eco Culture Sport Tourism (CEST).

Sektor pariwisata diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto sebesar 15%, Rp 280 triliun untuk devisa negara, 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara, 275 juta perjalanan wisatawan nusantara dan menyerap 13 juta tenaga kerja pada 2019. Secara PDRB kaltim, pariwisata hanya menyumbang 0.82 persen, sangat rendah dibandingkan hasil dari batubara yang menjadi sektor unggulan.

Baca Juga:  Naiknya Biaya Haji Karena Kapitalisasi Ibadah

Menjadikan sektor pariwisata sebagai tumpuan untuk pemulihan ekonomi sangat sulit terwujud. Secara fakta, sektor ini  justru menjadi kantong bisnis para pengusaha besar. Sebagai contoh, pusat destinasi wisata mangrove yang ada di bontang hanya satu yang menjadi milik pemerintah daerah yaitu mangrove Berbas Pantai.

Indonesia memiliki SDA yang melimpah. Harus dicermati bahwa pariwisata dalam kacamata kapitalis adalah bagian dari upaya liberalisasi ekonomi dan budaya. Apalagi  hasil yang didapatkan dengan pariwisata yang jelas-jelas  tidak bisa mensejahterakan dibandingkan dengan  pengoptimalan mengelola SDAE yang melimpah.

Menjadi renungan bagi kita semua bahwa pengelolaan pariwisata sejatinya adalah memberikan jalan bagi pengusaha-pengusaha besar atau para kapitalis untuk merampas SDAE. Sektor Pariwisata tdk bisa mendongkrak perekonomian rakyat, karena sangat kecil di bandingkan SDAE.

Pengelolaan pariwisata menyimpan bahaya yang besar berupa  liberalisasi kehidupan Masyarakat.  Ada dampak pariwisata di bidang Sosial, gaul bebas, narkoba, dan lain sebagainya.

Pariwisata dalam Pandangan Islam

Islam menjadikan pariwisata bermanfaat bagi Masyarakat umum. Menjadi sarana untuk mengoptimalkan ibadah kepada Allah SWT dengan cara:

Baca Juga:  Evaluasi Capaian Stunting, Ternyata Masih Genting

Sarana Dakwah

Menjadi sarana dakwah, karena manusia, baik Muslim maupun non-Muslim, biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam. Pada titik itulah, potensi yang diberikan oleh Allah ini bisa digunakan untuk menumbuhkan keimanan pada Dzat yang menciptakannya, bagi yang sebelumnya belum beriman. Sedangkan bagi yang sudah beriman, ini bisa digunakan untuk mengokohkan keimanannya. Di sinilah, proses dakwah itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan obyek wisata tersebut.

Sarana Propaganda (di’ayah)

karena dengan menyaksikan langsung peninggalan bersejarah dari peradaban Islam itu, siapapun yang sebelumnya tidak yakin akan keagungan dan kemuliaan Islam, umat dan peradabannya akhirnya bisa diyakinkan, dan menjadi yakin. Demikian juga bagi umat Islam yang sebelumnya telah mempunyai keyakinan, namun belum menyaksikan langsung bukti-bukti keagungan dan kemuliaan tersebut, maka dengan menyaksikannya langsung, mereka semakin yakin.

Pariwisata Bukan Sumber Devisa

Islam juga mempunyai sumber perekonomian yang bersifat tetap dengan dijadikannya pariwisata sebagai sarana dakwah dan propaganda oleh negara, maka Negara Islam tidak akan mengeksploitasi bidang ini untuk kepentingan ekonomi dan bisnis, apalagi sumber devisa.

Ini tentu berbeda, jika sebuah negara menjadikannya sebagai sumber perekonomiannya, maka apapun akan dilakukan demi kepentingan ekonomi dan bisnis. Meski untuk itu, harus mentolelir berbagai praktik kemaksiatan.

Wallahu a’lam bishawab

Most Popular