spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Hubungan Kasus TBC Meningkat dengan Kemiskinan

Emirza, M.Pd

(Pemerhati Sosial)

Kasus Tuberkulosis (TB) anak di Kota Bontang meningkat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang menyebutkan di 2021 ada 81 kasus, 2022 meningkat menjadi 237 kasus.

Kepala Bidang Pencegahan Penanggulanan Penyakit Menular Dinkes Bontang, Muhammad Ramzi mengungkapkan bahwa di awal 2023 sudah terdeteksi 24 kasus per Februari 2023. (bontang.niaga.asia, 20/3/2023)

Kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan signifikan, terutama pada anak-anak. Angka TBC pada anak melonjak hingga 200%. Dari 42.187 kasus pada 2021, meningkat menjadi 100.726 kasus pada 2022 dan 18.144 kasus pada 2023.

Indonesia peringkat kedua penderita tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia. Berdasarkan data Global TB Report (GTR) 2022, perkiraan kasus TBC sebanyak 969.000 dengan incidence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi pada konferensi pers daring Hari Tuberkulosis Sedunia 2023 yang mengangkat tema “Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”, pada Jumat (17-3-2023).

Berbagai Faktor

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr. Imran Pambudi menyampaikan, penyumbang kasus terbanyak TBC di Indonesia adalah kelompok masyarakat yang bekerja sebagai buruh, nelayan, wiraswasta, pegawai BUMN, dan PNS. Adapun perinciannya meliputi buruh sebanyak 54.887 kasus, petani atau peternak atau nelayan (51.941), wiraswasta (44.299), pegawai swasta atau BUMN atau BUMD (37.235), dan PNS (4.778). (Berita Satu, 17-3-2023).

Kasus TBC sebenarnya sudah lama terjadi di Indonesia. Tetapi peningkatan kasus TBC belakangan ini mengagetkan. Jumlah kematian TBC di Indonesia setara dengan tiga orang meninggal setiap menitnya. Banyak faktor yang melatarbelakangi jumlah kasus TBC Indonesia bisa menduduki peringkat kedua di dunia setelah India.

Baca Juga:  Investasi Kepemilikan Umum, Untuk Siapa?

Pertama, faktor lingkungan. Mengutip laman Alodokter (10-6-2022), ada beberapa kelompok berisiko tinggi tertular TBC, salah satunya adalah orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh; orang lanjut usia dan anak-anak; orang yang mengalami kekurangan gizi; orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah seperti penderita HIV, kanker, dsb.

Lingkungan dan sanitasi yang bersih sangat penting mencegah penyakit TBC. Katanya penyakit TBC adalah penyakit orang miskin karena berkaitan dengan lingkungan kumuh dan sanitasi air yang buruk, walaupun tidak jarang ada sebagian kelompok menengah ke atas juga menjadi penderita TBC.

Lingkungan dan sanitasi buruk memperberat kasus TBC pada kelompok masyarakat ekonomi ke bawah. Daerah dengan kondisi kumuh dan kurang terawat menjadi faktor penyebaran TBC, ditambah lagi jika masyarakatnya abai  terhadap gejala TBC yang dialaminya. TBC rentan menyerang anak-anak dengan kondisi gizi yang  buruk.

Kedua, TBC dan kemiskinan adalah masalah yang berhubungan. Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Rina Triasih menyatakan bahwa kasus penyakit TBC berkaitan dengan kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Keadaan sosial ekonomi seseorang dapat memengaruhi kualitas kesehatannya. Kualitas kesehatan kalangan atas biasanya lebih baik daripada yang berasal dari kalangan bawah atau miskin.

Bisa juga disebabkan oleh ketidak mampuan mengakses fasilitas kesehatan. Kondisi ekonomi atau kemiskinan yang sangat berpengaruh terhadap kasus TBC. Kemampuan ekonomi yang buruk memiliki kemungkinan yang tinggi untuk terjangkit TBC daripada orang kaya.

Baca Juga:  Ancaman Kapitalisme Dibalik Gencarnya Agenda Pariwisata

Ketiga, terbatasnya akses dan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin menjadikan penularan TBC tidak bisa dicegah atau terlambat ditangani. Banyak masalah warga miskin yang kesulitan mengakses layanan kesehatan yang baik. Kalaupun dapat layanan, tetapi ala kadarnya.

Keempat, rendahnya pendidikan dan pemahaman masyarakat tentang TBC tidak dapat disalahkan secara sepihak. Rendahnya pendidikan masyarakat adalah karena masyarakat miskin tidak bisa mengakses pendidikan secara layak. Andil negara untuk menjalankan fungsinya dalam memenuhi layanan pendidikan dan kesehatan merata untuk seluruh warga negaranya.

Akar Masalah

Sumber masalah dari meningkatnya penyakit menular seperti TBC adalah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan kebutuhan pokok masyarakat dikapitalisasi dan dikomersialisasi. Maka masyarakat harus berusaha keras jika ingin memenuhi kebutuhan mereka.

Kemiskinan yang terjadi bukan karena kemauan mereka, tetapi kemiskinan tersistem karena penerapan sistem kapitalisme. Masyarakat miskin lebih kesulitan menerapkan pola dan gaya hidup sehat ketimbang masyarakat menengah ke atas. Perbedaan kondisi ekonomi inilah yang membuat kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan dan riskan terkena penyakit menular seperti TBC .

Walaupun sudah dilakukan berbagai upaya mencegah dan meminimalkan penularan TBC, jika persoalan kemiskinan belum terurai secara tuntas, kasus TBC bisa terus meningkat. Walaupun negara dengan ormas, LSM, bahkan WHO untuk mencegah dan mengatasi TBC, jika pengaturan urusan rakyat masih menerapkan kapitalisme, hidup sehat dan sejahtera hanya angan-angan saja.

Baca Juga:  TBC di Bontang Meningkat, Solusikan dengan Islam

Lingkungan dan sanitasi bersih, gizi baik, terpenuhinya kebutuhan dasar, kesadaran literasi, pengetahuan, serta edukasi di masyarakat, tidak akan tercapai ketika rakyat masih susah mengaksesnya, apalagi rakyat miskin. Maka, akar masalah kemiskinan inilah yang harus diselesaikan secara tuntas, maka masalah penyakit menular seperti TBC bisa dicegah.

Solusi Islam

Dalam menangani masalah TBC, Islam akan fokus pada penyelesaian akar masalahnya terlebih dahulu, yaitu sistem kapitalisme. Dalam hal ini, peran negara sangat penting selaku pe-riayah urusan rakyat.

Pertama, negara memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan secara layak. Negara membuka lapangan kerja, agar kepala keluarga dapat menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Bagi pengangguran, negara akan memberi bantuan untuk membuka usaha atau pembekalan keterampilan untuk bekerja.

Negara akan memberi layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis untuk seluruh warga negara. Dengan kemudahan tersebut, mudah untuk menciptakan sanitasi dan lingkungan bersih juga gizi yang cukup untuk keluarganya.

Kedua, negara mengelola SDA dan memberikan hasil pengelolaan untuk masyarakat. Hasil pengelolaan SDA digunakan untuk membangun sarana dan layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat dengan murah dan mudah. Jika ditemukan kasus penyakit menular, negara akan memberikan pengobatan hingga sembuh. Negara juga akan melakukan deteksi dini agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah lainnya.

Dengan penerapan sistem politik dan ekonomi Islam secara kafah, negara dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan pola hidup sehat juga nutrisi yang cukup.

Wallahualam

Most Popular