SAMARINDA – Harga komoditas cabai mengalami kenaikan selama beberapa pekan terakhir. Kenaikan ini, terjadi secara nasional. Dikutip dari keterangan Asosiasi Petani Cabai Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga cabai mengalami kenaikan.
Di antaranya seperti berkurangnya jumlah petani cabai di daerah penghasil yang mencapai 70 persen, karena beralih ke komoditi lain. Kenaikan harga cabai juga dipengaruhi oleh faktor cuaca yang tidak menentu, dan memburuknya kondisi tanah karena penggunaan pupuk kimia selama bertahun- tahun.
Kemudian, adanya serangan hama dan jamur juga menyebabkan penurunan produksi cabai di daerah sentra, seperti Jawa Timur (Jatim). Kenaikan harga komoditi di daerah pemasok itu, berimbas pada harga cabai di Kalimantan Timur (Kaltim).
Untuk diketahui, harga cabai di Kaltim meningkat di atas 3 persen sejak pekan lalu. Per 15 September 2022, kenaikan harga cabai bahkan mencapai 8 persen. Dengan rata-rata harga komoditi cabai merah besar mencapai Rp 58 ribu per kilogram (kg). Cabai merah keriting Rp 57 ribu per kg, dan cabai rawit merah Rp 60 – 62 ribu per kg.
Menyikapi kenaikan harga cabai ini, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM, (Disperidagkop) Kaltim, Muhammad Sa’duddin, Ak, CA mengatakan, pihaknya akan melakukan aksi intervensi pasar. Bentuk intervensi itu, salah satunya dengan melakukan operasi pasar di daerah kabupaten/kota dengan gap harga tertinggi.
“Harga di kabupaten/kota kan tidak seragam. Kami akan memilih daerah yang harganya paling tinggi, lalu kami lakukan target operasi pasar,” kata Sa’duddin ditemui di ruang kerjanya baru-baru ini.
Selain operasi pasar, Disperindagkop Kaltim rencananya juga akan melakukan subsidi ongkos angkut untuk distribusi komoditas cabai. Subsidi ongkos angkut ini, akan diberikan dalam dua jalur. Baik dari jalur sentra produksi ke wilayah Kaltim. Mau pun jalur distribusi antar kabupaten/kota di Kaltim.
“Kita lihat dulu kondisinya nanti. Kalau yang tinggi gap harganya antara daerah pemasok dengan Kaltim, kita akan subsidi jalur distribusinya dengan produsen. Tapi kalau yang tinggi gap harganya di kabupaten/kota, kita subsidi yang internal wilayah Kaltim,” jelas mantan Kepala BPKAD Kaltim ini.
Dari pantauan Disperindagkop, disebutkan harga cabai tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, dan Bontang. Hal itu disebabkan karena lokasi yang jauh dan kondisi jalan yang rusak. Sementara, Kabupaten Paser, meski memiliki kondisi geografis serupa, namun daerah itu diuntungkan karena dekat dengan daerah pemasok cabai dari Kalimantan Selatan (Kalsel).
Disperindagkop Kaltim bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga akan melaksanakan Gerakan Nasional Tim Pengendalian Inflasi Khusus Pangan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia (BI) Kaltim. Dengan lead sector, Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH).
Dalam gerakan itu, akan dilakukan gerakan produksi cabai dengan pembagian bibit gratis kepada warga. Lalu dilakukan penanaman masif secara urban farming di dalam pot di setiap rumah.
Meski mengalami kenaikan harga, Sa’duddin menyampaikan, stok kebutuhan cabai di kabupaten/kota masih cenderung aman. Dari Data Pasokan Indikatif Barang Kebutuhan Pokok di Kaltim per September 2022, stok cabai tercatat sebanyak 8.994 ton. Dengan rata-rata ketahanan stok sebesar 1,9 ton per bulan. (krv/pt/diskominfokaltim)