spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pengurusan IMB Lamban, Wali Kota Diminta Bersurat ke KemenPUPR

BONTANG – Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Konstruksi KemenPUPR berpesan agar Wali Kota Bontang bersurat ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), sehingga KemenPUPR dapat merubah kebijakan terkait pengurusan IMB. Hal ini disampaikan Kabid Bina Konstruksi (Bikon) Dedy Nugraha beberapa waktu lalu.

Dijelaskan Dedy, sebelum dirinya mengikuti kegiatan Forum Jasa Konstruksi di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, Selasa (12/9/23) yang diadakan Dinas PUPR Pemprov Kaltim, dirinya diberi pesan oleh Wali Kota Basri Rase, agar menyampaikan kepada KemenPUPR yang hadir di acara tersebut, terkait masalah lambannya pengurusan IMB di Bontang.

Pesan tersebut disampaikan lantaran, Wali Kota Bontang kerap menerima keluhan dari masyarakat terkait lambannya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Saya sampaikan kepada Ditjen Bikon yang hadir di acara itu. Dikatakan Ditjend Bikon agar wali kota bersurat ke KemenPUPR, lantaran masalah ini juga terjadi hampir semua wilayah di Indonesia,” ujarnya.

Ditjen Bikon berpesan hal itu dengan harapan agar KemenPUPR dapat merubah kebijakan pengurusan IMB ini. Dengan makin banyaknya daerah-daerah yang bersurat, KemenPUPR kemungkinan akan mengambil tindakan terhadap masalah ini.

Baca Juga:  Kawasan Industri Bontang Dikelola PT KIB, Pemkot Segera Susun Skema Bagi Hasil

“Kondisi ini sudah menjadi masalah nasional. Masa UU Ciptaker yang seharusnya bisa meringkas waktu kok malah tambah lambat,” keluhnya.

Dijelaskannya, sebenarnya lambannya pengurusan IMB bukan terletak pada Pemkot Bontang melalui dinas-dinas terkait, namun minimnya arsitek yang memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) yang menjadi salahsatu poin wajib di aturan terbaru pengurusan IMB.

“Di Bontang hanya ada 4 arsitek yang sedang proses pengurusan STRA, tapi yang lulus baru 1 orang. Dengan 1 arsitek ini menangani begitu banyaknya permohonan yang masuk, maka akan kelabakan. Sehingga akhirnya lamban,” bebernya.

Diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, syarat untuk menjadi Arsitek adalah wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA). STRA merupakan bukti tertulis bagi Arsitek untuk dapat melakukan Praktik Arsitek.

Kewajiban seorang Arsitek memiliki STRA baru berlaku pada Februari 2021, sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain mengatur tentang syarat dan tata cara penerbitan STRA, Undang-Undang dan Peraturan tersebut juga mengatur tentang sanksi bagi seseorang yang melakukan Praktik Arsitek tanpa memiliki STRA.

Baca Juga:  Tak Memperpanjang, Predikat Sekolah Adiwiyata Bisa Dicabut

Penerbitan STRA baru tersedia dua pilihan jalur, yaitu jalur Pendidikan profesi dan jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL). Yang dimaksud dengan jalur Pendidikan Arsitektur adalah kandidat arsitek setelah lulus dari Pendidikan formal Arsitektur selama 4 tahun, mengikuti Pendidikan Profesi (PPAr) selama 1 tahun, lalu mengikuti magang paling singkat selama dua tahun. Setelah melalui tahapan tersebut, kandidat arsitek harus melengkapi aplikasi dan administrasi STRA serta melampirkan sertifikat lulus uji kompetensi Arsitek. Sedangkan yang dimaksud dengan jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) adalah kandidat arsitek yang telah memiliki pengalaman Kerja Praktik Arsitektur minimal selama 10 tahun, dapat mengikuti uji kompetensi Arsitek. Kandidat arsitek yang melalui jalur RPL juga harus melengkapi aplikasi dan administrasi STRA serta melampirkan sertifikat lulus uji kompetensi Arsitek. Uji Kompetensi dilakukan sesuai Standar Kompetensi Arsitek dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (al/adv)

Most Popular