Dewasa ini, sejak pandemi berlangsung telah menghadirkan berbagai transformasi dan pertanyaan dalam setiap sendi kehidupan. Tidak terkecuali pada profesi yang dilakoni oleh sebagian besar masyarakat dengan praktik komunikasi yang menjadi tulang punggung dalam pekerjaan mereka. Profesi komunikasi menjadi salah satu hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari karena merupakan titik tumpu utama dalam menyelenggarakan interaksi antar manusia yang saat ini semakin masif terjadi dan didorong oleh perkembangan era digital yang terjadi pasca pandemi covid-19 bertamu. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana tantangan dan kompetensi yang seharusnya hadir menjadi payung utama dalam profesi komunikasi saat ini. Perlu untuk diketahui bersama bahwa komunikasi merupakan ilmu yang paling tua yang dibutuhkan sekarang, juga merupakan akar pembelajaran dari konvergensi media dan pandemi. Ilmu komunikasi harus mempunyai terobosan baru dan menjadi pembelajar ulung.
Dalam perkembangannya profesi komunikasi saat ini terbagi menjadi 2 alur, alur pertama yang berfokus pada bidang komunikasi korporat yaitu, hubungan masyarakat atau akrab disebut Public Relation dan alur kedua berfokus pada bidang komunikasi massa atau mass communication. Kedua profesi komunikasi ini memiliki tantangan dan kompetensi yang berbeda ditambah dengan bergeraknya era kehidupan manusia, yang saat ini berada pada era digital atau era society 5.0, dimaknai dengan tingginya persaingan diberbagai sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan dituntut untuk dapat hidup berdampingan, menguasai, dan memanfaatkan teknologi.
Pembahasan kali ini berfokus pada 2 bidang profesi komunikasi korporat dan komunikasi massa yang dapat menjadi bekal dan dasar untuk terjun menapaki profesi ini.
The Power of Public Relations
“Wajah dari sebuah instansi terletak pada kehumasan atau bidang hubungan masyarakat yang dimiliki.” Ucap Annisa Fadiyyah saat penulis mewawancarainya pada Jumat, 18 November 2022 lalu. Beliau merupakan salah satu narasumber yang bekerja di bidang kehumasan Rumah Sakit Islam Bontang (RSIB) selama lebih dari 3 tahun dan merupakan alumni program studi S1 – Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman. Hubungan masyarakat menurutnya berfokus pada pembentukan dan pengelolaan citra sebuah instansi yang ada dan bagaimana cara untuk mempertahankan citra tersebut. Gambaran dari sebuah instansi dapat dilihat dari seorang humas yang ada di dalamnya. Hal ini selaras dengan pengertian humas dalam buku “Crisis Public Relations” oleh Firsan Nova bahwa public relations adalah bidang yang berkaitan dengan mengelola citra dan reputasi seseorang ataupun sebuah lembaga di mata publik.
Annisa menyebutkan bahwa pengelolaan media sosial menjadi pekerjaan rumah dalam profesinya ditambah dengan masifnya era digital dengan penggunaan media sosial. Seorang humas harus dapat menyikapi berita yang ada dengan menghidupkan sikap kritis dan teliti pada permasalahan yang terjadi. Semakin banyak media sosial dan informasi yang beredar akan mengarah pada tingginya tingkat hoaks yang berkemungkinan muncul. Crosscheck data adalah pekerjaan penting dalam humas dalam mencegah timbulnya krisis pada instansi tempat di mana humas bernaung. Misalnya dalam kehumasan RSIB tempat narasumber bekerja, jika terdapat berita kesehatan yang tidak benar adanya, maka seorang humas harus dapat berkoordinasi dengan para pimpinan terkait dan menunggu informasi lebih lanjut dari Kementerian Kesehatan yang merupakan pihak kredibel sebagai acuan segala informasi yang ada.
Kemudian, kompetensi menjadi jembatan utama untuk dapat berhasil menapaki profesi ini. Annisa menyebutkan ada beberapa kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seseorang yang hendak menapaki profesi ini, di antaranya:
- Meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal. Komunikasi pada PR adalah komunikasi dua arah, antara perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan sebagai publiknya. Dengan mengetahui dan mengasah skill dalam kompetensi ini, dapat membangun persepsi publik dalam menilai fakta yang terjadi berdasarkan tafsir individunya lewat interaksi komunikasi.
- Perbanyak kosakata formal. Kosakata formal merupakan hal mendasar yang harus dikuasai oleh seorang public relations untuk menghadapi publik dengan berbagai latar belakang.
