spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Realitas Investasi Tak Mengentaskan Kemiskinan

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Wali Kota Bontang, Basri Rase menegaskan bahwa di era kepemimpinannya investor akan dipermudah. Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan dalam penutupan pelatihan sertifikasi teknisi scaffolding PT Badak NGL untuk internal dan warga bufferzone, Rabu (19/4/2023) sore di Gedung Town Centre.

Dikatakan Basri, dirinya tak ingin lagi ada investor yang ‘lari’ dari Bontang. Disebutkannya, beberapa investor yang pergi dari Bontang adalah proyek pembangunan Kilang BBM Pertamina, Pabrik NPK Cluster, dan lain sebagainya.

Banyak penyebab para investor batal menanamkan modalnya di Kota Taman, sebutan Bontang. Salahsatunya karena panjangnya prosedur untuk keperluan pengurusan administrasi dan kebutuhan-kebutuhan penunjang lainnya.

Dirinya sudah meminta kepada dinas-dinas terkait investor, seperti DPMPTSP dan Disnaker agar menyederhanakan birokrasi pengurusan investasi. (radarbontang.com, 27/4/2023)

Investasi dan Problem Kemiskinan

Secara teori ekonomi kapitalisme, investasi merupakan hal positif karena ada dana yang masuk ke dalam negara. Dengan dana ini, industri akan bergerak, pembangunan terjadi, dan akhirnya mengharapkan rakyat merasakan kesejahteraan sehingga terbebas dari kemiskinan.

Tetapi, realitasnya tidak demikian. Investasi tidak berkorelasi terhadap pengentasan kemiskinan. Tingginya angka investasi di Indonesia ternyata tidak menurunkan angka kemiskinan, juga tidak mengurangi jumlah pengangguran.

Baca Juga:   Kritik terhadap Pariwisata sebagai Sumber Pendapatan Daerah

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 26,36 juta orang, naik 0,20 juta orang dibandingkan Maret 2022. Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, kondisi kemiskinan pada September 2022 belum pulih seperti saat pandemi. (CNBC Indonesia, 16/1/2023).

Data kemiskinan tersebut berdasarkan Garis Kemiskinan sebesar Rp535.547,00/kapita/bulan. Sebuah angka yang sangat kecil. Jika menggunakan garis kemiskinan Bank Dunia, yaitu sebesar US$2,15 atau setara Rp32.757,4 (acuan kurs Rp15.236 per USD) per orang per hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia akan mencapai 67 juta jiwa (Tempo, 1/10/2022).

Jika kita bandingkan antara derasnya arus investasi dan naiknya angka kemiskinan, tampak bahwa investasi tidak berkorelasi dengan pengentasan kemiskinan.

Investasi juga tidak berkorelasi dengan pembukaan lapangan kerja. Pada tahun 2022 tatkala investasi memecahkan rekor, ternyata jumlah PHK juga sangat besar.

Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menunjukkan bahwa selama Januari—November 2022, jumlah pekerja yang terkena PHK di seluruh Indonesia sudah mencapai 919.071 orang. Ini adalah jumlah yang sangat besar.

Maka, investasi yang masuk tidak juga membuka lapangan kerja bagi rakyat. Rakyat tidak merasakan manfaatnya investasi, bahkan setiap hari rakyat harus berjuang sendiri demi dapur tetap mengepul. Trickle-down economics yang dijanjikan tidaklah pernah terwujud.

Baca Juga:   Lapas Over Kapasitas, Bukti Hukuman Tidak Menjerakan

Dana investasi dinikmati oleh dua pihak saja, yaitu para kapitalis asing dan para oknum pejabat yang menjadi makelarnya. Rakyat hanya mendapatkan limbah dan kerusakan lingkungan yang harus ditanggung hingga beberapa generasi.

Penjajahan Melalui Investasi

Jadi investasi tidak menyejahterakan, investasi menjadi jalan asing untuk menjajah ekonomi Indonesia. Pada bidang migas, 40% investasi asing menguasai sumber minyak. Begitu juga di bidang air dan tambang emas, asing juga yang mendominasi.

Maka, investasi adalah penjajahan asing terhadap negeri kita. Dengan adanya investasi asing, bandara, jalan tol, listrik, gas, dan lainnya dikuasai investor asing sehingga pelayanan publik tersebut semakin mahal. Akibatnya, beban hidup rakyat semakin berat.

Penjajahan melalui investasi oleh para kapitalis oligarki adalah akan menyetir penguasa sehingga berbagai kebijakan negara akan menguntungkan mereka. Akibatnya, layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi akan mereka kuasai. Sektor publik tersebut pun dikapitalisasi agar keuntungan mereka semakin melimpah.

Mengguritanya kekuasaan para kapitalis, rakyat akan semakin dekat dalam jurang kemiskinan. Sudahlah mencari pekerjaan susah, ancaman PHK di depan mata, harga-harga juga membumbung tinggi. Maka, dengan investasi asing, penjajahan ekonomi makin kukuh dan kedaulatan ekonomi negara akan terus melemah.

Baca Juga:   Lapas dalam Pandangan Islam, Beri Sanksi Tegas dan Memanusiakan

Maka, penjajahan ekonomi melalui investasi yang berujung lemahnya kedaulatan negara, harus dihentikan. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa: 141, “Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.”

Investasi dalam Islam

Islam membolehkan investasi dengan syarat yang sangat ketat, yakni pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat, atau kebutuhan hidup orang banyak.

Kedua, tidak boleh investasi asing ada riba, baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat.

Ketiga, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi, terciptanya monopoli ekonomi. Investasi asing tidak boleh menjadi jalan penjajahan ekonomi yang mengancam kedaulatan negara.

Tiga syarat ini semua dilanggar dalam sistem hari ini, begitu juga rambu-rambu investasi. Jadi dalam pandangan Islam, investasi hari ini statusnya haram karena melanggar tiga norma menurut aturan sistem ekonomi Islam.

Beginilah seharusnya kebijakan negara terhadap investasi asing, yaitu waspada dan taat syariat. Bukan bangga terhadap derasnya investasi asing, padahal yang sebenarnya terjajah.

Wallahualam.

Most Popular