- Menulis itu penting. Kemampuan ini mutlak dibutuhkan karena aktifitasnya yang berkutat dengan pemberitaan ke media massa (misalnya RSIB, aktif dalam beberapa media sosial untuk memberikan pemberitaan terkait instansinya) yang sebagian besar adalah informasi tertulis juga mempengaruhi press release yang dikeluarkan.
- Menjadi seorang yang up to date terhadap informasi yang ada. Di tengah masifnya era digital dan informasi yang kian cepat berhembus, beliau mengatakan mau tidak mau seorang PR harus dapat mengikuti dan menempatkan diri sehingga dapat meminimalisir terjadinya mispersepsi.
- Dapat menguasai beberapa media sosial dan tidak pasif terhadap satu media sosial saja. Paska pandemi memberi segudang pelajaran pada profesi ini seperti, beberapa pekerjaan dalam bidang ini menjadi lebih simpel dengan menggunakan media sosial untuk memposting suatu informasi dalam bentuk poster atau infografis hasil dari adaptasi teknologi selama pandemi. Namun, tidak jarang mengarah pada pisau bermata dua. Jika penyampaian informasi dapat dengan cepat dilakukan, maka dampak negatifnya adalah feedback yang didapatkan menjadi lebih lama, dikarenakan tidak semua masyarakat selalu memegang perangkat digital yang dimiliki. Misalnya, saat sebuah instansi mengirimkan e-mail kepada instansi yang dituju dengan harus menunggu balasan terlebih dahulu.
Banyaknya tantangan yang hadir waktu demi waktu menuntut seorang PR untuk selalu bersiap dan belajar bahwa bidang kehumasan tidak hidup dalam ruang hampa, diperlukan ruang untuk mengartikulasikan peran dan fungsinya untuk membangun citra positif instansi. karena kepuasan publik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan suatu instansi.
Mengingat pentingnya fungsi yang dimiliki oleh PR ini, harapannya sumber daya manusia yang ingin terjun dan bergerak dalam dunia kehumasan dapat mempersiapkan diri dengan baik mulai dari sekarang agar dapat menguasai segala kompetensi yang dibutuhkan serta memahami perkembangan era digital. Karena Frank Seittle mengatakan bahwa, “The best public relations practice is done by the satisfied public.”
The Energy of Mass Communication
Saat ini dunia telah memasuki era di mana teknologi informasi berkembang dengan pesat dan banyaknya penggunaan media sosial. Hal ini membuat segala pekerjaan yang bergerak di bidang komunikasi massa semakin banyak digandrungi. Mulai dari presenter, penyiar radio, jurnalis, content creator, dan lainnya. Pernyataan tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan yang menarik, lantas apa saja yang perlu dipersiapkan oleh SDM yang ingin terjun ke dunia komunikasi massa? Oleh karena itu, penulis telah mewawancarai salah satu tokoh yang bekerja di bidang komunikasi massa pada Jumat, 18 November 2022 lalu.
Beliau adalah Siti Fatimah, M.Sos. Mengawali karir sebagai penyiar radio dan juga menjadi presenter TV pada 2017. Saat ini, bekerja di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Timur, tepatnya di bidang pengawasan isi siaran. Dengan pekerjaan mengawasi seluruh siaran yang ada di Kalimantan Timur seperti, memantau siaran tv dan radio serta iklan sesuai dengan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) dan EPI (Etika Pariwara Iklan) yang didalamnya terdapat aturan-aturan yang harus diikuti.
Pekerjaan yang dilakukan begitu menarik, sehingga dibutuhkan kompetensi untuk dapat terjun di dalamnya. Beliau membagikan informasi bahwa dalam dunia komunikasi massa, kompetensi utama yang dibutuhkan ialah “kreativitas” dan “kemampuan membidik sasaran tertentu” untuk dapat meraih khalayak sebanyak mungkin serta menghasilkan program yang tepat dan berkualitas. Sedikit menyinggung teori, penulis bertanya mengenai apakah komunikasi massa dapat memengaruhi kehidupan manusia di tengah masifnya era digital saat ini. Beliau menjelaskan bahwa hal tersebut memiliki efek pada kehidupan manusia yang terbagi dalam tiga dimensi yaitu, kognitif (memberi informasi kepada diri sendiri), afektif (khalayak diharapkan dapat merasakannya), dan konatif (efek yang timbul dalam bentuk perilaku/tindakan/kegiatan).
Kompetensi selanjutnya yaitu, “public speaking”. Public speaking adalah sebuah seni berkomunikasi secara lisan untuk menyampaikan ide, gagasan, pesan, dan atau pendapat yang bertujuan untuk menginformasikan, menghibur, dan mempengaruhi audiens dengan metode dan struktur tertentu. Beliau memaparkan bahwa public speaking diperoleh dari kemauan dan sikap konsisten dalam berlatih. Untuk sampai di titik ini, beliau mengawalinya sejak kelas 4 SD dengan mengikuti berbagai lomba seperti pidato dan job sebagai pembawa acara.
Selain menjadi pengawas isi siaran di KPID, Siti Fatimah adalah seorang pengisi suara di sebuah platform yang sekarang banyak digandrungi oleh remaja-dewasa, yaitu Spotify. Di platform tersebut beliau membuat podcast dengan judul “Suara Biru”. Untuk menjadi pengisi suara/podcaster, hal penting yang diperlukan ialah kemauan. Karena segala sesuatunya akan dimanajemen sendiri, mulai dari naskah hingga pada saat rekaman. Tidak hanya itu, kemampuan untuk dapat mengolah bahasa, mengatur artikulasi, dan intonasi sangat diperlukan.
Hal tersebut merupakan contoh dari efek digitalisasi yang membuat semua orang telah beralih menggunakan new media. Era digital memberi dampak positif dan negatif dalam kehadirannya, dampak positifnya ialah menambah peluang kerja dan atau menjadi pekerjaan sampingan, serta dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. Namun, terdapat pula dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu indikasi hoaks semakin sulit untuk diatasi. Penyebaran hoaks merupakan hasil dari masifnya perkembangan era digital saat pandemi dan terus berkembang pasca pandemi bertamu.
Siti Fatimah menceritakan mengenai salah satu kegiatan tahunan KPID yaitu, “Literasi Media” yang pelaksanaannya diikuti dengan berbagai rangkaian acara yang mempertemukan banyak orang secara langsung sebelum pandemi melanda. Namun, setelah pandemi terjadi, kegiatan tersebut harus dilakukan secara online via Zoom Cloud Meetings, dimana kendala-kendala seperti jaringan dan miskomunikasi sering terjadi. Tetapi, kehidupan akan selalu berganti, pasca pandemi program ini kembali dilakukan dengan tetap menjaga protokol kesehatan dan mematuhi rules yang ada. “Literasi Media” oleh KPID yang bekerja sama dengan Prodi Ilmu Komunikasi – Universitas Mulawarman, 4 November 2022 lalu berjalan dengan baik dan interaktif.
Dengan berkembangnya peradaban kehidupan manusia, profesi komunikasi massa juga harus berkembang sesuai dengan kebutuhan media massa yang ada. Komunikasi massa merupakan lahan luas untuk ditanami oleh berbagai keunikan dan keahlian hebat di dalamnya. Semakin berkembangnya suatu teknologi dan kemampuan manusia dalam menciptakan inovasi untuk berkomunikasi, hasil dari produk media massa pun akan semakin berkembang.
Maka, perlu adanya kemampuan untuk beradaptasi terhadap segala perkembangan tersebut. Dimana dibutuhkannya rasa peduli untuk selalu peka melihat hal-hal baru dan mengolahnya menjadi sesuatu yang inovatif dengan cara memperkuat kreativitas berpikir. Malcolm X, seorang aktivis muslim mengatakan bahwa, “The media’s the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent, and that’s power. Because they control the minds of the mases.”
Perkembangan komunikasi dewasa ini memberi garis yang jelas kepada segenap sumber daya manusia yang ingin berkecimpung di dalam profesi komunikasi untuk dapat mempersiapkan sekaligus memaksimalkan kompetensi yang dimiliki untuk dapat bersaing sesuai dengan bidang yang diminati. Profesi komunikasi di era digital pasca pandemi harus tetap optimis untuk dapat beradaptasi dengan kondisi yang dapat berubah sewaktu-waktu ditambah dengan masifnya perkembangan teknologi yang semakin menembus batas pengetahuan manusia, hal ini sangat dibutuhkan karena profesi ini merupakan linkage pada semua sektor pekerjaan. Dibutuhkan kompetensi yang mumpuni untuk dapat terus bertahan dalam sektor ini, dikutip dalam sebuah webinar online, Syaiful Halim merupakan Founder dari M-Docs juga turut berpesan bahwa seorang lulusan komunikasi harus well educated, well trained, well managed, well equipped, setelah itu baru dapat well paid. (***)
Tentang Penulis
Yaasiina Nur Laila Aprilia, Risna, dan Revita Selviana adalah tiga perempuan yang terbentuk oleh sebuah kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi bulan lalu. Tepatnya, mereka adalah tiga mahasiswi semester 1 di Universitas Mulawarman prodi S1 – Ilmu Komunikasi. Memiliki hobi dan interest di bidang yang berbeda tidak membuat ketiga perempuan ini menyerah untuk menghasilkan rangkaian kata demi kata dengan harap menyala bisa membantu sesama dan sekitar.